Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Syarif Hasan mengaku telah membuat kesepakatan dengan importir kedelai agar bersedia melepas harga ke pasar sebesar Rp 8.000 per kilogram (Kg). Hal ini dilakukan untuk menekan harga kedelai yang terus melambung.
Dia mengaku efek dari kesepakatan negosiasi tersebut masih dipantau kedepannya. "Tetapi mereka siap untuk melepas stok di harga segitu jauh di bawah harga pasaran Rp 9.000 dan saya minta langsung disalurkan ke importir," kata Syarif di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/9/2013).
Menurut dia, tidak ada kompensasi atas kesepakatan ini, namun hanya semata-mata bertujuan meringankan beban rakyat untuk meningkatkan daya beli makanan berbahan baku kedelai tersebut.
"Tanpa kompensasi, ini hanya kepedulian kepada rakyat. Selama ini mereka kan sudah menikmati keuntungan, demi kepentingan bangsa mereka bisa memahami," ungkap dia.
Syarif menambahkan, Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakopti) pun sudah menyetujui hal tersebut. Perajin memaklumi patokan harga yang ditentukan karena melihat kondisi pelemahan rupiah.
"Mereka setuju, menerima kalau Rp 7.000 kan nggak mungkin karena kan beli di Amerikanya sudah naik. Depresiasi juga sudah 15% pelemahan rupiah, lalu transportasinya juga naik dengan harga ini sudah bagus," pungkas dia. (Pew/Nur)
Dia mengaku efek dari kesepakatan negosiasi tersebut masih dipantau kedepannya. "Tetapi mereka siap untuk melepas stok di harga segitu jauh di bawah harga pasaran Rp 9.000 dan saya minta langsung disalurkan ke importir," kata Syarif di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/9/2013).
Menurut dia, tidak ada kompensasi atas kesepakatan ini, namun hanya semata-mata bertujuan meringankan beban rakyat untuk meningkatkan daya beli makanan berbahan baku kedelai tersebut.
"Tanpa kompensasi, ini hanya kepedulian kepada rakyat. Selama ini mereka kan sudah menikmati keuntungan, demi kepentingan bangsa mereka bisa memahami," ungkap dia.
Syarif menambahkan, Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakopti) pun sudah menyetujui hal tersebut. Perajin memaklumi patokan harga yang ditentukan karena melihat kondisi pelemahan rupiah.
"Mereka setuju, menerima kalau Rp 7.000 kan nggak mungkin karena kan beli di Amerikanya sudah naik. Depresiasi juga sudah 15% pelemahan rupiah, lalu transportasinya juga naik dengan harga ini sudah bagus," pungkas dia. (Pew/Nur)