Menurut badan amal dunia yang bergerak di bidang pengentasan kemiskinan Oxfam, Eropa diprediksi dapat memiliki 25 juta orang miskin pada 2025. Perkiraan tersebut dianggap sebagai dampak dari langkah penghematan yang tersebar di seluruh negara di benua tersebut.
Seperti dilansir dari CNBC, Sabtu (14/9/2013), langkah penghematan tersebut dapat menyebabkan peningkatan jumlah penduduk Eropa yang menderita kemiskinan menjadi 146 juta jiwa.
Berdasarkan data yang dirilis Oxfam, angka tersebut hampir setara dengan sepertiga populasi penduduk Eropa. Untuk itu, butuh waktu 25 tahun untuk mencapai standar kehidupan makmur seperti yang dinikmati warga lima tahun lalu.
Sejak mengalami defisit transaksi berjalan sebesar US$ 100 miliar pada 2008, negara-negara di Eropa terus melakukan penghematan hingga saat ini. Meski telah berhasil menembus surplus senilai hampir US$ 300 miliar, penghematan tersebut masih terus dilakukan.
Konfederasi internasional yang organisasinya bergerak di 90 negara ini menilai, langkah yang diadopsi negara-negara Eropa ini gagal mengurangi utang pemerintah. Upaya Eropa ini justru meningkatkan kesenjangan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Penghematan membuat situasi ekonomi di Inggris dan banyak negara lain di Eropa semakin memburuk. Rendahnya keamanan sosial dan layanan masyarakat ditambah rendahnya pendapatan dan meningkatnya jumlah pengangguran akan menciptakan gangguan situasi ekonomi yang mendalam," ujar Kepala Advokasi Oxfam Maz Lawson.
Lawson mengatakan, jumlah pengangguran di sana terlalu tinggi, sementara jumlah gaji terus menurun dengan pesat. Kondisi tersebut tentu akan kian memburuk dengan penghematan yang terus dilakukan.
Sementara arti kemiskinan seperti yang didefinisikan Uni Eropa adalah orang-orang
Sementara menurut Uni Eropa, masyarakat dikatakan tinggal dalam kemiskinan jika sumber daya dan pendapatannya sangat tidak sebanding. Seperti misalnya masyarakat mengalami beberapa kerugian seperti rendahnya lowongan pekerjaan, pendapatan rendah, rumah yang tak layak, hambatan di bidang, budaya dan olahraga.
Menurut Oxfam, masyarakatnya seringkali termarginalisasi, terisolasi dari keluarga dan teman, serta berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Meski beberapa data ekonomi di zona Eropa tercatat positif, tapi pengangguran masih menjadi isu utama. Pada Juli, tingkat pengangguran di kawasan Eropa berada di level 12,1%. Sementara bagi masyarakat yang berusia di bawah 25 tahun, tingkat penganggurannya lebih tinggi sebesar 24%.
Menurut Oxfam, para pepimpin dunia perlu memikirkan langkah penghematan tersebut. Pernyataan tersebut diungkapkan Oxfam dalam pertemuan menteri keuangan di Vilnius guna membahas proyeksi ekonomi dan perserikatan perbankan 28 negara. (Sis/Ndw)
Seperti dilansir dari CNBC, Sabtu (14/9/2013), langkah penghematan tersebut dapat menyebabkan peningkatan jumlah penduduk Eropa yang menderita kemiskinan menjadi 146 juta jiwa.
Berdasarkan data yang dirilis Oxfam, angka tersebut hampir setara dengan sepertiga populasi penduduk Eropa. Untuk itu, butuh waktu 25 tahun untuk mencapai standar kehidupan makmur seperti yang dinikmati warga lima tahun lalu.
Sejak mengalami defisit transaksi berjalan sebesar US$ 100 miliar pada 2008, negara-negara di Eropa terus melakukan penghematan hingga saat ini. Meski telah berhasil menembus surplus senilai hampir US$ 300 miliar, penghematan tersebut masih terus dilakukan.
Konfederasi internasional yang organisasinya bergerak di 90 negara ini menilai, langkah yang diadopsi negara-negara Eropa ini gagal mengurangi utang pemerintah. Upaya Eropa ini justru meningkatkan kesenjangan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Penghematan membuat situasi ekonomi di Inggris dan banyak negara lain di Eropa semakin memburuk. Rendahnya keamanan sosial dan layanan masyarakat ditambah rendahnya pendapatan dan meningkatnya jumlah pengangguran akan menciptakan gangguan situasi ekonomi yang mendalam," ujar Kepala Advokasi Oxfam Maz Lawson.
Lawson mengatakan, jumlah pengangguran di sana terlalu tinggi, sementara jumlah gaji terus menurun dengan pesat. Kondisi tersebut tentu akan kian memburuk dengan penghematan yang terus dilakukan.
Sementara arti kemiskinan seperti yang didefinisikan Uni Eropa adalah orang-orang
Sementara menurut Uni Eropa, masyarakat dikatakan tinggal dalam kemiskinan jika sumber daya dan pendapatannya sangat tidak sebanding. Seperti misalnya masyarakat mengalami beberapa kerugian seperti rendahnya lowongan pekerjaan, pendapatan rendah, rumah yang tak layak, hambatan di bidang, budaya dan olahraga.
Menurut Oxfam, masyarakatnya seringkali termarginalisasi, terisolasi dari keluarga dan teman, serta berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Meski beberapa data ekonomi di zona Eropa tercatat positif, tapi pengangguran masih menjadi isu utama. Pada Juli, tingkat pengangguran di kawasan Eropa berada di level 12,1%. Sementara bagi masyarakat yang berusia di bawah 25 tahun, tingkat penganggurannya lebih tinggi sebesar 24%.
Menurut Oxfam, para pepimpin dunia perlu memikirkan langkah penghematan tersebut. Pernyataan tersebut diungkapkan Oxfam dalam pertemuan menteri keuangan di Vilnius guna membahas proyeksi ekonomi dan perserikatan perbankan 28 negara. (Sis/Ndw)