Banyak usaha yang justru kian untung menjelang hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Salah satunya pedagang bedug di Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Kawasan ini memang sejak puluhan tahun lalu telah dikenal sebagai tempat penjualan bedug musiman, terutama saat mendekati Lebaran.
Hal tersebut diungkapkan Rohim (40), salah satu penjual bedug musiman di wilayah tersebut. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek ini, sudah mulai menggelar dagangannya sejak pertengahan bulan Ramadan.
Dia mengaku mulai tertarik untuk berjualan bedug ini karena diajak teman, dan ternyata memberikan pedapatan yang cukup besar.
"Dulu awalnya iseng saja bantu teman jualan, kebetulan saya juga bisa bikin bedug, tapi sejak saat itu, tiap mau Lebaran saya rutin jualan bedug disini," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (6/8/2013).
Harga bedug yang dibanderol oleh Rohim pun bervariasi, tergantung jenis kulit dan ukurannya. Untuk bedug kulit kambing ukuran kecil dijual seharga Rp 200 ribu dan dari kulit sapi dijual Rp 300 ribu.
Sedangkan untuk bedug kulit kambing ukuran besar dijual Rp 500 ribu dan yang dari kulit sapi dijualn Rp 700 ribu. "Itu baru harga pembukaan kok, masih bisa ditawar," kata dia.
Bedug dari kulit sapi cenderung lebih mahal karena lebih tebal dan kuat bahkan bisa tahan hingga 3 tahun, sedang yang dari kulit kambing biasanya lebih tipis dan hanya bertahan 1 tahun.
Dalam sehari, rata-rata Rohim bisa menjual 3 bedug ukuran besar dan 6 bedug ukuran kecil. "Tahun ini penjualannya bisa dibilang menurun. Kalau tahun lalu saja, 1 hari itu saya bisa jual sampai 6 bedug yang ukuran besar. Mungkin karena yang jualan bedug disini juga tiap tahun makin banyak," lanjutnya.
Rohim juga membuat sendiri bedug yang di jualnya. Dia mendapatkan kulit kambing dan sapi dari tempat pemotongan disekitar wilayah tersebut. Sedangkan untuk tongnya, didatangkan dari wilayah Jembatan 5, Jakarta Barat.
Rata-rata dia memasok 100 tong dan 110 kulit kambing dan sapi tiap tahunnya. Biasanya seminggu sebelum masuk bulan Ramadan, dia sudah mulai mempersiapkan bahan baku tersebut.
Kulit yang dia dapatkan biasanya masih dalam keadaan basah dan kotor, sehingga dia harus mencucinya terlebih dahulu dan dikeringkan selama 3 hari. Begitu juga dengan tong yang didapatkan, karena kebanyakan merupakan tong bekas produk oli.
"Untuk kulitnya itu saya beli Rp 25 ribu per lembar, kalau tongnya yg ukuran besar Rp 150 ribu, yang kecil Rp 100 ribu. Itu juga masih kotor jadi harus dibersihkan," jelas ayah 2 orang anak ini.
Selain menjual bedug, dia juga menjual kulit kambing yang dibanderol Rp 120 ribu dan kulit sapi seharga Rp 170 ribu.
Dia juga menjual pukulan bedug yang dijual seharga Rp 20 ribu per pasang dan kaki penopang bedug seharga Rp 175 ribu.
"Paling ramai pembeli itu biasa H-5 sampai H-2, kalau sudah malam takbiran biasanya sudah enggak ada yang beli," tandas Rohim. (Dny/Nur)
Kawasan ini memang sejak puluhan tahun lalu telah dikenal sebagai tempat penjualan bedug musiman, terutama saat mendekati Lebaran.
Hal tersebut diungkapkan Rohim (40), salah satu penjual bedug musiman di wilayah tersebut. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek ini, sudah mulai menggelar dagangannya sejak pertengahan bulan Ramadan.
Dia mengaku mulai tertarik untuk berjualan bedug ini karena diajak teman, dan ternyata memberikan pedapatan yang cukup besar.
"Dulu awalnya iseng saja bantu teman jualan, kebetulan saya juga bisa bikin bedug, tapi sejak saat itu, tiap mau Lebaran saya rutin jualan bedug disini," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (6/8/2013).
Harga bedug yang dibanderol oleh Rohim pun bervariasi, tergantung jenis kulit dan ukurannya. Untuk bedug kulit kambing ukuran kecil dijual seharga Rp 200 ribu dan dari kulit sapi dijual Rp 300 ribu.
Sedangkan untuk bedug kulit kambing ukuran besar dijual Rp 500 ribu dan yang dari kulit sapi dijualn Rp 700 ribu. "Itu baru harga pembukaan kok, masih bisa ditawar," kata dia.
Bedug dari kulit sapi cenderung lebih mahal karena lebih tebal dan kuat bahkan bisa tahan hingga 3 tahun, sedang yang dari kulit kambing biasanya lebih tipis dan hanya bertahan 1 tahun.
Dalam sehari, rata-rata Rohim bisa menjual 3 bedug ukuran besar dan 6 bedug ukuran kecil. "Tahun ini penjualannya bisa dibilang menurun. Kalau tahun lalu saja, 1 hari itu saya bisa jual sampai 6 bedug yang ukuran besar. Mungkin karena yang jualan bedug disini juga tiap tahun makin banyak," lanjutnya.
Rohim juga membuat sendiri bedug yang di jualnya. Dia mendapatkan kulit kambing dan sapi dari tempat pemotongan disekitar wilayah tersebut. Sedangkan untuk tongnya, didatangkan dari wilayah Jembatan 5, Jakarta Barat.
Rata-rata dia memasok 100 tong dan 110 kulit kambing dan sapi tiap tahunnya. Biasanya seminggu sebelum masuk bulan Ramadan, dia sudah mulai mempersiapkan bahan baku tersebut.
Kulit yang dia dapatkan biasanya masih dalam keadaan basah dan kotor, sehingga dia harus mencucinya terlebih dahulu dan dikeringkan selama 3 hari. Begitu juga dengan tong yang didapatkan, karena kebanyakan merupakan tong bekas produk oli.
"Untuk kulitnya itu saya beli Rp 25 ribu per lembar, kalau tongnya yg ukuran besar Rp 150 ribu, yang kecil Rp 100 ribu. Itu juga masih kotor jadi harus dibersihkan," jelas ayah 2 orang anak ini.
Selain menjual bedug, dia juga menjual kulit kambing yang dibanderol Rp 120 ribu dan kulit sapi seharga Rp 170 ribu.
Dia juga menjual pukulan bedug yang dijual seharga Rp 20 ribu per pasang dan kaki penopang bedug seharga Rp 175 ribu.
"Paling ramai pembeli itu biasa H-5 sampai H-2, kalau sudah malam takbiran biasanya sudah enggak ada yang beli," tandas Rohim. (Dny/Nur)