Beda Kekacauan Ekonomi Asia Era 1998 dan 2013

Sebagian besar ekonom menilai kekacauan ekonomi yang menimpa negara-negara berkembang di kawasan Asia tak mirip dengan krisis moneter 1997.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 27 Agu 2013, 15:21 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2013, 15:21 WIB
krisis-asia-130827b.jpg
Sebagian besar ekonom menilai kekacauan ekonomi yang menimpa negara-negara berkembang di kawasan Asia tak mirip dengan krisis moneter yang menimpa pada 1997 dan 1998. Meski demikian, para analis tetap mengkhawatirkan kawasan tersebut kehilangan kemampuannya untuk menarik para investor dari negara-negara maju.

Meski para ekonom yakin, perekonomian Indonesia dan Filipina masih akan terus bertumbuh meski sempat mengalami hantaman krisis.

"Kondisi ini tak seperti krisis pada 1997, tapi situasi ekonomi sekarang lebih berisiko dan berbahaya," seperti tertulis dalam laporan perusahaan penyedia layanan investasi, keuangan dan perbankan internasional, Macquarie Group.

Seperti dilansir dari CNBC, Selasa (27/6/2013), para analis yakin terdapat perbedaan yang sangat besar antara krisis 1997-98 dengan kekacauan ekonomi yang menimpa negara-negara berkembang Asia belakangan ini. Menurutnya, krisis 15 tahun lalu dipicu utang asing negara-negara berkembang yang menjadi semakin tinggi saat nilai tukar mata uangnya melemah.

Sebaliknya, tingkat utang Asia saat ini masih terhitung rendah seperti laporan dari Capital Economics. Para analis menilai, sektor keuangan Asia teregulasi dengan lebih baik meskipun jumlah cadangan devisa negara tetap lebih penting.

"Mereka (negara-negara berkembang di Asia) memiliki cadangan devisa yang kuat, kebijakan yang lebih baik dan nilai tukar yang lebih fleksibel. Asuransi yang dimiliki negara pun lebih banyak dibanding krisis pada 1997-98. Tak semuanya memang, tapi sebagian besar sudah melakukannya," ungkap Wakil CEO Pimco Mohamed El-Erian.

Meski demikian para analis tetap mengkhawatirkan kemampuan negara-negara tesebut untuk menarik kembali investor Barat masuk kawasan Asia. Laporan Macquarie memperlihatkan sebagian besar bahan bakar pertumbuhan ekonomi di Asia seperti pembebasan produksi, keuangan, dan pasar tenaga kerja tergantung pada dana asing.

Macquaire juga memprediksi kebanyakan negara berkembang akan tumbuh lebih lambat.

Sementar aitu Kepala Riset ING, Tim Condon, menilai negara-negara berkembang di Asia masih bisa terus melanjutkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi selama para pembuat kebijakan makro bisa mengelola stabilitas makro ekonominya.

Condon mengatakan, tak semua negara bisa melakukannya. Dia menilai, negara-negara seperti Indonesia dan Filipina bisa lepas dari kekacauan ekonomi dan terus tumbuh. Sementara negara-negara lainnya akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang permanen. (Sis/Shd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya