Liputan6.com, Jakarta Bankir Senior Agus Martowardojo, mengatakan sepanjang kariernya selama dua dasawarsa lebih di industri perbankan kerap dihadapkan pada krisis, baik kriris kecil maupun besar.
Bahkan ia sering kali diminta untuk membenahi bank-bank yang mengalami permasalahan, diantaranya bank plat merah. Mantan Dirut PT Bank Mandiri ini bercerita, dirinya pernah diminta untuk menduduki jabatan Direktur Utama Bank Mandiri pada tahun 2005.
Baca Juga
Pada saat itu, Bank Mandiri tengah goyah dan dihadapkan dengan sejumlah permasalahan, yakni tingkat kredit macet (non performing loan/NPL) bank Mandiri saat itu berada dilevel 25 persen.
Advertisement
"Saya di tahun 2005 diundnag kembali ke Bank Mandiri, karena Bank Mandiri pada tahun 2005 itu sedang mengalami krisis, karena besar sekali kredit bermasalahnya. Pada saat itu NPL Bank Mandiri sampai 25 persen gross," kata Agus dalam Top 100 CEO and The Next Leader Forum 2023, di Jakarta, Selasa (5/2/2023).
GCG Lemah
Tak hanya itu saja, ternyata kata Agus, pada waktu itu permasalahan di Bank Mandi tidak hanya soal NPL yang tinggi, melainkan juga ditemukan banyak penyimpangan, diantaranya penerapan Good Corporate Governance-nya lemah, risk managemennya juga masih lemah, sistem auditnya belum jalan, hingga moral karyawan dan nasabahnya jatuh.
"Oh ternyata karyawan dan nasabahnya moralnya lagi jatuh, karena begitu banyak rubrikasi dari direksi Bank Mandiri yang saya gantikan, ada tiga figur yang harus masuk penjara dan pasti membuat moral turun," ujarnya.
Adapun langkah utama yang dilakukan Agus pada waktu itu terhadap Bank Mandiri adalah melakukan stabilisasi, dan berupaya mengembalikan kepercayaan nasabah, regulator, dan stakeholder.
"Kita harus melakukan stabilisasi, dan yang memang paling cepat yang harus kita lakukan adalah kembalikan kepercayaan, nasabah, regulator, dan stakeholder harus kita jaga," pungkasnya.
Kredit Bank Naik 8,99% di Oktober 2023, Himbara Mendominasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit industri perbankan pada Oktober 2023 mencapai Rp 6.903 triliun atau naik 8,99 persen secara tahunan (yoy).
"Kinerja intermediasi perbankan tetap terjaga dengan pertumbuhan kredit tercatat 8,99 persen year on year, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 10,22 persen year on year," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam RDK Bulanan November 2023 secara virtual, Senin (4/12/2023).
Ditinjau dari kepemilikan bank pada Oktober 2023, Bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 11,76 persen.
Di sisi lain pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK pada Oktober 2023 tercatat sebesar 3,43 persen secara tahunan, dengan deposito menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 5,66 persen (yoy).
Kemudian, likuiditas industri perbankan pada Oktober 2023 dalam level yang memadai dengan rasio likuiditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan.
Â
Advertisement
Rasio Likuiditas
OJK mencatat rasio alat likuiditas terhadap non core deposit (NCD) dan alat likuiditas atau AL/DPK masing-masing naik. Untuk AL/NCD naik menjadi 117,29 persen, di mana September yang lalu adalah 115,37 persen. Kemudian AL/DPK naik menjadi 26, 36 persen sedangkan September 25,83 persen, atau jauh di atas trashold masing-masing di atas 50 persen dan 10 persen.
Selanjutnya, Dian melaporkan, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77 persen pada Oktober 2023, dan NPL gross sebesar 2,42 persen.
Lebih lanjut, Dian mengatakan, OJK telah melakukan survei yang menunjukkan volatilitas pasar keuangan global tidak berpengaruh terhadap kondisi perbankan domestik.
"Responden memperkirakan kinerja perbankan akan terjaga baik, kredit akan terjaga baik, dan laba juga akan terjaga," ujarnya.
Menurutnya, optimisme kinerja perbankan didorong oleh ekspektasi bahwa penyaluran kredit masih akan cukup baik, sehingga berdampak pada peningkatan laba dan modal perbankan.