Bank-bank Eropa sejauh ini telah meminjamkan lebih dari US$ 3 triliun atau Rp 36.540 triliun (kurs: Rp 12.180 per dolar AS) ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Alhasil, jika masalah-masalah perekonomian terus menimpa Indonesia dan India, keuangan di Standard Chartered dan HSBC sudah pasti mengalami gangguan.
Seperti dikutip dari Business Insider, Rabu (5/2/2014), dana yang dipinjamkan bank-bank Eropa tercatat empat kali lipat lebih tinggi dari yang diberikan Amerika Serikat (AS). Tingginya pinjaman tersebut membuat bank-bank Eropa itu terancam mengalami risiko besar jika kekacauan pasar keuangan di negara-negara berkembang seperti, Turki, Brasil, India, Afrika Selatan dan Indonesia semakin parah.
Menurut para analis, risiko paling akut akan diderita enam bank Eropa yaitu BBVA, Erste Bank, HSBC, Santander, Standard Chartered, dan UniCredit.
Meski begitu, keseluruhan pinjaman yang terlalu besar dapat berdampak pada industri perbankan secara keseluruhan saat Bank Sentral Eropa melakukan pemeriksaan mendala.
"Kami rasa, keterpurukan negara-negara berkembang akan menjadi perhatian nyata kami sepanjang 2014. Saat volatilitas mata uang dikombinasikan dengan perlambatan pendapatan dan meningkatnya utang, kami melihat adanya ancaman bagi bank-bank Eropa," ungkap analis Deutsche Bank, Matt Spick.
Para analis di Deutshe Bank menyebutkan, gabungan dari enam bank di Eropa telah menggelontorkan dana pinjaman sebesar US$ 1,7 triliun.
Dalam beberapa minggu terakhir, mata uang di negara berkembang kian melemah seiring dengan pertumbuhan ekonomi China dan penarikan stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). Itu lantaran para investor ramai-ramai melakukan aksi jual guna mengantisipasi meningkatnya suku bunga acuan AS.
Negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, India, Brasil, Turki dan Afrika Selatan harus terus berupaya melindungi nilai tukar mata uangnya. Krisis yang terjadi di negara-negara berkembang jelas dapat menghantam stabilitas bank-bank Eropa.
Setiap bank di Eropa memberikan pinjaman yang beragam bagi negara-negara berkembang tersebut. Namun jika masalah-masalah perekonomian terus menimpa Indonesia dan India, keuangan Standard Chartered dan HSBC akan terganggu. (Fik/Ndw)
Seperti dikutip dari Business Insider, Rabu (5/2/2014), dana yang dipinjamkan bank-bank Eropa tercatat empat kali lipat lebih tinggi dari yang diberikan Amerika Serikat (AS). Tingginya pinjaman tersebut membuat bank-bank Eropa itu terancam mengalami risiko besar jika kekacauan pasar keuangan di negara-negara berkembang seperti, Turki, Brasil, India, Afrika Selatan dan Indonesia semakin parah.
Menurut para analis, risiko paling akut akan diderita enam bank Eropa yaitu BBVA, Erste Bank, HSBC, Santander, Standard Chartered, dan UniCredit.
Meski begitu, keseluruhan pinjaman yang terlalu besar dapat berdampak pada industri perbankan secara keseluruhan saat Bank Sentral Eropa melakukan pemeriksaan mendala.
"Kami rasa, keterpurukan negara-negara berkembang akan menjadi perhatian nyata kami sepanjang 2014. Saat volatilitas mata uang dikombinasikan dengan perlambatan pendapatan dan meningkatnya utang, kami melihat adanya ancaman bagi bank-bank Eropa," ungkap analis Deutsche Bank, Matt Spick.
Para analis di Deutshe Bank menyebutkan, gabungan dari enam bank di Eropa telah menggelontorkan dana pinjaman sebesar US$ 1,7 triliun.
Dalam beberapa minggu terakhir, mata uang di negara berkembang kian melemah seiring dengan pertumbuhan ekonomi China dan penarikan stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). Itu lantaran para investor ramai-ramai melakukan aksi jual guna mengantisipasi meningkatnya suku bunga acuan AS.
Negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, India, Brasil, Turki dan Afrika Selatan harus terus berupaya melindungi nilai tukar mata uangnya. Krisis yang terjadi di negara-negara berkembang jelas dapat menghantam stabilitas bank-bank Eropa.
Setiap bank di Eropa memberikan pinjaman yang beragam bagi negara-negara berkembang tersebut. Namun jika masalah-masalah perekonomian terus menimpa Indonesia dan India, keuangan Standard Chartered dan HSBC akan terganggu. (Fik/Ndw)