Makin Misterius, PIK 2 Bantah Bangun Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang

Pemasangan pagar laut 30,16 km di pesisir Tangerang, ternyata sempat disebut nelayan sebagai bagian dari proyek strategis nasional atau PSN. Hal tersebut membuat masyarakat setempat khawatir dan ketakutan.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Jan 2025, 09:00 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2025, 09:00 WIB
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)

Liputan6.com, Jakarta - Heboh pembangunan pagar laut yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang dengan panjang 30,16 kilometer (km) terus berlanjut. Sejumlah nelayan mengaku membangun pagar laut tersebut swadaya tetapi nelayan lainnya mengaku tidak terlibat pembangunan tersebut. 

Di sisi lain, sejumlah warga yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan pagar laut mensinyalir pembangunan tersebut dilakukan oleh manajemen Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang di bawah pengelolaan Agung Sedayu Grup. 

 

Namun, pihak PIK 2 membantah melakukan pembangunan pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan pesisir utara (pantura) Kabupaten Tangerang, Banten tersebut.

"Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut," kata pihak Manajemen PIK 2 Toni dikutip dari Antara, Senin (13/1/2025).

Ia menyebutkan bahwa pengembangan kawasan kota baru di PIK 2 saat ini masih akan terus berlangsung ke beberapa wilayah pesisir utara Tangerang hingga ke wilayah Kecamatan Kronjo.

Kendati demikian, dengan adanya polemik terkait tudingan pagar bambu di bangun oleh PIK 2 tersebut tidak benar. Bahkan, hal itu perlu dipisahkan antara kawasan Proyek Strategis Nasional dengan non PSN atau komersil.

Beda Proyek

"Ada empat hal yang perlu saya sampaikan untuk meresume semua berita yang ada. Pertama adalah bahwa PSN dan PIK 2 itu adalah 2 hal berbeda. PIK 2 sendiri adalah proyek yang berorientasi ke real estate itu sudah berjalan sejak 2009," tegasnya.

Dengan begitu, kata Toni, pengembangan kawasan PIK yang telah dilakukan sejak tahun 2009 berjalan sebelum adanya penetapan PSN oleh Presiden Joko Widodo pasa tahun 2024.

"Artinya PIK 2 itu sudah mulai melalui izin yang diterima sudah mulai berjalan sejak 2009. Sedangkan PSN ini adalah wilayah di luar perencanaan PIK 2 yang dari 2009 itu berjalan itu di luar dan itu menjadi bagian dari terintegrasi PIK 2 mulai Maret 2024," ujarnya.

 

Warga Sebut Pemasangan Pagar Laut di Tangerang Dilakukan Oknum Nelayan, Berdalih Proyek PSN

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)

Sebelumnya, pemasangan bambu yang membentang sejauh 30.16 kilometer di lautan Kabupaten Tangerang, ternyata sempat disebut nelayan sebagai bagian dari proyek strategis nasional atau PSN. Hal tersebut pun membuat masyarakat setempat khawatir dan ketakutan.

Salah satu warga setempat di wilayah Kronjo, Kabupaten Tangerang, sempat mengetahui pemasangan bambu menyerupai pagar laut tersebut, dilakukan oleh oknum nelayan.

"Soal pemasangan pagar ini, sempat kami tolak dari warga Kronjo, tepatnya di Pulau Cangkir. Karena laut itu kan punya negara, untuk apa dibatasi. Tapi pas kami tanya ke nelayannya, ternyata itu buat proyek negara, PSN, jadi kami takut," kata Heru, warga setempat yang juga kader peduli lingkungan di Kronjo, Pulau Cangkir, Tangerang, Jumat (10/1/2025).

Namun, ketika dimintai soal perizinan, Heru menyebutkan, para nelayan tersebut tidak bisa memberikan bukti.

"Kita tanya izin, gak ada yang kasih, tapi bahasanya buat PSN, yasudah kita biarin, takut juga," ujarnya.

Untuk di daerah Kronjo, Kabupaten Tangerang, pemasangan bambu itu terjadi pada September 2024, siang dan malam hari. Pengerjaan tersebut tanpa henti dilakukan, seperti mengejar target.

"Kalau masangnya siang dan malam hari, panjangnya di Kronjo ada kali 10 kilometer," ungkapnya.

Saat ini, proses pemagaran itu disegel oleh Kementerian Kelautan Perikanan dan akan diberi waktu 20 hari untuk dilakukan pembongkaran. Bila tidak dibongkar secara sukarela, maka akan dibongkar paksa petugas KKP. 

Pemasangan Pagar Bambu Sejauh 30,16 Km

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. (Foto: KKP)

 Heboh pagar bambu membentang sejauh 30,16 kilometer lebih membuat pemerintah pusat turun tangan.

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan, pagar bambu itu mengganggu aktivitas nelayan di kawasan sekitaran Pantura Kabupaten Tangerang.

 "Tadi saya sempat ngobrol dengan nelayan, jadi kalau mereka melaut malam, perahu itu suka nabrak pagarnya, karena kan tidak terlihat. Akses mereka juga jadi terbatas, juga mengancam ekosistem biota laut, sehingga masyarakatlah yang dikorbankan," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, Kamis (9/1/2025).

Karena itu, kata dia, pihaknya memberi peringatan dan menyegel pagar sejauh 30,16 km tersebut. Dengan harapan, akan ada itikad siapapun yang memasangnya mau mencabut sendiri.

"Awal kami beri peringatan, penyegelan, sampai 10 sampai 20 hari tidak dibongkar juga, KKP yang akan bongkar paksa," jelas Pung Nugroho.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengarahkan, segala kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut seperti pemagaran laut ini untuk segera dihentikan.

"Sebab tidak sesuai dengan praktik internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan mampu mengancam keberlanjutan ekologi," kata Sakti.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya