Importir Kedelai Ngaku Kelabakan Beli Dolar Setiap Hari

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terjadi paska Lebaran membuat para importir kebakaran jenggot, seperti importir kedelai.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Sep 2013, 14:25 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2013, 14:25 WIB
kedelai-impor-130903b.jpg
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi paska Lebaran sampai saat ini membuat para importir kebakaran jenggot. Itu terjadi karena mereka harus menyimpan stok dolar supaya bisa melakukan kegiatan impor barang, termasuk kedelai.

"Pelemahan rupiah bikin importir kelabakan, dan yang diuntungkan adalah eksportir. Karena kami harus mengimpor kedelai menggunakan mata uang dolar," ujar importir dari PT FKS Multi Agro, Kusnarto usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Permasalahan Impor Kedelai di Kantor KPPU, Jakarta, Kamis (5/9/2013).

Dia mengatakan, pihaknya membeli kedelai dari luar negeri dengan harga sekitar US$ 640 sampai US$ 650 per ton kedelai (FoB). Namun kurs rupiah yang menembus Rp 12 ribu per dolar AS membuat pusing para importir.

"Kami beli pakai dolar, lalu dijual ke perajin di Indonesia pakai rupiah. Utang semua dalam bentuk dolar, jadi pas dolar naik, kami pusing mau bayar utang," ujar dia.

Sementara itu, Kusnarto bilang, pihaknya menjual kembali kedelai impor ke tingkat perajin dengan harga Rp 8.900 dari sebelum rupiah terdepresiasi sebesar Rp 7.200 per kilogram (kg) kedelai.

"Kalau dibilang rugi ya kami mengalami kerugian, tapi tidak bisa menyebutkannya. Setiap hari kami harus membeli dolar supaya utang tertutup," ucapnya.

Biaya operasional ikut membengkak dengan kondisi pelemahan rupiah, sebab sambung Kusnarto, ditambah ongkos bea masuk 5%, Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,05% serta ongkos dari mulai pelabuhan sampai ke gudang dan berakhir ke truk konsumen yang mencapai US$ 50 per ton. (Fik/Nur)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya