Jakarta- Sepak bola Indonesia telah memasuki periode kompetisi profesional ketika klub-klub era Perserikatan dan Galatama dilebur oleh PSSI dalam satu kompetisi bernama Liga Indonesia yang bergulir sejak 1994. Selama 26 tahun berlangsung hingga saat ini, kompetisi kasta tertinggi sepak bola mengalami dinamika pasang dan surut dengan beragam fakta menarik.
Kompetisi sepak bola Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak 1931, atau satu tahun setelah PSSI resmi terbentuk. Saat itu kompetisi diikuti oleh klub yang sebagian besar masih menggunakan bahasa Belanda hingga pada akhirnya berubah nama menjadi Persija Jakarta, Persis Solo, Persebaya Surabaya, Persib Bandung dan masih banyak yang lain.
Kompetisi Perserikatan itu menjadi liga sepak bola nasional amatir dan menjadi kompetisi liga pertama yang digelar oleh PSSI. Namun, pada 1979, muncul liga semiprofesional yang diberi nama Galatama. Sejak saat itu ada dua kompetisi berjalan beriringan hingga akhirnya PSSI memutuskan untuk melebur kedua kompetisi itu menjadi Liga Indonesia pada 1994.
Advertisement
Dua kompetisi awal Liga Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Liga Dunhill, karena memang merujuk kepada sponsor kompetisi. Setelah itu, kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia itu kerap berganti nama seiring pergantian sponsor, mulai dari Liga Kansas, Liga Bang Mandiri, dan Liga Djarum.
Kemudian PSSI memutuskan untuk menggelar kompetisi yang benar-benar profesional yang diberi nama Liga Super Indonesia atau Indonesia Super League. Dalam perjalanan kompetisi tersebut, Liga Super Indonesia sempat terganggu karena adanya konflik kepengurusan PSSI yang kemudian muncul Liga Primer Indonesia atau Indonesia Premier League.
PSSI juga sempat dibekukan oleh FIFA karena permasalahan kisruh yang akhirnya harus diinternvensi oleh Pemerintah Indonesia lewat Kemenpora. Setelah dibekukan selama kurang lebih satu tahun, pada 2016 FIFA membebaskan Indonesia dari hukuman.
Pada 2017 kompetisi resmi bergulir kembali. Seperti tidak ingin mengulang sejarah yang sudah tercoreng, Ketua PSSI saat itu, Edy Rahmayadi, memutuskan kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia yang baru diberi nama Liga 1 yang berlangsung hingga saat ini.
Dalam perjalanan sejak dinyatakan sebagai kompetisi profesional di Indonesia pada 1994, begitu banyak fakta menarik yang tersaji di Liga Indonesia, terutama dalam hal prestasi klub dan pemain-pemain yang tampil di dalamnya.
Kali ini Bola.com meringkas sejumlah fakta yang mewarnai perjalanan Liga Indonesia dari 1994 hingga menjadi Liga 1 pada saat ini.
Persaingan Selalu Menarik, Persipura Kolektor Gelar Terbanyak
Sejak digelar pada 1994, Liga Indonesia selalu menarik, baik saat masih digelar dengan format dua wilayah, maupun setelah menjadi liga sepenuhnya di era Liga Super Indonesia. Ketika masih di era Perserikatan, Persija Jakarta adalah kolektor gelar juara terbanyak dengan sembilan kali menjadi juara.
Torehan tersebut dilengkapi oleh Macan Kemayoran dengan meraih dua gelar juara lagi setelah era Liga Indonesia dimulai. Bambang Pamungkas adalah saksi hidup kesuksesan Persija meraih dua gelar tambahan tersebut, mulai dari Liga Indonesia 2001 dan Liga 1 2018.
Namun, untuk bicara soal persaingan di era Liga Indonesia hingga saat ini, ada yang lebih baik dari torehan dua gelar juara yang diraih Persija Jakarta.
Klub berjulukan Mutiara Hitam, Persipura Jayapura, sejauh ini berhasil mengoleksi empat trofi juara, antara lain Liga Indonesia 2015, Liga Super Indonesia 2009, 2011, dan 2013.
Persipura Jayapura berhasil menjadi juara Liga Indonesia 2005 di bawah asuhan Rahmad Darmawan. Setelah ditinggalkan RD ke Persija pada 2006, Persipura sempat ditangani oleh beberapa pelatih, antara lain Toni Netto, Mettu Duaramuri, Ivan Kolev, Irfan Bakti Abu Salim, dan Raja Isa.
Baru pada 2008, Jacksen Tiago datang untuk membesut tim berjulukan Mutiara Hitam itu dan langsung menyabet gelar juara pada musim perdananya, 2008-2009. Berada di Persipura hingga 2014, Jacksen mempersembahkan tiga gelar juara Liga Super Indonesia, dengan dua tambahan pada 2011 dan 2013.
Selain Persipura yang sudah mengoleksi empat gelar juara sejak Liga Indonesia 1994, klub lain baru mengoleksi dua gelar juara, seperti Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, Persib Bandung, dan Persik Kediri.
Advertisement
Boaz Solossa 3 Kali Menjadi Pemain Terbaik
Keberhasilan Persipura Jayapura menjadi juara terbanyak di era Liga Indonesia hingga saat ini makin lengkap dengan torehan yang dimiliki oleh pemainnya. Boaz Solossa, pemain paling senior di skuat Persipura saat ini, merupakan saksi hidup keberhasilan Mutiara Hitam empat kali menjadi juara.
Satu hal yang menarik, keberhasilan Persipura meraih tiga gelar juara di era Liga Super Indonesia, tidak lepas dari kontribusi besar Boaz Solossa. Pemain kelahiran Sorong, Jayapura, itu berhasil menjadi pemain terbaik setiap kali Mutiara Hitam menjadi juara di Liga Super Indonesia.
Namun, bukan hanya gelar pemain terbaik yang diraih oleh Boaz Solossa setiap kali Persipura menjadi juara di Liga Super Indonesia 2008-2009, 2010-2011, dan 2013. Pemain jebolan PON 2004 ini juga menjadi top scorer dalam tiga edisi Liga Super Indonesia itu.
Bersama Cristian Gonzales yang bermain di Persik Kediri dan Persib Bandung dalam musim yang sama, Boaz Solossa mengemas 28 gol pada Liga Super Indonesia 2008-2009. Keduanya menjadi top scorer bersama pada saat itu.
Boaz kemudian kembali menjadi top scorer saat Persipura juara lagi pada musim 2010-2011. Kali ini, adik dari Ortizan Solossa itu berhasil mengemas 22 gol. Sementara ketika mengantar Persipura menjadi juara di Liga Super 2013, Boaz mengemas 25 gol untuk menjadi top scorer.
Cristian Gonzales, 4 Kali Jadi Top Scorer
Meski Boaz Solossa mampu tiga kali menjadi top scorer Liga Indonesia, Cristian Gonzales masih mampu meraih prestasi yang lebih baik untuk urusan menjadi pencetak gol terbanyak pada setiap musimnya.
Pemain asal Uruguay yang kini telah menjadi warga negara Indonesia itu tercatat pernah empat kali menjadi top scorer di era Liga Indonesia.
Pemain dengan julukan El Loco itu pertama kali bermain di Indonesia bersama PSM Makassar pada 2003. Kemudian Cristian Gonzales meraih karier terbaiknya bersama Persik Kediri, di mana ia mampu mencetak 102 gol dari 2005 hingga 2008.
Cristian Gonzales kemudian hijrah ke Persib Bandung, Putra Samarinda, Arema FC, Madura United, PSS Sleman, dan kini terdaftar sebagai pemain PSIM Yogyakarta dalam usia 43 tahun.
Pertama kalinya Cristian Gonzales menjadi top scorer Liga Indonesia adalah pada musim pertamanya bersama Persik Kediri, yaitu pada Liga Indonesia 2005, di mana Persipura menjadi juara saat itu. Torehan 25 gol menjadikannya sukses sebagai yang paling tesubur pada musim itu.
Cristian Gonzales kemudian tampil mendominasi sejak saat itu. Bukti konkretnya adalah El Loco mampu menjadi top scorer dalam empat musim berturut-turut, mulai dari 2005 hingga musim 2008-2009, di mana ia berbagi penghargaan dengan Boaz Solossa.
Setelah menorehkan 25 gol pada Liga Indonesia 2005, El Loco makin tajam pada dua musim berikutnya. Cristian Gonzales mencetak 29 gol untuk menjadi top scorer Liga Indonesia 2006, di mana saat itu tim yang dibelanya, Persik Kediri, juga menjadi kampiun.
Setelah itu, di musim berikutnya Cristian Gonzales tetap menjadi yang tersubur. Bahkan 32 gol berhasil dicetaknya dalam satu musim bersama Persik Kediri.
Baru pada edisi pertama Liga Super Indonesia, El Loco punya saingan untuk merebut predikat top scorer. Cristian Gonzales pun berbagi tempat di puncak daftar pencetak gol terbanyak dengan Boaz Solossa yang sama-sama mengoleksi 28 gol.
Advertisement
Persipura Toreh Kemenangan dan Gol Terbanyak, Persela Banya Kebobolan dan Kekalahan
Tidak hanya menjadi klub paling banyak meraih gelar juara di era Liga Indonesia, Persipura juga masih punya satu torehan bagus lainnya. Tim berjulukan Mutiara Hitam itu tercatat memiliki jumlah kemenangan terbanyak dalam 10 musim terakhir, yaitu sejak dimulainya era Liga Super Indonesia hingga Liga 1.
Dari data yang diperoleh Bola.com sejak 2008 hingga 2019, Persipura Jayapura sejauh ini sudah meraih 165 kemenangan di pentas Liga Indonesia dari total 296 pertandingan yang mereka jalani.
Sisanya, Mutiara Hitam mencatatkan 80 hasil imbang dan 51 kali kalah, di mana itu membuat Persipura sejauh ini telah mengoleksi 575 poin.
Tidak hanya itu, Mutiara Hitam juga tercatat sebagai tim yang paling banyak mencetak gol di era Liga Indonesia. Boaz Solossa dkk. telah mengemas 562 gol hingga Liga 1 2019.
Sementara itu, Persela Lamongan adalah tim yang paling banyak meraih kekalahan. Total sudah 117 kekalahan diraih oleh tim yang memang dalam beberapa musim terakhir tak lepas dari perjuangan untuk lolos dari zona bahaya.
Jumlah kekalahan itu sedikit lebih banyak dari jumlah kemenangan yang mereka raih. Persela pun tercatat menjadi tim paling sering kebobolan dengan 415 gol, meski torehan dalam mencetak gol pun tidak buruk, di mana tim berjulukan Laskar Joko Tingkir itu mengoleksi 414 gol dalam 10 musim terakhir.
Sylvano Comvalius Pecahkan Rekor yang Bertahan 19 Tahun
Ketika Liga Indonesia pertama digelar pada 1994, striker Bandung Raya, Peri Sandria, langsung menancapkan standar tinggi bagi seorang pencetak gol terbanyak. Saat itu, Peri Sandria menjadi top scorer dengan torehan 34 gol dalam satu musim.
Tidak ada pemain lain dalam 18 tahun kemudian yang mampu melewati torehan golnya. Bahkan Cristian Gonzales yang empat kali menjadi top scorer saja hanya mampu mencetak 32 gol dalam satu musim ketika berseragam Persik pada musim 2007-2008.
Namun, akhirnya torehan melegenda Peri Sandria itu pun patah pada 2017. Striker asal Belanda, Sylvano Comvalius, yang bermain untuk Bali United mampu membuat torehan lebih baik, yaitu 37 gol.
Torehan tersebut mengantar Sylvano Comvalius menjadi top scorer Liga 1 2017 sekaligus menjadi pencetak gol terbanyak dalam satu musim di sepanjang era Liga Indonesia hingga saat ini.
Advertisement
Stefano Cugurra Teco Sukses Juara 2 Musim Beruntun
Stefano Cugurra Teco merupakan pelatih asal Brasil yang mampu meraih prestasi terbaik dalam dua musim berturut-turut di dua klub yang berbeda. Berkat keberhasilannya membawa dua klub berbeda menjadi juara, Teco dua kali berturut-turut terpilih menjadi pelatih terbaik.
Teco datang ke Indonesia sebagai pelatih kepala pada 2017 untuk membesut Persija Jakarta. Namun, ini sebenarnya bukan pertama kalinya pelatih asal Brasil itu datang ke Indonesia.
Teco sudah pernah datang ke Indonesia dan membantu Persebaya Surabaya menjadi juara Liga Indonesia 2004. Tapi, saat itu Teco masih berstatus sebagai pelatih fisik yang membantu Jacksen Tiago yang menjadi pelatih kepala.
Singkat cerita, Teco kembali ke Indonesia pada akhir 2016 dan membimbing Persija Jakarta di Liga 1 2017. Sempat mendapatkan teriakan untuk meninggalkan Persija dengan tagar #TecoOut, pelatih asal Brasil itu tetap optimistis bersama Macan Kemayoran yang akhirnya mampu finis di peringkat keempat.
Keberhasilan finis di peringkat keempat, di mana itu melebihi target yang ditetapkan oleh CEO Persija saat itu, Gede Widiade, Teco pun dipertahankan. Macan Kemayoran pun mampu tampil lebih baik pada 2018. Teco membawa Persija meraih gelar juara Piala Presien 2018 dan Liga 1 2018.
Sempat ingin dipertahankan oleh Persija, Teco mendapatkan tawaran dari Bali United dan memenuhi panggilan itu. Berbekal senjata berupa pemain-pemain berkualitas, dan beberapa pemain yang dibawanya dari Persija, Teco pun berhasil mengantar Bali United menjadi juara pada akhir musim 2019.
Torehan dalam dua musim tersebut membuat Teco menorehkan prestasi dalam sejarah sepak bola Indonesia. Teco menjadi pelatih satu-satunya yang mampu dua kali juara berturut-turut bersama dua klub yang berbeda. Dalam dua musim itu pula Teco terpilih sebagai pelatih terbaik.
Disadur dari Bola.com