Swasta Bangun Pelatihan SDM, Pemerintah Beri Insentif Pajak

Pemerintah mengharapkan sektor swasta dapat terlibat untuk pengembangan Balai Latihan Kerja (BLK).

oleh Septian Deny diperbarui 06 Feb 2014, 17:53 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2014, 17:53 WIB
menkeu-chatib-131227c.jpg
Banyak persoalan pada Balai Latihan Kerja (BLK) sehingga tidak mampu melatih masyarakat usia produktif untuk memiliki keterampilan yang siap bekerja. Hal itu membuat pemerintah berkeinginan agar pelatihan bagi pekerja ini dilakukan oleh perusahaan.

Menteri Keuangan, Chatib Basri mengatakan, selama ini banyak pemerintah daerah yang mengeluhkan persoalan dana untuk menjalankan BLK sehingga banyak BLK terutama di daerah tidak berjalan dengan baik.

"Ini karena pemda banyak mengeluh soal dana yang terbatas. Tapi tidak semua BLK seperti ini, di Jakarta beberapa kota besar relatif lebih baik, tetapi di Kabupaten kualitasnya rendah," ujar Chatib di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (6/1/2014).

Oleh karena itu, menurut Chatib, Kemenkeu berkeinginan agar pelatihan bagi tenaga kerja ini dilakukan oleh sektor swasta, sehingga hasil pelatihan dapat sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.

"Kalau selama ini belum bisa dilakukan secara maksimal oleh pemerintah, maka kami coba pihak swasta dengan begitu bisa memperpendek peningkatan human capital. Kalau kita tidak tingkatkan  maka produktifitas tidak akan meningkat. Itu adalah kunci untuk menghindari isu middle income trap," lanjutnya.

Untuk menarik minat perusahaan agar mau membuka program pelatihan bagi pekerjanya, maka bisa dilakukan dengan memberikan potongan pajak berganda atau tax deductible. Namun hal tersebut belum bisa terlaksana hingga saat ini.

"Tetapi ini belum keluar karena ketentuan umum pajak kita yang menyatakan bahwa untuk memberi insentif itu agak terbatas kecuali tax allowance, yang jadi pertanyaan selalu format legalnya," jelas Chatib.

Chatib juga menyatakan, secara realistis apa yang dibutuhkan oleh perusahaan saat ini memang lebih kepada tenaga kerja yang memiliki keterampilan.

"Kita harus realistis, yang ideal memang pendidikan formal, tetapi tidak semua orang harus masuk universitas. Yang didorong juga pendidikan yang sifatnya kejuruan, seperti di Jerman dan Swiss itu pendidikan yang sifatnya praktek yang diutamakan," kata Chatib.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan II Bambang Brodjonegoro mengakui, untuk tax deduction sendiri memang sudah ada tetapi masih terbatas pada beberapa bidang, sehingga perlu diperluas terutama untuk kebutuhan pelatihan.

 Dengan demikian diharapkan perusahaan-perusahaan asing mau menempatkan lembaga pelatihannya di Indonesia.

"Kami ingin perusahaan-perusahaan itu R&D-nya (research and development) bukan di luar negeri tetapi di Indonesia. Saya mau lihat dulu mana bidang-bidang yang bisa didorong, ini tidak perlu UU (Undang-Undang), PMK (Peraturan Menteri Keuangan) juga sudah cukup, kalau UU lama dong," tutur Bambang. (Dny/Ahm)


Baca juga:

Indonesia Tak Mau Bernasib Seperti Afrika Selatan

Jebakan Kelas Menengah Hantui Negara Merdeka 150 Tahun

Kelas Menengah RI Lambat Naik Kelas Dibandingkan Malaysia




POPULER

Berita Terkini Selengkapnya