Pengertian Difteri
Liputan6.com, Jakarta Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyakit ini menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat mempengaruhi kulit. Difteri termasuk penyakit yang sangat menular dan berpotensi mengancam jiwa, terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap.
Bakteri penyebab difteri menghasilkan racun yang dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Racun ini dapat merusak berbagai organ seperti jantung, ginjal, dan sistem saraf. Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, difteri dapat berakibat fatal.
Advertisement
Baca Juga
Sebelum adanya vaksin, difteri merupakan penyebab utama kematian anak di seluruh dunia. Namun berkat program imunisasi yang gencar dilakukan, angka kejadian difteri telah menurun drastis di banyak negara. Meski demikian, penyakit ini masih menjadi ancaman di negara-negara berkembang dengan cakupan imunisasi yang rendah.
Advertisement
Penyebab Difteri
Penyebab utama difteri adalah infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini menghasilkan toksin atau racun yang dapat merusak jaringan tubuh. Berikut adalah beberapa cara penularan difteri:
- Melalui percikan ludah (droplet) saat penderita batuk atau bersin
- Kontak langsung dengan penderita difteri
- Menyentuh benda yang terkontaminasi bakteri difteri
- Kontak dengan luka pada kulit penderita difteri kulit
Bakteri difteri dapat menyebar dengan mudah, terutama di lingkungan yang padat penduduk dan memiliki sanitasi buruk. Orang yang tidak divaksinasi memiliki risiko lebih tinggi tertular penyakit ini.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena difteri antara lain:
- Belum mendapatkan imunisasi difteri atau imunisasi tidak lengkap
- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
- Tinggal di daerah dengan sanitasi buruk
- Melakukan perjalanan ke negara dengan kasus difteri tinggi
- Kontak erat dengan penderita difteri
Penting untuk diketahui bahwa seseorang dapat menjadi carrier atau pembawa bakteri difteri tanpa menunjukkan gejala. Carrier ini tetap dapat menularkan penyakit ke orang lain selama beberapa minggu atau bulan.
Advertisement
Gejala Difteri
Gejala difteri biasanya muncul 2-5 hari setelah terinfeksi bakteri. Tingkat keparahan gejala dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Berikut adalah gejala-gejala umum difteri yang perlu diwaspadai:
- Demam ringan (sekitar 38°C)
- Sakit tenggorokan
- Suara serak
- Batuk
- Hidung berair, kadang disertai darah
- Pembengkakan kelenjar getah bening di leher
- Kesulitan bernapas dan menelan
- Munculnya selaput putih keabu-abuan di tenggorokan dan amandel
Pada kasus yang lebih parah, dapat terjadi komplikasi seperti:
- Pembengkakan leher yang parah (bull neck)
- Sesak napas disertai suara mengorok (stridor)
- Detak jantung cepat
- Lemas dan pucat
- Nyeri dada
- Gangguan penglihatan
- Kelumpuhan otot
Pada difteri kulit, gejala yang muncul berupa luka atau borok pada kulit yang terinfeksi. Luka ini biasanya tertutup selaput abu-abu dan sulit sembuh.
Penting untuk segera mencari pertolongan medis jika muncul gejala-gejala di atas, terutama jika disertai kesulitan bernapas. Penanganan cepat sangat penting untuk mencegah komplikasi serius.
Diagnosis Difteri
Diagnosis difteri dilakukan melalui beberapa tahapan pemeriksaan. Dokter akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap gejala yang dialami pasien serta riwayat medis dan riwayat vaksinasi. Berikut adalah langkah-langkah diagnosis difteri:
- Pemeriksaan fisik: Dokter akan memeriksa tenggorokan dan leher pasien untuk melihat adanya selaput abu-abu khas difteri serta pembengkakan kelenjar getah bening.
- Pengambilan sampel: Dokter akan mengambil sampel dari tenggorokan, hidung atau luka pada kulit menggunakan cotton swab steril. Sampel ini akan dikirim ke laboratorium untuk dikultur dan diidentifikasi bakterinya.
-
Tes laboratorium: Sampel yang diambil akan diuji untuk mengonfirmasi keberadaan bakteri Corynebacterium diphtheriae serta kemampuannya menghasilkan toksin. Beberapa tes yang dilakukan antara lain:
- Kultur bakteri
- Uji PCR (Polymerase Chain Reaction)
- Uji Elek untuk mendeteksi produksi toksin
- Pemeriksaan darah: Dilakukan untuk memeriksa jumlah sel darah putih dan menilai tingkat keparahan infeksi.
- Pemeriksaan jantung: Elektrokardiogram (EKG) mungkin dilakukan untuk memeriksa adanya gangguan irama jantung akibat toksin difteri.
- Rontgen dada: Untuk memeriksa adanya komplikasi pada paru-paru.
Diagnosis dini sangat penting dalam penanganan difteri. Jika dokter mencurigai difteri berdasarkan gejala klinis, pengobatan biasanya akan segera dimulai bahkan sebelum hasil tes laboratorium keluar. Hal ini dilakukan mengingat potensi bahaya yang ditimbulkan jika penanganan terlambat.
Penting juga untuk melakukan pemeriksaan pada orang-orang yang memiliki kontak erat dengan penderita difteri, meskipun mereka tidak menunjukkan gejala. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi carrier dan mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.
Advertisement
Pengobatan Difteri
Pengobatan difteri membutuhkan penanganan medis segera dan intensif. Pasien difteri biasanya perlu dirawat di rumah sakit dalam ruang isolasi untuk mencegah penyebaran penyakit. Berikut adalah langkah-langkah utama dalam pengobatan difteri:
-
Pemberian antitoksin difteri:
Ini merupakan langkah pertama dan paling krusial dalam pengobatan difteri. Antitoksin difteri (DAT) diberikan untuk menetralisir toksin yang dihasilkan bakteri. Antitoksin ini hanya efektif terhadap toksin yang belum terikat pada sel-sel tubuh, sehingga pemberiannya harus dilakukan sesegera mungkin. Dosis antitoksin ditentukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan lama gejala yang dialami.
-
Pemberian antibiotik:
Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri penyebab difteri dan mencegah penyebarannya. Jenis antibiotik yang sering digunakan antara lain:
- Penisilin
- Eritromisin
- Azithromycin
Pengobatan antibiotik biasanya dilanjutkan selama 14 hari. Setelah pengobatan selesai, perlu dilakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan bakteri sudah hilang.
-
Perawatan suportif:
Tindakan pendukung lainnya yang mungkin diperlukan meliputi:
- Pemberian oksigen jika pasien mengalami kesulitan bernapas
- Pemasangan selang nasogastrik untuk membantu pemberian nutrisi
- Pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi
- Pemantauan fungsi jantung secara ketat
- Perawatan luka pada kasus difteri kulit
-
Penanganan komplikasi:
Jika terjadi komplikasi, penanganan khusus mungkin diperlukan. Misalnya:
- Pemasangan ventilator jika terjadi gagal napas
- Pemberian obat-obatan untuk mengatasi gangguan irama jantung
- Dialisis jika terjadi gagal ginjal
Setelah pengobatan selesai, pasien difteri perlu menjalani pemeriksaan lanjutan untuk memastikan kesembuhan total. Selain itu, pasien juga perlu mendapatkan vaksinasi difteri setelah pulih untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi di masa depan.
Penting untuk diingat bahwa pengobatan difteri harus dilakukan di bawah pengawasan tenaga medis profesional. Jangan mencoba melakukan pengobatan sendiri di rumah karena dapat berisiko fatal.
Pencegahan Difteri
Pencegahan merupakan langkah terbaik dalam menangani difteri. Berikut adalah beberapa cara efektif untuk mencegah penyakit ini:
-
Vaksinasi:
Imunisasi merupakan cara paling efektif untuk mencegah difteri. Vaksin difteri biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan vaksin lain seperti tetanus dan pertusis (DPT). Jadwal pemberian vaksin difteri di Indonesia adalah sebagai berikut:
- 3 dosis imunisasi dasar DPT-HB-Hib pada usia 2, 3, dan 4 bulan
- 1 dosis imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib pada usia 18 bulan
- 1 dosis imunisasi lanjutan DT (Difteri Tetanus) pada anak kelas 1 SD/sederajat
- 1 dosis imunisasi lanjutan Td (Tetanus difteri) pada anak kelas 2 dan 5 SD/sederajat
Untuk orang dewasa, disarankan mendapatkan booster vaksin Td setiap 10 tahun sekali.
-
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan:
- Rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
- Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar
- Memastikan ventilasi udara yang baik di dalam ruangan
-
Isolasi penderita:
Penderita difteri harus diisolasi untuk mencegah penularan ke orang lain. Isolasi biasanya dilakukan selama 2 minggu atau sampai hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien sudah tidak menularkan bakteri.
-
Pemeriksaan kontak:
Orang-orang yang memiliki kontak erat dengan penderita difteri perlu menjalani pemeriksaan dan mungkin diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah penyebaran penyakit.
-
Edukasi masyarakat:
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya vaksinasi dan gejala-gejala difteri dapat membantu deteksi dini dan pencegahan penyebaran penyakit.
Penting untuk diingat bahwa vaksinasi tidak memberikan perlindungan 100%, namun dapat mengurangi risiko terkena difteri secara signifikan. Jika terkena difteri, orang yang telah divaksinasi cenderung mengalami gejala yang lebih ringan.
Advertisement
Komplikasi Difteri
Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, difteri dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius yang mengancam jiwa. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:
-
Gangguan pernapasan:
Selaput yang terbentuk di tenggorokan dapat menyumbat saluran napas, menyebabkan kesulitan bernapas hingga gagal napas. Dalam kasus yang parah, mungkin diperlukan trakeostomi (pembedahan untuk membuka jalan napas di leher).
-
Miokarditis (peradangan otot jantung):
Toksin difteri dapat merusak otot jantung, menyebabkan peradangan dan gangguan fungsi jantung. Hal ini dapat mengakibatkan aritmia (gangguan irama jantung) atau bahkan gagal jantung.
-
Neuropati (kerusakan saraf):
Toksin difteri dapat menyerang sistem saraf, menyebabkan kelumpuhan yang dapat mempengaruhi kemampuan menelan, pergerakan mata, atau bahkan pernapasan jika menyerang saraf diafragma.
-
Nefritis (peradangan ginjal):
Toksin difteri dapat merusak ginjal, menyebabkan gangguan fungsi ginjal atau bahkan gagal ginjal.
-
Trombositopenia (penurunan jumlah trombosit):
Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang sulit dihentikan.
-
Difteri hipertoksik:
Ini adalah bentuk difteri yang sangat parah dengan tingkat kematian yang tinggi. Gejalanya meliputi demam tinggi, pembengkakan leher yang ekstrem, dan gangguan sistem peredaran darah.
Risiko komplikasi lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa di atas 40 tahun. Selain itu, orang dengan sistem kekebalan yang lemah juga lebih rentan mengalami komplikasi serius.
Penting untuk diingat bahwa komplikasi-komplikasi ini dapat dicegah dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Oleh karena itu, jika Anda mencurigai adanya gejala difteri, segera cari pertolongan medis.
Mitos dan Fakta Seputar Difteri
Terdapat beberapa mitos yang beredar di masyarakat terkait difteri. Mari kita bahas mitos dan fakta seputar penyakit ini:
-
Mitos: Difteri hanya menyerang anak-anak.
Fakta: Meskipun anak-anak memang lebih rentan, difteri dapat menyerang semua kelompok usia. Orang dewasa yang tidak memiliki kekebalan yang cukup juga berisiko terkena difteri.
-
Mitos: Vaksin difteri menyebabkan autisme.
Fakta: Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa vaksin difteri atau vaksin lainnya menyebabkan autisme. Mitos ini berasal dari sebuah penelitian yang telah dibantah dan ditarik kembali.
-
Mitos: Jika sudah divaksin sekali, kita akan kebal seumur hidup terhadap difteri.
Fakta: Kekebalan terhadap difteri dapat menurun seiring waktu. Itulah mengapa dianjurkan untuk mendapatkan booster vaksin setiap 10 tahun sekali pada orang dewasa.
-
Mitos: Difteri dapat disembuhkan hanya dengan obat-obatan herbal atau tradisional.
Fakta: Difteri memerlukan pengobatan medis yang tepat, termasuk pemberian antitoksin dan antibiotik. Pengobatan alternatif tidak dapat menggantikan perawatan medis untuk penyakit serius seperti difteri.
-
Mitos: Difteri sudah tidak ada lagi di zaman modern.
Fakta: Meskipun kasus difteri telah menurun drastis di banyak negara berkat program vaksinasi, penyakit ini masih ada dan dapat menyebabkan wabah, terutama di daerah dengan cakupan vaksinasi rendah.
-
Mitos: Difteri tidak menular.
Fakta: Difteri sangat menular dan dapat menyebar melalui percikan ludah saat batuk atau bersin, serta kontak langsung dengan penderita atau benda yang terkontaminasi.
Penting untuk selalu mencari informasi dari sumber yang terpercaya dan berkonsultasi dengan tenaga medis profesional untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang difteri dan penanganannya.
Advertisement
Kesimpulan
Difteri adalah penyakit infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Meskipun angka kejadiannya telah menurun berkat program vaksinasi, penyakit ini masih menjadi ancaman di banyak negara berkembang. Gejala utama difteri meliputi demam, sakit tenggorokan, dan munculnya selaput abu-abu di tenggorokan.
Pencegahan terbaik untuk difteri adalah melalui vaksinasi yang lengkap dan tepat waktu. Selain itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga berperan penting dalam mencegah penyebaran penyakit ini. Jika dicurigai terkena difteri, penting untuk segera mencari pertolongan medis karena penanganan yang cepat dan tepat dapat mencegah komplikasi serius.
Edukasi masyarakat tentang pentingnya vaksinasi dan pengenalan gejala difteri sangat penting dalam upaya pengendalian penyakit ini. Dengan pemahaman yang benar dan tindakan pencegahan yang tepat, kita dapat bersama-sama mengurangi risiko penyebaran difteri di masyarakat.