Kenaikan BI Rate Tak Bisa Selesaikan Masalah Defisit?

Pengusaha menilai kenaikan suku bunga acuan/BI Rate sebesar 25 basis poin tidak berdampak terhadap perbaikan neraca perdagangan Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Nov 2013, 11:38 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2013, 11:38 WIB
sofjan-wanandi-130824b.jpg

Kebijakan Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI rate dari 7,25% menjadi 7,50% beberapa waktu lalu dinilai tidak tepat. Hal itu dinilai tidak bisa memperbaiki neraca perdagangan Indonesia yang tengah mengalami defisit.

"Ini tidak pernah bisa selesaikan masalah dari pada trade balance kita melalui monetary watch, menaik-naikan bunga tidak akan menyelesaikan soal. Yang paling penting riil sektor itu harus terus jalan," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi di Jakarta, seperti ditulis Jumat (22/11/2013).

Menurut Sofjan, kenaikan BI rate akan berdampak pada kenaikan inflasi.  "Sebab kalau dengan menaikan bunga nanti inflasi naik lagi. Dengan tight money policy bisa jadi bunga naik di atas 10%. Saya pikir akan berbahaya buat kita kalau ini monetary saja," lanjutnya.

Dia menjelaskan, permasalahan perekonomian Indonesia lebih kepada pertumbuhan sektor riil yang mengalami perlambatan, sehingga tidak ada keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan produk terutama pada sektor migas.

"Masalah kita ini kan riil sektor, masalah suplai dan permintaan terutama minyak. Ini yang harus kita selesaikan dari pada kita naik-naikan bunga saja, ekonomi kita nanti engga tumbuh," kata Sofjan.

Sofjan juga menganggap dengan kebijakan menaikan BI rate ini malah akan memberatkan tumbuhnya dunia usaha, sehingga mempersulit pengusaha lokal khususnya berskala kecil untuk berkembang.

"Saya tidak terlalu setuju bunga-bunga ini terus dinaikkan. Ini sudah cukup. Kalau tidak kita enggak bisa bersaing lagi. Di dalam negeri juga tambah susah," tandasnya. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya