Tak hanya Indonesia, ancaman krisis ekonomi juga tengah diwaspadai negara tetangga Thailand. Para pakar ekonomi menilai adanya potensi besar penarikan dana asing ke luar Thailand dalam jumlah yang signifikan. Hal ini akibat angka defisit transaksi berjalan di negara tersebut meningkat 2,8% pada kuartal II tahun ini dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.
Seperti dilansir dari The Nation, Senin (26/8/2013), jumlah defisit transaksi berjalan Thailand kian meningkat akibat ketakutan para investor asing menghadapi perlambatan program stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). Ketakutan tersebut membuat para investor menarik modalnya dari negara-negara berkembang termasuk Thailand dan Indonesia.
Sepanjang 2013, para investor asing telah menjual obligasi Thailand senilai 170 miliar baht terhitung hingga 22 Agustus pekan lalu. Sementara itu, ekuitas Thailand tercatat menembus penjualan hingga 110 miliar baht di mana transaksi paling banyak dilakukan sejak Mei. Menurut Thai Bond Market Association, surat obligasi yang saat ini dipegang investor asing tersisa sekitar 750 miliar baht. Jumlah ini menurun dari 800 miliar baht pada Juni.
Sejak 2010, dana asing berjumlah sekitar 140 miliar baht memasuki pasar modal Thailand. Namun menurut Nomura Research, sejak Mei, sekitar 77,4 miliar baht telah terjual atau sekitar 65% dari jumlah dana keseluruhan.
"Perekonomian Thailand akan menurun pada semester II tahun ini, khususnya pada kuartal III mengingat Thailand belum menujukkan adanya pemulihan ekonomi," ujar Wakil President Eksekutif CIMB Thai Bank Bunluasak Pussarangsri. Dia menambahkan, pihak bank menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi negara tersebut antara 4% hingga 5%. Penurunan tersebut merupakan akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kuartal II.
Sementara pakar ekonomi senior di Standard Chartered Bank Thailand, Usara Wilaipich mengatakan, pihaknya tak akan menurunkan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi China. Menurutnya, penurunan kinerja ekonomi pada kuartal II telah lama diprediksi.
Berbeda dengan Wlaipich, pakar ekonomi di Kiatnakin Bank, Piyasak Manason memprediksi nilai tukar baht terhadap dolar akan berkisar di level 35 hingga 36 per dolar AS dalam waktu panjang. Sementara dalam jangka pendek, pergerakan nilai tukar baht akan stabil di level 32 hingga 33 terhadap dolar AS.
Bank lokal tersebut juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Thailand hanya sebesar 3,8% tahun ini. Sebelumnya ekonomi Thailand diprediksi tumbuh hingga 4,5%. Seiring pulihnya ekonomi global, peningkatan ekspor Thailand juga hanya akan sebesar 2%. Sebelumnya ekspor Thailand diperkirakan meningkat 5%.
Baru-baru ini National Economic and Social Development Board (NESDB) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Thailand tahun ini. Perekonomian yang semula diprediksi meningkat 4,3%, saat ini hanya menjadi 3,8%.
Meski dengan proyeksi yang cenderung negatif, NESDB memprediksi investasi dan sektor pariwisata akan membantu menggenjot ekonomi Thailand.
Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra juga berjanji akan mengambil beberapa keputusan finansial guna meningkatkan investasi dan belanja domestik di negaranya.(Sis/Shd)
Seperti dilansir dari The Nation, Senin (26/8/2013), jumlah defisit transaksi berjalan Thailand kian meningkat akibat ketakutan para investor asing menghadapi perlambatan program stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). Ketakutan tersebut membuat para investor menarik modalnya dari negara-negara berkembang termasuk Thailand dan Indonesia.
Sepanjang 2013, para investor asing telah menjual obligasi Thailand senilai 170 miliar baht terhitung hingga 22 Agustus pekan lalu. Sementara itu, ekuitas Thailand tercatat menembus penjualan hingga 110 miliar baht di mana transaksi paling banyak dilakukan sejak Mei. Menurut Thai Bond Market Association, surat obligasi yang saat ini dipegang investor asing tersisa sekitar 750 miliar baht. Jumlah ini menurun dari 800 miliar baht pada Juni.
Sejak 2010, dana asing berjumlah sekitar 140 miliar baht memasuki pasar modal Thailand. Namun menurut Nomura Research, sejak Mei, sekitar 77,4 miliar baht telah terjual atau sekitar 65% dari jumlah dana keseluruhan.
"Perekonomian Thailand akan menurun pada semester II tahun ini, khususnya pada kuartal III mengingat Thailand belum menujukkan adanya pemulihan ekonomi," ujar Wakil President Eksekutif CIMB Thai Bank Bunluasak Pussarangsri. Dia menambahkan, pihak bank menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi negara tersebut antara 4% hingga 5%. Penurunan tersebut merupakan akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kuartal II.
Sementara pakar ekonomi senior di Standard Chartered Bank Thailand, Usara Wilaipich mengatakan, pihaknya tak akan menurunkan proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi China. Menurutnya, penurunan kinerja ekonomi pada kuartal II telah lama diprediksi.
Berbeda dengan Wlaipich, pakar ekonomi di Kiatnakin Bank, Piyasak Manason memprediksi nilai tukar baht terhadap dolar akan berkisar di level 35 hingga 36 per dolar AS dalam waktu panjang. Sementara dalam jangka pendek, pergerakan nilai tukar baht akan stabil di level 32 hingga 33 terhadap dolar AS.
Bank lokal tersebut juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Thailand hanya sebesar 3,8% tahun ini. Sebelumnya ekonomi Thailand diprediksi tumbuh hingga 4,5%. Seiring pulihnya ekonomi global, peningkatan ekspor Thailand juga hanya akan sebesar 2%. Sebelumnya ekspor Thailand diperkirakan meningkat 5%.
Baru-baru ini National Economic and Social Development Board (NESDB) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Thailand tahun ini. Perekonomian yang semula diprediksi meningkat 4,3%, saat ini hanya menjadi 3,8%.
Meski dengan proyeksi yang cenderung negatif, NESDB memprediksi investasi dan sektor pariwisata akan membantu menggenjot ekonomi Thailand.
Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra juga berjanji akan mengambil beberapa keputusan finansial guna meningkatkan investasi dan belanja domestik di negaranya.(Sis/Shd)