Lebih dari 700 pakar ekonomi dunia mengungkapkan, selisih pendapatan antara penduduk kaya dan miskin akan menjadi risiko terbesar yang dapat menyebabkan gangguan perekonomian global serius dalam satu dekade ke depan. Selain itu, terdapat 31 risiko lain yang akan menerpa perekonomian global selama 10 tahun ke depan.
Dikutip dari laporan resmi, World Economic Forum, Jumat (17/1/2014), jika benar terjadi, 31 risiko tersebut dapat berdampak negatif pada sejumlah industri di seluruh dunia.
Seluruh risiko tersebut dibagi ke dalam lima klasifikasi bidang yaitu, ekonomi, lingkungan, geopolitik, sosial dan teknologi.
Selain kesenjangan pendapatan antara penduduk kaya dan miskin, risiko berikutnya uang akan menerpa perekonomian global adalah cuaca ekstrim di berbagai negara.
Akibatnya, terjadi keterkejutan sistemik berskala global yang disusul dengan peningkatan angka pengangguran dan perubahaan iklim.
Dalam laporan yang bertajuk `Global Risks 2014`, krisis fiskal diyakini para ahli dapat berdampak sangat besar pada sistem perekonomian negara dalam 10 tahun ke depan.
Risiko ekonomi tersebut diikuti dengan dua ancaman yang datang dari segi lingkungan yaitu, perubahan iklim dan krisis air.
Setelah itu, berbagai infrastruktur dapat terganggu dan berpotensi menganggu sistem teknologi. Hasilnya, tingkat pengangguran di berbagai penjuru dunia meningkat.
"Setiap risiko dalam laporan tersebut berpotensi menghancurkan perekonomian berskala global. Terlebih lagi, berbagai gabungan ancaraman dari faktor lingkungan dapat memberikan pengaruh yang sangat besar," ungkap Chief Economist World Economic Forum, Jennifer Blanke.
Menurut dia, penting bagi para pemegang kewenangan di sejumlah negara untuk mengatasi berbagai ancaman global yang berpotensi mengganggu pergerakan ekonomi dunia.
Sementara itu, Chief Risk Officer Swiss Re, David Cole mengatakan generasi muda saat ini menghadapi pergulatan ekonomi yang besar.
"Saat ini karena krisis finansial dan globalisasi, generasi muda di sejumlah negara kesulitan memperoleh peluang pekerjaan baru. Sementara itu, negara-negara berkembang harus lebih banyak menambah lowongan pekerjaan untuk para generasi muda," tandasnya. (Sis/Nrm)