Rumah Kosong di Jepang Kini Dijual Murah, Pembeli Asing Makin Berminat

Ada berbagai rumah kosong ini tentunya menawarkan peluang bagi pembeli yang tertarik untuk melakukan renovasi atau memiliki properti di Jepang.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 06 Nov 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2024, 06:00 WIB
Rumah Kosong di Jepang Kini Dijual Murah, Pembeli Asing Makin Berminat
Jepang saat ini menghadapi fenomena unik di sektor properti yakni terdapat lebih dari 9 juta "akiya" atau rumah kosong yang tersebar di berbagai daerah di Jepang. (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Jepang saat ini menghadapi fenomena unik di sektor properti yakni terdapat lebih dari 9 juta "akiya" atau rumah kosong yang tersebar di berbagai daerah di Jepang.

Dikutip dari CNBC pada Rabu (6/11/2024)  menurut data pemerintah pada 2023, beberapa di antaranya bahkan dijual dengan harga yang sangat murah yakni di bawah USD 10.000. Rumah-rumah ini, yang sering kali terbengkalai dan kosong selama beberapa dekade.

Ada berbagai rumah kosong ini tentunya menawarkan peluang bagi pembeli yang tertarik untuk renovasi dan memiliki properti di negeri sakura. Namun, di balik harga murahnya, terdapat sejumlah tantangan yang perlu dihadapi.

Krisis populasi di Jepang menjadi salah satu faktor utama meningkatnya jumlah akiya. Tingkat kelahiran di negara tersebut mencapai rekor terendah 1,2 kelahiran per wanita pada tahun 2023, sementara tingkat kematian terus melampaui tingkat kelahiran. Hal ini menyebabkan banyak rumah yang dibiarkan kosong tanpa penerus yang siap menghuni atau merawatnya.

Kepala penelitian dan konsultasi di Savills Japan, Tetsuya Kaneko menjelaskan masalah akiya ini sudah lama terjadi, dipicu oleh lonjakan pembangunan perumahan pada masa booming ekonomi Jepang pasca-perang. Sejak 1990-an, ketika ekonomi melambat, masalah ini kian nyata seiring dengan perubahan demografi yang sedang berlangsung.

Selain itu, urbanisasi atau migrasi generasi muda ke kota besar untuk bekerja turut mempercepat peningkatan jumlah rumah kosong di pedesaan. Banyak generasi tua yang menetap di desa akhirnya meninggal dunia atau tidak lagi mampu merawat rumah mereka.

 

Akiya Diwariskan Secara Turun-temurun

Ilustrasi bendera Jepang (AFP/Toru Yamanaka)
Ilustrasi bendera Jepang (AFP/Toru Yamanaka)

Rumah-rumah ini sering kali diwariskan kepada anak-anak, tetapi karena beberapa alasan tertentu, para pewaris tidak menggunakan atau menjual properti tersebut.

"Di antara penduduk setempat, akiya sering kali dianggap sebagai ‘beban’ dan bahkan dianggap membawa nasib buruk atau tidak beruntung," ujar Kaneko.

Selain itu, rumah yang berusia lebih dari 30 tahun juga sering dianggap sudah tidak layak huni oleh penduduk Jepang.

Biaya renovasi yang tinggi, risiko kerusakan struktural, dan masalah keamanan menjadi beberapa hal yang membuat masyarakat Jepang enggan membeli atau tinggal di rumah tersebut.

Meski demikian, pasar akiya justru menarik perhatian pembeli asing, yang melihat peluang besar dalam memiliki properti di Jepang dengan harga relatif murah. Menurut Kaneko, pandemi Covid-19, tren kerja jarak jauh, serta perubahan gaya hidup turut mendorong peningkatan minat asing terhadap properti di Jepang. "Kami melihat tren peningkatan permintaan dari luar negeri, ada peningkatan minat dan pembelian akiya," ujar Kaneko.

 

Akiya adalah Peluang Investasi

Bendera Jepang
Undang-undang eugenika memberikan wewenang untuk melakukan sterilisasi terhadap orang dengan disabilitas atau gangguan keturunan guna mencegah kelahiran anak yang dianggap "terbelakang". (Dok. Instagram/@mitsuosuzuki)

Salah satu contoh pembeli asing yang berhasil memanfaatkan peluang ini adalah Anton Wormann, mantan model asal Swedia yang kini menetap di Jepang. Wormann jatuh cinta pada negara ini setelah kunjungan kerjanya dan memutuskan untuk membeli properti murah di sana.

Enam tahun kemudian, dia telah memiliki tujuh akiya dan bekerja sebagai kreator konten sekaligus investor real estat di Jepang. Dari ketujuh properti miliknya, dia telah merampungkan renovasi pada tiga rumah, sementara empat lainnya masih dalam proses.

Total biaya pembelian dan renovasi properti tersebut mencapai sekitar USD 110.000, namun saat ini properti tersebut menghasilkan pendapatan sewa bulanan sekitar USD 11.000. "Saat ini, properti saya bisa menghasilkan pendapatan tahunan enam digit, tapi itu tidak akan terjadi jika saya tidak meluangkan waktu untuk mengenal budaya, bahasa, dan masyarakat Jepang dengan baik," ungkapnya.

 

Bangun Komunitas

Wormann menekankan pentingnya membangun komunitas dan jaringan sosial yang baik di Jepang bagi siapa pun yang ingin sukses dalam investasi akiya. "Anda tidak bisa datang tanpa memahami budaya, cara kerja di Jepang, dan hanya membuang-buang uang, karena itu akan menjadi biaya yang besar," ujar dia.

Dia juga melihat peluang besar bagi mereka yang siap beradaptasi dan memahami konteks lokal, terutama jika ingin menggunakan properti tersebut untuk keperluan pribadi, bukan hanya sebagai investasi.

Para ahli juga mengamini akiya bisa menjadi peluang investasi yang menarik bagi kelompok tertentu. "Akiya dapat menjadi investasi yang bagus untuk penghobi, renovator DIY, atau mereka yang mencari tempat peristirahatan pedesaan yang tenang," ujar Kaneko. 

 

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya