Pemerintah Batal Tempuh Arbitrase buat Kuasai Inalum, Kenapa?

Setelah melalui perdebatan alot selama beberapa bulan, pemerintah memastikan batal membawa perbedaan harga akuisisi Inalum.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Okt 2013, 06:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2013, 06:00 WIB
inalum-131018c.jpg
Setelah melalui perdebatan alot selama beberapa bulan, pemerintah memastikan batal membawa perbedaan harga akuisisi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ke jalur arbitrase.

Pasalnya selain sudah menyepakati angka pengambialihan, ada beberapa alasan yang membuat Indonesia berpikir ulang menempuh arbitrase.

Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengakui, berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan disepakati harga mencaplok saham mayoritas Inalum dari tangan PT Nippon Asahan Aluminium (NAA).

"Angkanya kurang dari atau maksimal US$ 558 juta. Tapi kami upayakan di bawah itu dan tidak boleh lebih," kata dia usai Rakor Inalum di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (21/10/2013) malam.

Dia membantah kesepakatan nilai tersebut bukan merupakan nilai tengah antara perbedaan nilai buku BPKP yang sebesar US$ 424 juta dan pihak Jepang US$ 626 juta.

"Bukan nilai tengah, itu angka yang dulu kita pernah membicarakan karena itu salah satu opsinya. Jadi dulu ada beberapa opsi, yakni US$ 424 juta, US$ 558 juta dan US$ 626 juta tapi dengan beberapa kondisi. Akhirnya keputusannya US$ 558 juta," tambah dia.

Dengan kesepakatan tersebut, Hidayat memastikan tidak akan membawa akuisisi Inalum ke proses arbitrase. "Dengan angka itu, tidak ada arbitrase, tapi saya akan ke DPR besok," ujarnya.

Alasan pemerintah tidak menempuh jalur arbitrase, dia mengatakan, supaya lebih simpel karena tahapan ini membutuhkan penyelesaian selama bertahun-tahun.

"Sesuai pengalaman, arbitrase itu bisa memakan waktu tiga sampai lima tahun, meskipun fisik bisa kami terima proyeknya. Tapi masih menunggu keputusan terakhir," sambung dia.

Hidayat menambahkan, pemerintah tengah menjalin komunikasi dengan Jepang terkait keputusan hasil rapat tersebut. "Untuk melakukan take over perusahaan yang sudah berjalan 30 tahun tidak langsung sekali jadi. Banyak hal yang harus dirundingkan. Masalahnya tidak besar tapi harus diselesaikan," pungkasnya.(Fik/Nur)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya