Tak Perlu Jauh-Jauh Merantau, Subtitusi Batu Bara dengan Biomassa Buka Lapangan Kerja di Daerah

Program subtitusi batubara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau cofiring membuka lapangan kerja yang masif.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Mei 2024, 21:00 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2024, 21:00 WIB
Program subtitusi batubara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau cofiring membuka lapangan kerja yang masif.
Program subtitusi batubara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau cofiring membuka lapangan kerja yang masif. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu meninggalkan kampung halamannya. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Program subtitusi batubara dengan biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau cofiring membuka lapangan kerja yang masif. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu meninggalkan kampung halamannya. Ini tidak hanya berdampak bagi lingkungan tapi juga mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat di daerah.

Hal tersebut ditunjukkan oleh PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) melalui mitra kerjanya PT Berkah Bara Rizky Bersama (BBRB). Sejak dioperasikan untuk memproduksi Biomassa dari wood chips limbah pohon karet, mitra PLN EPI ini dapat menampung banyak tenaga kerja muda khususnya di Desa Mekarsari, Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau.

Bayu Dwitya salah satu pekerja mengatakan, sejak kondisi mertuanya sakit dirinya terpaksa pulang ke kampung halaman untuk merawatnya. Namun ketersediaan lapangan kerja yang sedikit memaksa Bayu untuk menganggur selama 6 bulan lamanya.

Keadaan berubah ketika PT BBRB beroperasi dan membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memproduksi wood chips biomassa sebagai bahan co-firing PLTU Tembilahan. Akhirnya, Ia dan para pemuda lain di wilayahnya kini tak lagi menganggur dan bisa menafkahi anak istri dan keluarganya.

“Saya sangat mendukung program seperti ini karena menyerap tenaga kerja lokal. Tak perlu jauh-jauh merantau karena di kampung sendiri ada lapangan kerja. Semoga penggunaan biomassanya makin banyak,” ujar Bayu dalam keterangan tertulis di Jakarta (26/5/2024).

Bertugas sebagai operator pencacah kayu karet, kini Bayu mampu meningkatkan derajat hidupnya dan tidak lagi tinggal menumpang di rumah saudaranya. “Saya senang sekali bisa bekerja. Saya sekarang bisa ngontrak dan tidak lagi numpang di rumah adik,” kata Bayu.

Sebagai tenaga kerja, Bayu pun berharap agar serapan biomassa untuk co-firing PLTU Tembilahan bisa meningkat. Sehingga fasilitas produksi tempatnya bekerja dapat terus beroperasi dan jumlah tenaga kerjanya pun dapat terus bertambah.

 

Mesin Operasi

Sebanyak 28 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) menerapkan co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara.
Sebanyak 28 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) menerapkan co-firing atau pencampuran biomassa dengan batu bara.

Sementara itu, Penanggungjawab lapangan PT BBRB, Wicaksana Adit mengungkapkan, bahwa pihaknya tengah memesan mesin operasi dengan kapasitas lebih besar guna meningkatkan produksi wood chip biomassa. Hal ini didukung sumber daya yang melimpah di sekitar wilayah PT BBRB beroperasi.

Namun karena mesin produksi pencacah kayu berkapasitas kecil, saat ini pihaknya baru bisa mempekerjakan 10 orang. Ia pun menegaskan kedepan pihaknya memastikan akan menambah jumlah tenaga kerja seiring dengan kapasitas mesin yang lebih besar dan permintaan biomassa yang meningkat.

“Banyak warga sekitar sini yang datang tanya apakah ada pekerjaan. Namun saat ini, kami batasi 10 orang dulu karena memang kapasitas produksi kami masih kecil,” ucap Adit.

 

Kebun Karet

PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)
PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Adit melanjutkan, selain warga yang datang meminta pekerjaan, tidak sedikit pula pemilik kebun karet yang hendak membersihkan lahan datang padanya. Pemilik kebun karet meminta agar PT BBRB dapat membersihkan kebun milik mereka karena hendak ditanami sawit.

Untuk membersihkan kebun, Adit tidak memungut biaya. Sebaliknya kayu karet yang ditebang selanjutnya menjadi milik PT BBRB yang kemudian diolah menjadi wood chip..“Kayu karet yang bagus dijadikan papan oleh pemilik kebun. Namun jumlah kayu yang bagus bisa dijadikan papan tidak banyak. Sisanya kami olah jadi wood chip. Kami sebenarnya bisa ambil gratis sebagai upah membersihkan kebun. Namun kami tetap memberikan uang kerahiman pada pemilik kebun,” tutup Adit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya