Liputan6.com, Manchester - Di bawah asuhan Sir Alex Ferguson, Manchester United (MU) adalah salah satu tim yang paling ditakuti di Eropa. MU kejam dalam menyerang, kokoh di pertahanan, dan punya mental pemenang yang membuatnya memenangkan piala yang tidak terhitung jumlahnya.
Dengan pemain-pemain seperti Cristiano Ronaldo, Ryan Giggs, Wayne Rooney, Paul Scholes, serta Rio Ferdinand, MU memiliki salah satu skuat paling lengkap di dunia.
Advertisement
Baca Juga
Membandingkan skuat MU di era Ferguson dengan saat ini bagaikan siang dan malam. Alih-alih memiliki bek tangguh seperti Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic, Phil Jones dan Chris Smalling justru sangat rentan membuat kesalahan di lini pertahanan.
Di era Ferguson, MU memiliki gelandang seperti Paul Scholes dan Ryan Giggs yang dapat mengendalikan lini tengah. Sementara saat ini, pemain tengah MU seperti Paul Pogba justru tampil tidak konsisten.
Terakhir, alih-alih memiliki pemain sayap yang luar biasa seperti Cristiano Ronaldo, MU kini punya Alexis Sanchez, yang hanya mencetak satu gol sepanjang musim ini. Wajar, jika MU kini bukan lagi menjadi klub yang ditakuti.
Berikut 3 alasan mengapa MU kini tidak lagi menjadi klub yang ditakuti seperti dikutip dari Sportskeeda:
Â
Â
1. Kurangnya Stabilitas di Posisi Manajerial
Manchester United (MU) gagal menemukan pengganti Sir Alex Ferguson yang layak sejak manajer asal Skotlandia pensiun pada 2013. David Moyes dan Louis van Gaal gagal membuat dampak yang signifikan dan meninggalkan klub setelah beberapa musim menyedihkan.
Keputusan manajemen MU mempekerjakan Jose Mourinho jelas merupakan hal yang menarik. Sebab, juru taktik berjuluk The Special One itu sangat sukses di klub-klub sebelumnya, termasuk Chelsea.
Meski menghabiskan banyak uang, Mourinho tidak bisa mendapatkan yang terbaik dari timnya. Kritiknya terhadap pemain MU, terutama kepada Paul Pogba dan Luke Shaw, serta berselisih dengan manajemen, membuatnya dipecat pada Desember 2018.
Penggantinya, Ole Gunnar Solskjaer memulai masa jabatannya sebagai manajer interim dengan cemerlang. Tetapi, performa MU tidak stabil dan mengakhiri musim di posisi enam klasemen Liga Inggris dengan rekor kebobolan 54 gol.
MU perlu mendapatkan manajer kelas dunia, yang tidak hanya dapat bekerja dengan pemain tetapi juga dapat menarik pemain kelas dunia untuk bergabung ke Old Trafford dan bermain untuknya.
Â
Advertisement
2. Kurang kepemimpinan
Untuk menjadi tim yang sukses, dibutuhkan pemimpin. Pemain itu haruslah seseorang yang dihormati di skuat, termasuk oleh manajer dan staf.
Jika melihat skuat era Sir Alex Ferguson, kita dalam melihat sosok pemimpin pada diri Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic. Tapi, kini MU tidak memiliki sosok pemimpin.
Ashley Young mungkin satu-satunya kandidat yang tersedia di skuat MU saat ini. Sayangnya, Young tidak tampil konsisten di sepanjang musim 2018-19.
1. Buruknya Manajemen Kontrak Pemain
Salah satu masalah terbesar MU dalam beberapa tahun terakhir adalah kontrak pemain. Sir Alex Ferguson sangat berhati-hati untuk urusan ini.
Ferguson sangat memikirkan skuat yang dia inginkan. Bahkan para pemain yang ditawari perpanjangan kontrak, banyak yang tidak jangka panjang.
Ryan Giggs, misalnya. Winger asal Wales itu menandatangani perpanjangan kontrak satu tahun di MU pada 2009 saat berusia 35 tahun.
Namun setelah Ferguson pensiun, kebijakan kontrak itu berubah. Tahun lalu, Ashley Young, Chris Smalling, serta Phil Jones mendapat kontrak jangka panjang. Padahal, mereka tampil sangat tidak konsisten sepanjang musim lalu.
Di sisi lain, ada pemain seperti David de Gea, Juan Mata, dan Ander Herrera yang dinilai lebih berhak mendapat perpanjangan kontrak tetapi justru tidak. De Gea, yang merupakan pemain terbaik MU selama beberapa tahun terakhir, belum diberi kontrak baru.
De Gea kini berpotensi meninggalkan Old Trafford dengan status bebas transfer. Jika itu terjadi, maka MU telah membuat satu kesalahan besar dengan membiarkan salah satu kiper terbaik dunia pergi.
MU membutuhkan beberapa bursa transfer yang baik di bawah manajer kelas dunia jika benar-benar ingin menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Jika itu tidak terjadi, ada kemungkinan MU bisa keluar dari enam besar.
Advertisement