Jakarta Ventilator menjadi alat yang dibutuhkan pasien Virus Corona Covid-19. Kebutuhannya cukup meningkat karena alat ini dinilai cukup efektif untuk membantu penyembuhan pasien virus corona. Namun benarkah demikian?
Ventilator sendiri merupakan alat bantu pernapasan yang kini dibutuhkan bagi pasien infeksi virus corona yang sedang dalam kondisi parah. Infeksi virus yang menyerang paru-paru ini dapat menyebabkan pasien kesulitan bernapas. Ketika tubuh kekurangan oksigen, dapat mengancam keselamatan nyawa sang pasien.
Baca Juga
Namun mengutip dari Liputan6.com, dr. Cameron Kyle-Sidell menyebut bahwa ventilator sebenarnya tidak dapat membantu keadaan pasien virus corona menjadi lebih baik. Justru muncul sebuah klaim yang mengatakan bahwa alat itu jauh lebih membahayakan. Hal inipun masih menjadi perdebatan di dunia medis.
Advertisement
Akhirnya tidak semua dokter menggunakan ventilator dan alat medis dasar untuk penanganan pasien virus corona Mengutip dari Time pada Sabtu (25/4/2020) penggunaan ventilator mekanis memiliki risiko. Sehingga kebanyakan dokter hanya memilih opsi ini sebagai pilihan terakhir jika pasien benar-benar tidak mampu bernapas.
Â
Alternatif yang digunakan dokter
Sebagai alternatif, beberapa dokter meminta pasien untuk berbaring di posisi yang berbeda. Memastikan bahwa bagian paru-paru berada pada aerasi yang lebih baik. Sementara dokter lain mencoba memberikan oksida nitrat untuk membantu meningkatkan aliran darah dan oksigen ke bagian paru-paru yang rusak.
Gubernur New York Andrew Cuomo menuturkan pada Associated Pres bahwa pasien virus corona yang menggunakan ventilator hanya dapat bertahan hidup selama 15 hari. Sementara 40-50 persen pasien dengan gangguan sistem pernapasan justru meninggal dalam perawatan menggunakan ventilator. Namun, pemerintah New York menyebut bahwa 80 persen pasien virus corona di kota tersebut meninggal dalam perawatan ventilator.
Tak hanya itu, ventilator diperkirakan dapat merusak tubuh pasien karena tekanan udaya yang tinggi dipaksa masuk ke kantung udara paru-paru pasien.
Masih mengutip dari Associated Press, di China dan Inggris juga mencatat tingginya angka kematian akibat ventilasi. Namun dokter Eddy Fan dari Rumah Sakit Umum Toronto menyebut bahwa bahaya akibat dapat dikurangi jika membatasi jumlah tekanan dan ukuran napas yang diberikan oleh mesin.
Disadur dari Fimela (Vinsensia Dianawanti/Novi Nadya,published 25/4/2020)
Advertisement
Simak video berikut ini
#changemaker