[KOLOM] Ketika La Beneamata Memesona Pada 4 Laga Pertama Serie A

Sampai dengan giornata ke-4, La Beneamata bertengger di peringkat pertama klasemen sementara Serie-A musim 2015-2016.

oleh Liputan6 diperbarui 22 Sep 2015, 19:12 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2015, 19:12 WIB
Hanif Marjuni
KOLOM Hanif Marjuni

Liputan6.com, Jakarta - Inter Milan come back. Tim didikan Roberto Mancini tersebut sukses menunjukkan performa apiknya pada awal musim 2015-2016. Sampai dengan giornata ke-4, La Beneamata bertengger di peringkat pertama klasemen sementara Serie-A musim 2015-2016.

Untuk sementara, hasil itu terhitung memuaskan karena unggul atas tim-tim kuat Serie-A lainnya. Mauro Icardi dkk jauh meninggalkan sang juara bertahan, Juventus yang terpuruk di peringkat 10, AS Roma (peringkat ke-5), AC Milan (peringkat ke-9), Napoli (peringkat ke-11), dan Lazio (peringkat ke-10).

Menariknya lagi, torehan Inter di awal musim tersebut masih dibumbui dengan catatan lain yang tak kalah mentereng. Klub yang sudah mengoleksi 18 gelar scudetto itu tercatat sebagai satu-satunya kontestan Serie-A – hingga giornata ke-4 –  yang selalu mendulang kemenangan. Mereka belum sekali pun menelan kekalahan!

Bandingkan catatan kemenangan tersebut dengan tim lain. Misalnya dengan kontestan di peringkat kedua, Torino yang membukukan tiga kemenangan dan sekali imbang atau Fiorentina di peringkat ketiga yang telah mengantongi tiga kemenangan dan baru sekali keok.

Sementara itu, hasil apik Inter pada awal musim ini, ternyata juga terhitung yang paling elok selama lima musim terakhir berkiprah di Serie-A. Sebagai perbandingan, musim 2014-2015, Inter mengumpulkan dua kemenangan dan dua kali imbang pada empat pertandingan pertamanya. Lalu, pada musim 2013-2014 mengumpulkan tiga menang dan sekali imbang dalam perbandingan pekan yang sama.

Lebih dari itu, cacatan meyakinkan musim ini juga terbilang lebih bagus jika dibandingkan dengan hasil empat pekan pertama kala La Beneamata meraih scudetto beruntun pada musim 2005-2006, 2006-2007, 2007-2008, dan 2009-2010.

Pada empat musim tersebut, Inter memang sama-sama mudah mendulang tiga poin. Hanya saja, masih diselipi dengan hasil imbang atau sempat takluk pada empat pekan pertama awal musim.

Musim 2005-2006 contohnya. Pada empat pertandingan pembuka, Inter yang ketika itu sudah dilatih Roberto Mancini, mengumpulkan tiga kemenangan dan sekali kalah. Musim itu, Javier Zanetti dkk menang atas Treviso, Lecce, dan Chievo. Namun mereka kalah ketika melawat ke kandang Palermo pada giornata ke-2.

Musim berikutnya, 2006-2007 merangkai hasil yang lebih baik lagi. Hingga giornata ke-4, sukses meraih tiga kemenangan dan sekali imbang. Tiga kemenangan itu diraup usai menjungkalkan AS Roma, Fiorentina, Chievo. Sementara hasil imbang didapatkan saat melawat ke kandang Sampdoria.

Hampir sama dengan dua musim berikutnya. Hasil positif pada empat laga awal musim, seolah-olah telah menjadi DNA bagi tim yang sudah mengumpulkan tiga gelar juara di Piala/Liga Champions tersebut.

Ekstra Waspada

Chievo Verona vs Inter Milan
Pemain Inter merayakan kemenangan atas Chievo dalam lanjutan Serie A Italia di Stadion Marc Antonio Bentegodi, Verona, Minggu (20/9/2015). (EPA/Filippo Venezia)

Ketika mengamati fakta di atas, menjadi hal yang lumrah jika banyak yang menyebut Inter bisa merebut scudetto musim ini. Alasannya, Mauro Icardi dkk telah berada dalam trek yang benar. Lain itu, penampilannya jauh menjanjikan.

Asumsi itu tak salah. Tapi tunggu dulu, sob. Kompetisi Serie-A masih bergulir panjang, menyisakan 34 pekan. Itu artinya semua kemungkinan bisa terjadi.

Banyak sebab yang membuat La Beneamata gagal juara. Misalnya, dalam perjalanannya nanti, banyak pemain inti yang bergantian berada di meja perawatan atau performa kompetitor yang tiba-tiba meroket. Ingat, Juventus sudah mendulang kemenangan setelah tiga laga sebelumnya mengecewakan. Lalu, AS Roma mulai menunjukkan tren positif dengan semakin padunya beberapa muka anyar yang didatangkan musim ini.

Dalam hal ini, allenatore Roberto Mancini rasanya wajib waspada dan belajar banyak dari musim kompetisi 2010-2011. Kala itu, pada empat pekan awal, tim yang berdiri sejak 9 Maret 1908 itu tak terkalahkan dan bertengger di puncak klasemen sementara. Inter yang ketika itu diracik oleh Rafael Benitez, meraih hasil imbang 0-0 versus Bologna pada giornata 1 dan menang atas Udinese, Palermo dan Bari pada tiga pekan berikutnya.

Akan tetapi, perjalanan Inter justru kurang mulus pada periode berikutnya. Pada pekan ke-6 musim 2010-2011 itu, La Beneamata merosot ke peringkat kedua gara-gara keok 0-1 dari AS Roma pada giornata ke-5 dan imbang 0-0 kontra Juventus pada enam hari kemudian.

Apesnya, posisi runner-up tersebut bertahan hingga akhir musim. Dengan kata lain, gelar juara La Beneamata yang digenggam selama empat musim berurutan, harus rela diberikan kepada saudara sekota; AC Milan.

Jika dicermati, sejatinya tak ada yang kurang dengan materi pemain Inter musim 2010-2011 tersebut. Mereka masih mempertahankan pilar-pilar utama peraih treble winner musim 2009-2010. Nama-nama seperti Esteban Cambiasso, Dejan Stankovic, Wesley Sneijder, Samuel Eto’o, Diego Milito, Lucio, Maicon, Javier Zanetti, dan Walter Samuel, masih dipertahankan.

Lalu apa yang membuat I Nerazzurri gagal juara pada musim 2010-2011? Persoalannya sederhana. Faktor motivasi dan konsentrasi tim yang tak konsisten. Itu saja.

Belajar dari pengalaman pahit Inter musim 2010-2011 tersebut, tuntutan ekstra waspada pada musim ini, bukanlah hal yang berlebihan. Patut diketahui, raihan empat kemenangan beruntun dan status capolista awal musim 2015-2016, tak disertai dengan catatan yang mengagumkan.

Maksudnya begini. Meski selalu menang, hasil akhirnya tak ‘bombastis.’ Tiga kemenangan hanya berakhir dengan skor tipis 1-0. Tepatnya kala melumat Atalanta, AC Milan, dan Chievo. Kemudian unggul 2-1 ketika melawat ke kandang tim promosi, Carpi.

Itu artinya lini depan Inter belum meyakinkan. Sampai dengan pekan ke-4, produktivitas  I Nerazzurri baru bisa melesakkan lima gol. Statistik itu masih kalah dibandingkan torehan gol Torino, Sassuolo, AS Roma, Sampdoria, Palermo, Napoli, Atalanta, AC Milan, dan Empoli.

Khusus soal ketajaman tim, allenatore Roberto Mancini memang telah membuat putusan hebat dengan mendatangkan pemain-pemain baru yang pas dengan kebutuhan tim. Stevan Jovetic, Adem Ljajic, dan Ivan Perisic, telah memberikan warna yang berbeda saat tim harus tampil menyerang.

Jovetic yang sudah lama mengenal kultur Serie-A bersama Fiorentina, seolah-olah memberikan jaminan yang berbeda di lini depan. Dia sudah mengoleksi tiga gol. Tapi mengandalkan bomber berumur 25 tahun itu saja belum cukup. Cepat atau lambat, karakter permainan Jovetic akan mudah dipahami bek-bek kontestan Serie-A yang rata-rata berteknik tinggi dan tanpa kompromi.

Terlepas dari belum maksimalnya ketajaman tim, fakta berbeda justru ditunjukkan pada solidnya pertahanan. Sejauh ini, Inter tercatat sebagai tim yang paling solid lini pertahanannya. Hingga giornata ke-4, mereka baru kebobolan satu gol. Berbeda dengan Torino yang sudah kemasukan empat gol, atau Lazio yang sudah kebobolan 10 gol!

Khusus catatan paling sedikit kebobolan inilah yang sepertinya harus dipertahankan Mancini. Itu dikarenakan dalam sejarah gelar juara Serie-A, tim yang paling sedikit kebobolan kerap menjadi juara pada akhir musim. Bukti sahih telah ditunjukkan Juventus dalam dua musim terakhir. I Bianconeri hanya kebobolan 24 gol pada musim 2014-2015 dan cuma kemasukan 23 gol pada musim sebelumnya.

Hanif Marjuni
Pemerhati Sepak Bola

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya