Komoditas ekspor dalam negeri bukan hanya berbentuk produk makanan, minuman atau perlengkapan aksesoris. Ternyata rumah adat dari wilayah nusantara mampu menarik minat pembeli asal luar negeri.
Seperti Rumah Panggung Bari asal Palembang, Provinsi Sumatera Selatan yang mampu menembus pasar ekspor untuk wilayah Asia khususnya Timur Tengah. Rumah adat ini telah diekspor sejak tahun 90-an.
"Dulunya kan memang sebagai rumah penduduk, namun ketika melihat ada peluang untuk ekspor, maka kita terus gencar untuk mempromosikan dan responnya ternyata cukup baik," ujar Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Provinsi Sumatera Selatan Achmad Mirza saat berbincang dengan Liputan6.com di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, seperti ditulis Kamis (17/10/2013).
Rumah adat ini memiliki ukuran dengan harga yang berbeda. Ukuran 8x10 meter dijual dengan harga Rp 175 juta, sedang ukuran kecil 4x6 meter dengan harga berkisar Rp 35-50 juta.
"Rumah ini panggung ini sistemnya bongkar pasang, proses bongkar pasangnya memakan waktu 3 hari," lanjutnya.
Komposisi dari rumah ini yaitu untuk rangka dan lantai terbuat dari kayu seru atau dalam bahasa Indonesia disebut kayu puspa, sedang bagian dinding, daun jendela dan pintu terbuat dari kayu meranti. Pembuatan rumah Bari ini memakan waktu setidaknya 1-2 bulan.
"Di wilayah asalnya ada banyak para pengrajin pembuat rumah ini, ini yang kami dorong," jelasnya.
Rumah adat ini banyak dipesan secara individual dari negara Iran dan India. Pembelinya memasang rumah ini sebagai rumah pendamping dari rumah utama mereka. Dalam setahun ekspor rumah ini bisa mencapai empat buah. Sedang untuk di dalam negeri, pemesanan banyak berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan dengan rata-rata pemesanan 1-2 rumah per bulan.
Mirza menjelaskan, selama ini pihaknya belum menemui kendala besar baik dari segi bahan baku, penjualan maupun proses ekspor. Namun terkadang para pembuat rumah adat ini kesulitan untuk mendatangkan kayu seru dan meranti sebagai bahan baku utamanya karena selain didapatkan dari Sumsel, kayu-kayu tersebut juga didatangkan dari wilayah Jambi.
"Bahan bakunya memang kayu tersebut, karena seperti contoh kayu jati sendiri tidak populer di Sumatera Selatan," katanya.
Ke depan, diharapkan akan lebih banyak lagi rumah-rumah adat asal wilayah lain yang juga bisa go internasional sehingga keberagaman budaya di Indonesia dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. (Dny/Ndw)
Seperti Rumah Panggung Bari asal Palembang, Provinsi Sumatera Selatan yang mampu menembus pasar ekspor untuk wilayah Asia khususnya Timur Tengah. Rumah adat ini telah diekspor sejak tahun 90-an.
"Dulunya kan memang sebagai rumah penduduk, namun ketika melihat ada peluang untuk ekspor, maka kita terus gencar untuk mempromosikan dan responnya ternyata cukup baik," ujar Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Provinsi Sumatera Selatan Achmad Mirza saat berbincang dengan Liputan6.com di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, seperti ditulis Kamis (17/10/2013).
Rumah adat ini memiliki ukuran dengan harga yang berbeda. Ukuran 8x10 meter dijual dengan harga Rp 175 juta, sedang ukuran kecil 4x6 meter dengan harga berkisar Rp 35-50 juta.
"Rumah ini panggung ini sistemnya bongkar pasang, proses bongkar pasangnya memakan waktu 3 hari," lanjutnya.
Komposisi dari rumah ini yaitu untuk rangka dan lantai terbuat dari kayu seru atau dalam bahasa Indonesia disebut kayu puspa, sedang bagian dinding, daun jendela dan pintu terbuat dari kayu meranti. Pembuatan rumah Bari ini memakan waktu setidaknya 1-2 bulan.
"Di wilayah asalnya ada banyak para pengrajin pembuat rumah ini, ini yang kami dorong," jelasnya.
Rumah adat ini banyak dipesan secara individual dari negara Iran dan India. Pembelinya memasang rumah ini sebagai rumah pendamping dari rumah utama mereka. Dalam setahun ekspor rumah ini bisa mencapai empat buah. Sedang untuk di dalam negeri, pemesanan banyak berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan dengan rata-rata pemesanan 1-2 rumah per bulan.
Mirza menjelaskan, selama ini pihaknya belum menemui kendala besar baik dari segi bahan baku, penjualan maupun proses ekspor. Namun terkadang para pembuat rumah adat ini kesulitan untuk mendatangkan kayu seru dan meranti sebagai bahan baku utamanya karena selain didapatkan dari Sumsel, kayu-kayu tersebut juga didatangkan dari wilayah Jambi.
"Bahan bakunya memang kayu tersebut, karena seperti contoh kayu jati sendiri tidak populer di Sumatera Selatan," katanya.
Ke depan, diharapkan akan lebih banyak lagi rumah-rumah adat asal wilayah lain yang juga bisa go internasional sehingga keberagaman budaya di Indonesia dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. (Dny/Ndw)