Liputan6.com, Jakarta Tak bisa dimungkiri, kedatangan investor baru yang menyuntikkan dana segar ke sebuah klub membuat harapan baru. Namun, nyatanya cara ini tak 100 persen berhasil.
Selama bertahun-tahun, dunia sepak bola telah menyaksikan betapa banyak miliarder dunia yang mengalihkan bisnisnya ke sepak bola. Dari mulai Roman Abramovich, sampai Sheikh Mansour menjadi contohnya.
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, dua klub di atas boleh dibilang sukses berkat akuisisi itu. Baik Chelsea maupun City kini menjadi tim menakutkan di Inggris maupun Eropa.
Akan tetapi, bagaimana jadinya kalau pembelian klub yang justru berakhir bencana? Lima klub di bawah ini bisa menjadi contoh.
Setelah dibeli, klub tersebut justru hancur. Berikut daftarnya dikutip Sportskeeda:
Bulat Chagaev (Neuchatel Xamax)
Pebisnis Rusia, Bulat Chagaev menyelesaikan pengambilalihan klub Swiss, Neuchatel Xamax pada bulan Mei 2011. Ada banyak harapan soal kedatangan Chagaev ke sana.
Selama di sana, Chagaev memecat empat pelatih dalam empat bulan pertamanya yang bertanggung jawab atas klub tersebut. Selanjutnya, dia juga mengirim seluruh staf administrasi untuk berkemas bersamaan dengan pemberhentian setiap sponsor lokal klub tersebut.
Alhasil, klub menderita secara finansial. Setelah memecat seluruh tim pembinaannya usai timnya takluk 0-2 dari Basel FC pada Juni 2011, Chagaev masuk ke ruang ganti untuk mengancam pemainnya setelah bermain imbang 2-2 dengan klub papan bawah Lausanne Sport.
Pada kesempatan lain, dia juga mengakhiri kontrak kipernya setelah kalah 0-3. Kondisi tidak membaik pada September, Chagaev memutuskan hubungan dengan dua kelompok pendukung terbesar yang memberikan pendapatan penting bagi klub tersebut.
Dengan Neuchatel Xamax bangkrut pada Januari 2012, Chagaev dinyatakan bersalah melakukan penggelapan dan penghindaran pajak. Saat ini, dia menjalani hukuman di penjara karena aksinya itu.
Dalam lima tahun sejak masa Chagaev cabut, Xamax telah menunjukkan perbaikan. Saat ini, mereka bermain di tingkat pertama sepak bola Swiss.
Advertisement
Massimo Cellino (Leeds United)
Ketika GFH Capital melepas saham ke Massimo Cellino pada tahun 2014, penggemar Leeds United berharap untuk mendapatkan era yang lebih cerah. Akan tetapi, pengusaha Italia itu tidak lebih dari mengulangi sejarahnya di klub.
Cellino telah bertanggung jawab atas Cagliari selama 22 tahun. Dalam masa jabatan itu, dia mencatatkan 36 pelatih. Dia juga didakwa dengan masalah penggelapan dana pembangunan stadion Cagliari.
Jelas, Cellino bukanlah pilihan terbaik untuk mengembalikan Leeds ke kejayaan sebelumnya. Namun, GFH Capital sepakat untuk menjual 75% sahamnya ke perusahaan Cellino, Eleonora Sports Ltd pada tahun 2014. Dia menjanjikan promosi ke Liga Inggris, tapi gagal dalam memenuhinya.
Liga melarang dia dari jabatan ketua karena kasus penghindaran pajak yang harus dihadapi di Italia. Pada tahun 2015, Cellino dibersihkan dari segala tuduhan untuk kembali ke posisinya di klub.
Bersama Leeds, Cellino memecat enam manajer dalam kurun waktu dua tahun. Namun, dia akhirnya menjual klub tersebut saat berada dalam utang yang besar kepada Andrea Radrizzani pada Mei 2017.
Ahsan Ali Syed (Racing Santander)
"Kenapa bukan klub kecil di pantai Cantabria?" Itu adalah kata-kata pertama Ahsan Ali Syed, yang menyelesaikan peralihan kepemilikan Racing Santander pada Januari 2011. Segera setelah kesepakatan tersebut, CEO Western Gulf Advisory berjanji kepada para penggemar untuk membawa klub ke dimensi yang mirip Real Madrid dan Barcelona.
Namun, dengan satu-satunya kedatangan Giovanni Dos Santos dari Tottenham yang dipinjamkan tidak cukup bagi Ali untuk memenuhi janjinya. Ironisnya, Racing menghadapi degradasi setelah satu dekade pada papan atas Spanyol di 2012.
Hal-hal mulai lepas kendali, dan menjadi kebalikan dari apa yang diharapkan semua orang. Para pemain tak digaji dan janji yang dibuat untuk mereka tidak terpenuhi karena Ali menghilang setelah dinyatakan bersalah melakukan penipuan jutaan dolar.
Sejak saat itu, klub mengalami gangguan keuangan dan tidak bisa bangkit kembali. Saat ini mereka masih mendekam di Segunda División B, alias strata ketiga dalam piramida sepak bola Spanyol.
Advertisement
Karl Oyston (Blackpool FC)
Banyak yang terkesan setelah Blackpool mendapat promosi mengejutkan ke Premier League pada 2010. Tiga tahun kemudian, Karl Oyston, sang pemilik tiba-tiba menghilang.
Karl Oyston telah berada di kursi panas sejak 1999. Tentu saja, Blackpool sempat sukses ke Premier League dan bermain dalam satu musim.
Namun, beberapa masalah keuangan membuat Karl Oyston jadi public enemy para pendukung Blackpool. Pebisnis Inggris itu menyalahgunakan keuntungan klub ke kantong keluarga pribadinya. Ketika menggunakan uang untuk akuisisi pemain di bursa transfer, dia lebih memilih datangkan yang berstatus free agent tanpa memperhatikan kualitasnya, daripada menghabiskan uang tunai.
Pada bulan Juli 2014, krisis keuangan menjadi titik nadir baginya. Itu setelah 27 pemain meninggalkan klub karena masalah gaji. Namun, itu tak sama sekali mengganggu Oyston yang tetap bersikeras bertahan.
Hubungan Oyston dengan para penggemar memburuk setelah diam-diam memindahkan patung Stan Mortensen, legenda klub dan satu-satunya pemain untuk mencetak hattrick di final Piala FA (1954). Akibatnya, para pendukung melakukan unjuk rasa dengan keras dalam pertandingan melawan Huddersfield pada babak kedua yang sampai memaksa wasit meninggalkan pertandingan.
Venkys (Blackburn Rovers)
Siapa lagi selain Blackburn? Kisah mereka yang jatuh dari titik tertinggi sepak bola Inggris sangat tragis. Blackburn adalah juara Premier League pertama yang bermain di kasta ketiga sepak bola Inggris.
Penurunan mereka dimulai saat Venky's, perusahaan India dari industri perunggasan, membeli 99,9% sahamnya, sehingga menjadi pemilik tunggal klub tersebut.
Blackburn telah menjadi salah satu tim yang ditakuti selama sebelas tahun sebelum pemilik India memutuskan untuk berbelanja secara royal. Terlepas dari janji palsu yang dibuat seperti mencoba menandatangani Ronaldinho, Venkys telah menghancurkan stabilitas klub dengan menunjuk tujuh manajer sejak memimpin
Ironisnya, klub telah terjun bebas alias bangkrut serta terlilit utang lebih dari 100 juta dolar AS. Sangat disayangkan, lantaran Blackburn pernah menghasilkan sejumlah legenda, seperti Alan Shearer dan Chris Sutton. (Eka Setiawan)
Advertisement