Liputan6.com, Jakarta - Beberapa jam usai dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47, Donald Trump langsung membuat keputusan yang menggebrak. Di Oval Office White House, ia menandatangani perintah eksekutif mengenai keluarnya Amerika Serikat dari World Health Organization (WHO).
"Ooh...," kata Trump.
Advertisement
Baca Juga
"Ini yang paling penting," usai menandatangani perintah eksekutif AS keluar dari WHO pada Senin, 20 Januari 2025.
Advertisement
Keputusan AS keluar dari WHO lantaran badan kesehatan di bawah PBB itu dianggap tidak bisa menangani pandemi COVID-19 dengan tepat.
Badan tersebut juga dianggap melakukan kesalahan dalam mengatasi krisis kesehatan global lainnya.
Donald Trump mengatakan WHO telah gagal bertindak secara independen dari "pengaruh politik yang tidak pantas dari negara-negara anggota WHO" dan meminta "pembayaran yang sangat memberatkan" dari AS yang tidak proporsional dengan jumlah yang diberikan oleh negara-negara lain yang lebih besar, seperti China.
"World Health telah menipu kita, semua memperdaya Amerika Serikat. Hal ini tidak akan terjadi lagi," kata Trump saat menandatangani perintah eksekutif itu.
Menurut aturan, penarikan diri dari keanggotaan WHO mulai berlaku 1 tahun sejak pemberitahuan secara resmi diserahkan kepada organisasi tersebut.
Namun, ada tanda-tanda bahwa kali ini lebih cepat. Perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump pada Senin kemarin meminta Menteri Luar Negeri dan Direktur Kantor Manajemen dan Anggaran untuk menghentikan pendanaan ke WHO “dengan kecepatan yang bisa dilakukan” seperti mengutip CNN.
Untuk diketahui, Amerika Serikat sejauh ini merupakan pendukung keuangan terbesar WHO dengan sumbangan sebesar USD1,3 miliar.
Kali Kedua
Kebijakan Trump agar AS keluar dari WHO bukanlah hal yang mengagetkan. Ini kali kedua Trump menginginkan Negara Paman Sam keluar dari WHO.
Di periode pertama Trump memimpin AS, ia sudah menyampaikan kepada Direktur Jenderal WHO Antonio Guterres tentang keluarnya AS dari WHO pada 2020. Trump juga meminta untuk menangguhkan pendanaan untuk badan tersebut.
Saat itu, Trump menyebut bahwa WHO "salah mengelola dan menutup-nutupi" penyebaran COVID-19.
Namun, saat Presiden Joe Biden naik sebagai Presiden AS ke-46, kebijakan Trump itu dibatalkan tepatnya pada Januari 2021.
WHO Sesalkan Mundurnya Amerika Serikat
Tak butuh waktu lama bagi WHO untuk buka suara terkait langkah Amerika Serikat. Badan kesehatan ini menyayangkan tentang penarikan AS dari WHO.
WHO pun meminta Amerika Serikat untuk mempertimbangkan kembali perihal keluar dari badan kesehatan dunia itu.
"Kami berharap Amerika Serikat akan mempertimbangkan kembali," kata Juru Bicara WHO Tarik Jasarevic pada Selasa, 21 Januari 2025 di Jenewa.
WHO pun berharap tetap bisa menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat demi kepentingan kesehatan dan kesejahteran jutaan orang di seluruh dunia.
Tarik mengatakan bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang mendirikan WHO pada 1948. Ada banyak partisipasi aktif yang dilakukan WHO sejak saat itu mulai dari membentuk dan mengatur pekerjaan WHO yang bermanfaat bagi bagi negara-negara di dunia.
"Amerika Serikat berpartisipasi aktif di WHO dan menjadi dewan eksekutif selama tujuh dekade," katanya.
Tarik pun mengatakan bahwa selama ini Amerika Serikat bekerja sama dengan WHO menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi kesehatan penduduk dunia dari ancaman penyakit.
Advertisement
Lubang Besar Pendanaan WHO
Salah satu aspek yang bakal terpengaruh bila AS mundur dari WHO adalah soal pendanaan. Hal ini mengingat Amerika Serikat sejauh ini merupakan donor terbesar WHO, menyumbang USD1,3 miliar, atau 16,3 persen dari total donor. Di mana anggaran WHO untuk menyelesaikan siklus tahun 2022 dan 2023 mencapai USD7,89 miliar.
Di bawah AS, pendonor dana terbesar berikutnya adalah Jerman (USD856 juta), Bill and Melinda Gates Foundation (USD830 juta), aliansi vaksin Gavi (USD481 juta) dan Komisi Eropa (USD468 juta).
Mengutip Channel News Asia, China berada di peringkat ke-11 menyumbang USD157 juta.
Mengingat persentase AS yang besar dalam pendanaan WHO maka bila AS benar-benar resmi keluar dari badan itu, maka pendanaan dan anggaran WHO akan terkena dampak cukup bermakna seperti disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama.
Hal senada diutarakan praktisi global health security Dicky Budiman. Menurutnya, bila tidak ada AS maka bakal ada lubang besar pendanaan WHO.
"Ada lubang besar dalam komponen anggaran karena AS memang terbesar dalam hal negara terhadap aktivitas organisasi WHO. Itu cukup signifikan," kata Dicky.
Namun, semua itu belum tentu sampai mengguncang WHO. Bila diingat-ingat pada saat 2020 AS keluar dari WHO, China memberikan suntikan tambahan hingga USD20 juta ke badan kesehatan itu.
Agar bisa berjalan maka perlu kestabilan WHO dalam penggunaan dana bila nanti AS keluar.
"Akan bergantung pada WHO tentang bagaimana kemudian mereka melakukan upaya rekayasa finansial (financial engineering) agar upaya WHO untuk menjaga kesehatan dunia akan tetap dapat terlaksana dengan baik," kata Tjandra dalam pernyataan tertulis kepada Health Liputan6.com.
Apakah Pengaruhi Indonesia?
Mundurnya AS dari keanggotaan WHO pun menimbulkan tanya tentang efek bagi negara-negara lain. Bagi Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tidak berpengaruh lantaran pendanaan kesehatan Indonesia tidak terlalu banyak dari WHO.
"Itu berdampak pada pendanaan WHO, kita enggak terlalu banyak (dana) dari WHO," kata Menkes Budi ditemui pada Rabu, 22 Januari 2025.
Selaras dengan Budi, Dicky mengungkap ketiadaan AS dalam WHO tidak secara langsung berdampak pada program pembangunan kesehatan Indonesia. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia yang kini terus membaik sehingga tidak bergantung pada bantuan dana AS dan WHO.
"Bahkan kita juga sudah menyumbang untuk global fund," lanjutnya.
Maka, Dicky mengatakan tidak perlu khawatir. Malah kerugian lebih besar ada di AS karena bakal tidak terlibat dalam pembuatan keputusan WHO dalam merespons ancaman kesehatan global.
"Yang rugi AS, karena enggak bisa memberi masukan sesuai kepentingan nasional (kebutuhan dalam negerinya). Malah nanti itu bisa diambil negara superpower lain seperti China, Rusia dan negara Eropa lainnya," kata Dicky.
Advertisement
Amerika Serikat Keluar WHO, Perbesar Potensi Ancaman Keamanan Kesehatan
Selain dana, aspek lain yang berpengaruh bila suatu negara keluar dari keanggotaan WHO dari segi public health security. Di mana ada suatu wilayah yang tidak turut dalam harmoni pergerakan bersama dalam merespons tantangan kesehatan.
"Ya yang akan dirugikan ya Amerika dan dunia," kata Dicky.
“Di era seperti ini, saat ancaman global semakin besar, tentu pengunduran diri negara manapun, bukan hanya Amerika, itu tentu akan menjadi celah kelemahan. Memperbesar potensi ancaman bagi keamanan kesehatan secara global,” kata Dicky.
Untuk bisa menghadapi ancaman global perlu kolaborasi dari semua negara. Tidak bisa satu negara berdiri sendiri menghadapi ancaman kesehatan global.
Dicky juga membahas bahwa sebenarnya dana yang selama ini AS berikan ke WHO juga salah satu bentuk melindungi negara tersebut dari penyakit menular sehingga perekonomian mereka bisa berjalan dengan baik.
Dana dari Amerika Serikat tersebut digunakan WHO di negara-negara yang rawan dengan penyakit TBC dan menular lainnya. Sehingga, ancaman penyakit tersebut tidak datang ke Amerika Serikat.
"Sebetulnya kontribusi itu dalam konteks penguatan keamanan kesehatan AS itu sendiri. Hal ini yang tidak disadari oleh masyarakat AS, dan bahkan Presiden Trump dan penyelenggara lain," kata Dicky.
"Ketika suatu negara berinvestasi pada pendanaan global itu berarti melindungi negaranya sendiri," lanjutnya.
Tidak Bisa Berkontribusi di Forum Internasional
Jika suatu negara sudah tidak menjadi anggota WHO, maka negara tersebut sudah tidak bisa berkontribusi di forum internasional.
“Kan WHO sebelum memutuskan satu kebijakan global dia meminta pandangan negara-negara dan kalau kita tidak hadir dalam forum itu ya kita tidak bisa memberikan suara kita. Tidak bisa berkontribusi dan itu kerugiannya bukan untuk negara itu saja tapi juga untuk dunia.”
WHO sendiri memainkan peran sentral dalam merespons krisis kesehatan, bukan hanya pandemi tapi juga setiap penyakit wabah yang menular atau bencana kesehatan lain.
Data dan jejaring yang sudah terbangun kuat di WHO merupakan modal untuk menangani krisis kesehatan termasuk wabah.
"Tanpa kolaborasi maka penanganan wabah akan menjadi lebih sulit dan akhirnya merugikan Amerika juga nanti atau negara manapun yang mundur dari WHO,” lanjut Dicky.
Advertisement