Pengusaha Harap Revisi Kebijakan Devisa Hasil Ekspor Tak Memberatkan Eksportir

Kebijakan Devisa Hasil Ekspor yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

oleh Arthur Gideon diperbarui 15 Jan 2025, 19:00 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2025, 19:00 WIB
Suryadi Sasmita
Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita dalam FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. (Dok Kadin)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan) menggelar FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. Hasil FGD ini menyimpulkan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu untuk direvisi. 

Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita, menjelaskan bahwa kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

“Kami melihat bahwa PP No. 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar Rupiah," ujar Suryadi dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025). 

Faktanya, setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global.

"Terlebih lagi, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan akan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri,” tambah Suryadi.

Suryadi lebih lanjut menjelaskan bahwa berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP No. 36 Tahun 2023 tentang DHE ini menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.

 

Jangan Memberatkan Eksportir

FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor
Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita dalam FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. (Dok Kadin)... Selengkapnya

Selain kewajiban DHE, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki kewajiban dalam membayar pajak, royalti, serta beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin of profitability).

Kadin Indonesia serta para asosiasi dunia usaha berharap agar revisi kebijakan dan aturan terkait DHE nantinya tidak memberatkan para eksportir, terlebih terdapat usulan untuk menaikan DHE dari 30% menjadi 50% atau 75% dalam 1 tahun, sehingga memberatkan arus kas perusahaan.

"Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dimana dampaknya ini juga dirasakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, kami berharap agar pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengonversikan devisa ke dalam rupiah,” tambah Suryadi.

 

Mempertimbangkan Kondisi Ekonomi Global

Sejalan dengan Suryadi, Ketua Komite Tetap Bidang Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Chandra Wahjudi, menyarankan agar pemerintah dapat mempertimbangkan rencana perubahan aturan DHE SDA dengan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian serta permintaan pasar yang lemah, sehingga eksportir mendapatkan dukungan dan kemudahan ekspor yang diharapkan sebagai stimulan.

“Kita mau menggenjot ekspor agar pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Namun, disisi lain eksportir dihadapkan dengan permasalahan yang serius dalam menjalankan kegiatan usaha, yaitu cash flow. Ini berpotensi memberikan dampak yang kontraproduktif terhadap target pertumbuhan ekonomi 8%,” tutup Chandra.

Untuk diketahui, beberapa perwakilan asosiasi yang turut hadir dalam FGD mengenai DHE tersebut, antara lain Indonesian Mining Association (IMA), Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA), Rumah Sawit Indonesia, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dan Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya