Kisah Neymar (3): Ekspor Terbaik Santos untuk Eropa

Neymar tinggalkan Santos untuk membela Barcelona tahun 2013.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 04 Agu 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2017, 15:00 WIB
Neymar merupakan produk akademi Santos. (AFP/Yasuyoshi Chiba)
Neymar merupakan produk akademi Santos. (AFP/Yasuyoshi Chiba)

Liputan6.com, Paris - Status Neymar sebagai pemain termahal dunia kemudian memunculkan pertanyaan. Apakah angka besar tersebut lekas menjadikannya pemain ekspor terbaik Brasil?

Sulit menjawab pertanyaan itu. Karier Neymar masih panjang karena ia baru berusia 25 tahun. Jika disiplin menjaga tubuh, dia bisa bermain di level tertingi Eropa dalam satu dekade mendatang.

Untuk saat ini, dia belum memenangkan penghargaan pribadi prestisius. Neymar belum mencapai level sama seperti Rivaldo (1999), Ronaldo (2002), Ronaldinho (2005), atau Kaka (2007) yang pernah memenangkan Ballon d'Or.

Bicara koleksi titel kolektif, Neymar juga tertinggal di belakang rekan barunya di Paris Saint-Germain (PSG), Dani Alves. Sejak tiba di Sevilla dari Bahia tahun 2002, Alves sudah 31 kali mengangkat trofi.

Sosok berusia 34 tahun itu bahkan langsung mempersembahkan gelar tidak lama setelah mendarat di Parc des Princes. Tidak tanggung-tanggung, Alves mencetak gol dan assist untuk membantu PSG mengalahkan AS Monaco 2-1 pada perebutan Piala Super Prancis.

Neymar sendiri baru delapan kali membantu Barcelona juara dalam kurun empat musim berkarya di Camp Nou. Penghargaan terbaiknya adalah Liga Champions 2014/2015.

Paling Sukses dari Santos

Jawaban pasti tentang status Neymar adalah posisi dirinya sebagai pemain terbaik asal Santos yang menjajal Eropa. Capaiannya jauh melampaui nama-nama seperti Robinho, Elano, atau Ganso.

Sebelum Neymar, Robinho adalah penyerang harapan Brasil yang diprediksi bakal menyumbang banyak gol. Namun, kariernya berjalan stagnan di Real Madrid. Robinho lalu melakukan blunder dengan pindah ke Manchester City.

Kepindahannya ke raksasa Italia, AC Milan, juga tidak membantu. Sampai akhirnya Robinho pergi ke Tiongkok dan membela Guangzhou Evergrande. Kini dia membela Atletico Mineiro.

Neymar (kanan) bersama Ganso bersama Santos pada laga Piala Libertadores melawan Velez Sarsfield, Mei 2012. (AFP/Juan Mabromata)

Generasi Robinho, yakni Elano dan Diego Ribas, juga tidak berkembang. Capaian terbaik Elano hadir bersama Shakhtar Donetsk. Sedangkan Diego malang melintang bersama FC Porto, Werder Bremen, Juventus, VfL Wolfsburg, Atletico Madrid, dan Fenerbahce, tanpa mampu mengukuhkan diri sebagai pilihan utama.

Rekan Neymar, Ganso, sebenarnya juga memiliki peluang. Memiliki gaya playmaker klasik, dia diprediksi bisa mengikuti jejak Kaka jika pindah ke Eropa.

Namun, meski sempat dikaitkan dengan beberapa tim besar, salah satunya AC Milan, Ganso justru pindah ke Sao Paulo, satu tahun sebelum Neymar pergi ke Barcelona. Di sana kariernya berjalan di tempat.

Ganso baru menjajal Eropa bersama Sevilla tahun lalu. Kinerjanya pun tidak terlalu baik. Dia hanya bermain 11 kali pada 2016/2017.

Pemain Lain Masa

 

Pele sebenarnya bisa menantang Neymar. Namun, raja sepak bola Negeri Samba itu memilih menghabiskan mayoritas karier di Santos dan tidak pernah ke Eropa.

Kalaupun mengadu nasib di negara lain, Pele memilih berpetualang ke Amerika Serikat. Dia melakukannya untuk membantu Negeri Paman Sam mempromosikan sepak bola pada 1975, ketika sudah berumur 35 tahun.

Pele, bersama New York Cosmos, berhasil mempopulerkan North American Soccer League, dan mendorong kedatangan bintang-bintang Eropa yang menginjak usia pensiun, di antaranya Johan Cruyff, Franz Beckenbauer, hingga George Best.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya