Kawasan Afrika Subsahara adalah daerah yang sangat potensial bagi bisnis pangan dan pertanian. Apalagi saat ini Afrika memasuki era baru dalam pertumbuhan ekonomi dan kestabilan politik sehingga memberikan peluang bisnis bagi perusahaan Indonesia dan global.
Sierk Plaat, Rabobank International Senior Analyst Africa, Food and Agribusiness Research and Advisory mengidentifikasi ada empat zona peluang investasi pangan dan pertanian di Afrika bagi perusahaan global.
Mengutip dari keterangan yang diterbitkan, Rabu (4/12/2013), Zona pertama adalah zona peningkatan produksi secara inklusif. Maksudnya, dalam zona ini peluang bisnis yang ada adalah dengan ikut meningkatkan produksi dari ladang pertanian yang ada, serta melebarkan operasional yang memungkinkan.
Zona kedua adalah peluang membangun rantai pasok yang memiliki nilai tambah. Dalam zona ini perlu diperhatikan pentingnya membagi resiko dan keuntungan sepanjang rantai pasokan.
Lalu memantapkan proses utama dan mendekatkan sedekat mungkin rantai pasokan dengan pusat produksi. Peluang ini muncul lantaran agribisnis di Afrika belum banyak berkembang, dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi masih kecil, dibanding dunia.
Zona ketiga adalah peluang menjadikan perusahaan kompetitif secara regional dan global. Peluang ini muncul karena masih buruknya rantai pasok di Afrika. Dengan mengisi kekosongan rantai pasok, termasuk dalam upaya ekspor, maka perusahaan akan berpeluang menjadi kompetitif secara regional dan global.
Zona keempat adalah peluang memenuhi kebutuhan konsumer Afrika. Kebutuhan pangan orang Afrika terus berkembang sejalan dengan pertambahan penduduknya.
Perusahaan multinasional seperti Unilever, Nestle, Coca Cola, SA Miller dan banyak yang lain tetap bertahan di Afrika lantaran peluang bisnis untuk memenuhi kebutuhan konsumen Afrika yang terus berkembang.
Nestle misalnya, kendati penjualannya di Afrika hanya 3% dari total penjualannya di dunia, tetapi investasinya pada 2011 dan 2012 telah mencapai US$ 1 miliar.
Jumlah ini sama dengan 20% dari total belanja modal mereka di seluruh dunia. Mereka memiliki 29 pabrik di benua ini, dengan total penjualan US$ 4 miliar. Adapun SAB Miller telah menganggarkan US$ 2,5 miliar selama lima tahun ke depan untuk memperkuat bisnis mereka di Afrika.
Direktur Perbankan dan Korporasi dan Investasi Rabobank Indonesia, Eri Budiono, sependapat dengan Plaat. Menurut dia, Afrika memang memiliki zona-zona peluang bagi perusahaan-perusahaan Indonesia baik untuk memenuhi permintaan konsumen Afrika maupun membangun rantai pasok.
“Kami berharap, konferensi yang kami adakan memberikan informasi peluang bisnis bagi nasabah kami, dan membantu meningkatkan ekspor Indonesia ke Afrika,” tuturnya. (Ahm)
Sierk Plaat, Rabobank International Senior Analyst Africa, Food and Agribusiness Research and Advisory mengidentifikasi ada empat zona peluang investasi pangan dan pertanian di Afrika bagi perusahaan global.
Mengutip dari keterangan yang diterbitkan, Rabu (4/12/2013), Zona pertama adalah zona peningkatan produksi secara inklusif. Maksudnya, dalam zona ini peluang bisnis yang ada adalah dengan ikut meningkatkan produksi dari ladang pertanian yang ada, serta melebarkan operasional yang memungkinkan.
Zona kedua adalah peluang membangun rantai pasok yang memiliki nilai tambah. Dalam zona ini perlu diperhatikan pentingnya membagi resiko dan keuntungan sepanjang rantai pasokan.
Lalu memantapkan proses utama dan mendekatkan sedekat mungkin rantai pasokan dengan pusat produksi. Peluang ini muncul lantaran agribisnis di Afrika belum banyak berkembang, dan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi masih kecil, dibanding dunia.
Zona ketiga adalah peluang menjadikan perusahaan kompetitif secara regional dan global. Peluang ini muncul karena masih buruknya rantai pasok di Afrika. Dengan mengisi kekosongan rantai pasok, termasuk dalam upaya ekspor, maka perusahaan akan berpeluang menjadi kompetitif secara regional dan global.
Zona keempat adalah peluang memenuhi kebutuhan konsumer Afrika. Kebutuhan pangan orang Afrika terus berkembang sejalan dengan pertambahan penduduknya.
Perusahaan multinasional seperti Unilever, Nestle, Coca Cola, SA Miller dan banyak yang lain tetap bertahan di Afrika lantaran peluang bisnis untuk memenuhi kebutuhan konsumen Afrika yang terus berkembang.
Nestle misalnya, kendati penjualannya di Afrika hanya 3% dari total penjualannya di dunia, tetapi investasinya pada 2011 dan 2012 telah mencapai US$ 1 miliar.
Jumlah ini sama dengan 20% dari total belanja modal mereka di seluruh dunia. Mereka memiliki 29 pabrik di benua ini, dengan total penjualan US$ 4 miliar. Adapun SAB Miller telah menganggarkan US$ 2,5 miliar selama lima tahun ke depan untuk memperkuat bisnis mereka di Afrika.
Direktur Perbankan dan Korporasi dan Investasi Rabobank Indonesia, Eri Budiono, sependapat dengan Plaat. Menurut dia, Afrika memang memiliki zona-zona peluang bagi perusahaan-perusahaan Indonesia baik untuk memenuhi permintaan konsumen Afrika maupun membangun rantai pasok.
“Kami berharap, konferensi yang kami adakan memberikan informasi peluang bisnis bagi nasabah kami, dan membantu meningkatkan ekspor Indonesia ke Afrika,” tuturnya. (Ahm)