Anggaran Dipangkas, Sektor Transportasi Indonesia Makin Mundur

Tiap tahun sejak 2020, anggaran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berkisar Rp 30 triliun. Namun pada Rancangan APBN 2025, pagu anggaran Kemenhub menyusut menjadi Rp 24,8 triliun.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Agu 2024, 12:55 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2024, 12:55 WIB
Kemenhub memperluas program Buy The Service (BTS) Teman Bus ke Jawa Barat. Mulai 27 Desember 2021, kehadiran bus yang dinamai Trans Metro Pasundang ini akan melayani masyarakat Bandung dan sekitarnya. (Dok Kemenhub)
Kemenhub memperluas program Buy The Service (BTS) Teman Bus ke Jawa Barat. Mulai 27 Desember 2021, kehadiran bus yang dinamai Trans Metro Pasundang ini akan melayani masyarakat Bandung dan sekitarnya. (Dok Kemenhub)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat transportasi dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, menyoroti terkait anggaran Kementerian Perhubungan dalam APBN 2025.

Djoko menilai slogan Nusantara Baru, Indonesia Maju tidak berlaku di sektor transportasi. Pemangkasan anggaran menjadikan transportasi Indonesia tidak akan maju alias kemunduran. Terlebih anggaran transportasi perintis juga ikut dipangkas bahkan kemungkinan ada yang dihilangkan.

Kementerian Perhubungan menjadi institusi yang bertanggungjawab dengan urusan transportasi di Nusantara ini. Adanya pemangkasan anggaran Kementerian Perhubungan dalam APBN tahun 2025 akan menambah beban untuk melanjutkan sejumlah program transportasi yang harus dilanjutkan.

Tiap tahun, sejak 2020, anggaran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berkisar Rp 30 triliun. Kemenhub mendapat anggaran Rp 34,7 triliun pada 2020. Sempat menurun pada tahun-tahun berikutnya, pada 2024 pagunya meningkat menjadi Rp 38,9 triliun, sesuai laporan pemerintah tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Semester I-2024.

"Namun, pada Rancangan APBN 2025, sesuai Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (2025), pagu anggaran Kemenhub menyusut menjadi Rp 24,8 triliun. Itu artinya, pagu anggaran berkurang sekitar 36 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya," kata Djoko dalam keterangannya, Sabtu (24/8/2024).

Sebab dalam sektor transportasi, banyak proyek yang bisa dikerjakan dengan skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan demikian, anggaran tak hanya mengandalkan anggaran pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta.

"Swasta mendapat konsesi. Jalan tol, misalnya, swasta bisa mendapat konsesi 40-50 tahun. Demikian juga dengan transportasi jalan rel yang bisa mendapat konsesi hingga di atas 50 tahun. Akan tetapi pemerintah tetap berperan menyediakan lahannya," ujarnya.

 

Pesimistis

Buy The Service (BTS) Teman Bus
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam waktu dekat akan memberlakukan tarif khusus bagi penumpang Buy The Service (BTS) Teman Bus di 10 kota. (Dok. Kemenhub)

Menurutnya, pemangkasan anggaran yang cukup signifikan itu membuat pesimistis pada pembangunan transportasi ke depan. Pagu anggaran Rp 24,8 triliun dinilai sangat kurang.

Ia menilai Kemenhub mengalami degradasi karena semua pembangunan telanjur terpusat di Jawa. Tidak ada transportasi umum (public transport) dan perhatian untuk daerah-daerah, misalnya daerah transmigran dan kawasan penghasil tambang (mineral). Mereka menghasilkan sesuatu, tetapi daerahnya begitu-begitu saja, tidak dipikirkan kesejahteraan warganya.

Disisi lain, KPBU hanya menarik untuk proyek-proyek di Jawa. Persoalan penduduk yang masih sedikit di luar Jawa kurang menarik bagi pengembang. Tingkat pengembalian modal ke badan usaha akan lama.

Sesuai Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (2025), proyeksi kebijakan strategis Kemenhub pada 2026-2029 adalah mengembangkan konektivitas.

 

Perlu Visi yang Sama

Hal itu mencakup, pertama, meningkatkan konektivitas internasional untuk mendukung daya saing ekonomi dan kedaulatan nasional. Kedua, meningkatkan efektivitas konektivitas backbone antarpulau dan sistem pendukungnya untuk mewujudkan pemerataan pembangunan.

Persoalan konektivitas itu, sebaiknya tidak hanya dijawab oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah juga dinanti tindak lanjutnya untuk mengupayakan fasilitas dan sistem penghubung antardaerah. Pemda perlu memiliki misi yang sama guna mengupayakan transportasi berkelanjutan agar menjalankan visi dan misi yang sama dengan pemerintah pusat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya