Tiga Faktor Pembuat Ekonomi Dunia Bergantung pada AS

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, AS membawa pengaruh luar biasa bagi negara maju lain maupun negara berkembang.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Nov 2013, 14:49 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2013, 14:49 WIB
ekonomi-dunia-131028b.jpg
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Amerika Serikat (AS) membawa pengaruh luar biasa bagi negara maju lain maupun negara-negara berkembang. Negeri Adidaya tersebut diakui memiliki tiga hal yang membuat ketergantungan dunia pada AS begitu besar.

"Tiga hal yang menjamin keselamatan ekonomi dunia yakni ekonomi AS, treasury AS, dan mata uang dolar AS," jelas Wakil Menteri Keuangan II, Bambang Brodjonegoro di Subang, Jawa Barat, Minggu (24/11/2013).

Selain dolar AS, Bambang menilai tak ada mata uang dari negara lain yang mampu mengalahkan AS. Bahkan negara-negara Eropa yang meneluarkan mata uang Euro, belum mampu mengalahkan wibawa dolar AS. "Apalagi mata uang Yen (Jepang) dan Australia Dolar," tambahnya.

Di bidang ekonomi, kebijakan yang dibuat Negeri Paman Sam harus diakui memberikan pengaruhbesar ada perekonomi dunia. Termasuk kala pemerintah AS mengeluarkan kebijakan quantitative easing (QE) yang diluncurkan pertama kali pada 2009. Kebijakan ini membuat aliran dana ke negara berkembang meningkat.

"Kita bahkan menikmati kondisi ekonomi terbaik karena peran dari QE tersebut. Jadi kita harus berterima kasih kepada Bernanke (Gubernur The Fed) yang mengeluarkan QE," terangnya.

Dengan kondisi sulit yang dialami AS, bank sentral AS terpaksa harus menarik stimulusnya dari negara-negara berkembang. Kebijakan ini tentu menguntungkan bagi AS setelah bertahun-tahun kebijakan QE telah membahagiakan negara lain.

"Sekarang kondisi ekonominya lagi negatif, makanya mereka mau lakukan tapering off. Dan kita pasti akan kena dampaknya, tapi jangan sampai kita kolaps," ucap dia.

Bambang mengimbau agar Indonesia tidak terlena dengan perekonomian yang tinggi. Menurutnya, penting menjaga stabilitas ekonomi supaya kondisi kolaps tidak terulang kembali seperti kejadian 2008-2009 saat negara ini dilanda badai krisis keuangan. (Fik/Shd)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya