Suara Hati Warga Pulau Pari yang Dikepung Reklamasi Ilegal Korporasi: Kami Ingin Hidup Sejahtera di Pulau Kami Sendiri

Proyek reklamasi ilegal yang diduga dilakukan sejumlah korporasi mencabut hak warga Pulau Pari dari laut tempat mereka mencari makan sehari-hari. Kesejahteraan yang diimpikan kini terancam hilang begitu saja.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 24 Jan 2025, 07:02 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2025, 07:02 WIB
Suara Hati Warga Pulau Pari yang Dikepung Reklamasi Ilegal Korporasi: Kami Ingin Hidup Sejahtera di Pulau Kami Sendiri
Asmaniah, Ketua Kelompok Perempuan Pulau Pari, berbicara kepada Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di kawasan Pantai Pasir Perawan, Pulau Pari, Kamis, 23 Januari 2025. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Matanya berkaca-kaca, suaranya tercekat. Sambil menahan emosi, Asmaniah mengeluhkan kondisinya dan warga Pulau Pari kepada Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq yang datang mengunjungi bersama rombongan pada Kamis, 23 Januari 2025.

Sambil duduk di tepi pinggir gazebo di tepi Pantai Perawan Pulau Pari, ia mengeluarkan unek-uneknya, "Kami sayangkan 40 ribu pohon mangrove yang kami tanam bersama turis yang datang ke sini habis dicabuti, pak. Itu ada yang kita tanam dari biji, ada yang kami semai dulu."

Mangrove itu ditanam secara swadaya oleh masyarakat. Tak hanya mangrove yang ditanam sejak 2023 yang hilang, terumbu karang dan padang lamun yang dijaganya bersama warga lain selama ini juga mati, teronggok membukit di tengah laut, di Kudus Lempeng, tak jauh dari proyek pembangunan resor di Pulau Biawak.

Padahal, keberadaan ekosistem itu adalah jantung kehidupan keluarganya dan ratusan kepala keluarga Pari lainnya yang bermatapencaharian utama sebagai nelayan. Ekosistem mangrove menjadi habitat bagi ikan, rajungan, dan spesies lainnya yang bisa ditangkap dan dijual untuk hidup sehari-hari.

Sebelum reklamasi masif yang terjadi di gugusan Pulau Pari, suami Asmaniah cukup berjalan kaki atau mendayung sampan manual untuk menangkap hewan-hewan itu. Hasil tangkapan kemudian diolah menjadi ikan asin atau produk lainnya.

Setelah proyek reklamasi ilegal berlangsung, para nelayan kini dipaksa untuk membuat rumpon jauh di tengah laut. "Kita masukkan bubu di situ. Baru kita bisa dapat ikan-ikan yang besar-besar. Laut itu jauh... Kalau kita ke rumpon, butuh 10 liter (solar) pulang balik," ungkapnya kepada Lifestyle Liputan6.com. Dengan begitu, ongkos yang harus dikeluarkan nelayan yang berpendapatan tak tentu itu makin besar.

 

Dikepung Proyek Reklamasi Ilegal

Suara Hati Warga Pulau Pari yang Dikepung Reklamasi Ilegal Korporasi: Kami Ingin Hidup Sejahtera di Pulau Kami Sendiri
Kawasan Pantai Pasir Perawan yang menjadi salah satu atraksi wisata di Pulau Pari. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)... Selengkapnya

Proyek reklamasi ilegal di sekitar Pulau Pari setidaknya sudah terjadi sejak tahun lalu. Menurut Asmaniah, pelakunya tidak hanya satu korporasi, tetapi ada beberapa. Misalnya di Pulau H, atau Pulau Tengah, yang selama ini dijadikan tempat membudidayakan rumput laut warga.

Berdasarkan laporan Walhi Jakarta, perusahaan yang memiliki proyek di pulau itu adalah PT SUI. Berdasarkan data, luasan pulau yang sebelumnya hanya delapan hektare pada 2009, menjadi 26 hektare pada 2022 setelah direklamasi. Disebutan pula oleh Walhi, pada unggahan di akun Instagram @pulihkanjakarta pada 15 Januari 2025, bahwa Pulau Tengah mereklamasi sekitar 17,1 hektare laut dan mengeruk sekitar 178,499 m2 laut dangkal.

Tapi, menurut pengakuan Asmaniah, perusahaan yang bersangkutan baru menyosialisasikan proyek reklamasi itu pada tahun lalu. Mereka menjanjikan lapangan pekerjaan bagi warga Pari yang belum terwujud hingga saat ini, kecuali untuk satu dua orang warga Pulau Pari yang disebut Asmaniah sebagai 'penjilat'.

Tawaran itu pun ditentang warga setempat dengan membuat petisi penolakan. Pasalnya, nelayan tidak bisa lagi membudidayakan rumput laut. "Ketika mereka melakukan reklamasi, sedimen pasir lautnya itu terangkat terus. Rusak itu. Tidak ada ikan," ucapnya.

62 Meter Persegi Ekosistem Mangrove dan Padang Lamun Rusak dalam Sejam

Suara Hati Warga Pulau Pari yang Dikepung Reklamasi Ilegal Korporasi: Kami Ingin Hidup Sejahtera di Pulau Kami Sendiri
Karang-karang yang rusak akibat pengerukan atau proyek reklamasi ilegal di kawasan Kudus Lempeng, dekat Pulau Pari. (dok.... Selengkapnya

Walau ditentang, proyek reklamasi di Pulau Tengah terus berlanjut. Masalah semakin pelik ketika perusahaan lain, PT CPS ikut-ikutan mengeruk laut dangkal di Kudus Lempeng, tak jauh dari Pulau Biawak, yang masih menjadi bagian gugus Pulau Pari.

Pekerja perusahaan menggunakan ekskavator yang sudah didatangkan ke Pulau Biawak sejak November 2024. Warga Pari, menurut Asmaniah, sebenarnya sudah menyita dan melarang penggunaannya dengan menutupnya dengan kain kafan. Namun, segel itu dirusak dan reklamasi ilegal pun diduga terjadi pada 16 Januari 2025, sebelum temuan pada 17 Januari 2025.

Hanya dalam satu jam proses pengerukan, 62 m2 areal gugus Kudus Lempeng yang disebut LIPI pada 2020 memiliki ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang sangat baik itu rusak tanpa bisa dipulihkan kembali dalam waktu cepat. Menurut Walhi Jakarta, dokumen perusahaan menyebutkan rencana pembangunan cottage apung dan dermaga wisata untuk fasilitas kawasan resor yang lebih dulu dibangun di Pulau Biawak. 

"Kami berharap pada Bapak Menteri hari ini datang ke sini untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan di Pulau Pari. Di sini (Kudus Lempeng) termasuk yang kecil, ada yang lebih besar di sana. Penggalian pasirnya lebih merusak lagi bagi lingkungan," kata Ketua Forum Warga Pulau Pari, Mustabirin, yang ditemui di kesempatan sama.

Penyegelan Pembangunan Resor Pulau Biawak dan Vila-vila yang Hampir Jadi

Suara Hati Warga Pulau Pari yang Dikepung Reklamasi Ilegal Korporasi: Kami Ingin Hidup Sejahtera di Pulau Kami Sendiri
Deretan vila mewah yang memasuki tahap penyelesaian di Pulau Biawak yang akan dijadikan resor oleh PT CPS. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)... Selengkapnya

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pun menyegel lokasi pembangunan resor di Pulau Biawak, gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, yang merusak ekosistem mangrove dan terumbu karang setempat. Dua kedeputian KLH, yakni Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dan Bidang Penegakkan Hukum (Gakkum) ditugaskan untuk mendalami kasus perusakan lingkungan tersebut.

Penyegelan dilakukan setelah mendapat laporan warga setempat yang terdampak akibat kerusakan mangrove yang masif. Dengan penyegelan tersebut, aktivitas apapun yang berkaitan pembangunan kawasan resor harus dihentikan total. "Berhenti total," kata Deputi Gakkum Irjen Pol. Rizal Irawan ditemui di lokasi, Kamis, 23 Januari 2025.

Selanjutnya, pihaknya akan mendalami potensi kerugian yang diakibatkan proses pembangunan tidak bertanggung jawab tersebut. Rizal menyebut setidaknya ada tiga jenis kerugian yang dihitung, yakni kerugian ekonomi, kerugian sosial, dan kerugian lingkungan. KLH pun meminta bantuan ahli untuk mengukur kerugian tersebut, meliputi ahli lingkungan, ahli kerusakan, dan ahli valuasi. 

Sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengeluarkan izin KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) pada 12 Juli 2024 juga berbalik. Setelah sebelumnya mengabaikan surat Keberatan Administratif warga Pulau Pari, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengeluarkan pernyataan bahwa reklamasi yang dilakukan PT CPS terindikasi ilegal.

Meski begitu, sejumlah pekerja masih tetap berada di lokasi pembangunan. Berdasarkan pantauan Lifestyle Liputan6.com, enam vila dengan desain tropis dan mewah sudah berdiri tegak di salah satu sudut Pulau Biawak. Sejumlah furnitur sudah terpasang, mungkin tinggal dua bulan lagi proses finishing bisa diselesaikan jika penyegelan tidak dilakukan pemerintah.

Apakah pembangunan itu ke depan akan dihentikan sepenuhnya atau akan ada kesepakatan lain yang bisa meloloskan resor untuk bisa beroperasi? 

 

infografis bencana alam 2016
Rawan Bencana di Pulau Jawa... Selengkapnya
Infografis Banjir Rob Menggila di Pesisir Utara Pulau Jawa. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Banjir Rob Menggila di Pesisir Utara Pulau Jawa. (Liputan6.com/Trieyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya