Sejarah Kostum Sepakbola Paling Terkenal, Tapi Kini 'Haram' Dipakai Suporternya

Jersey Brasil kini jadi alat politik.

oleh Anry Dhanniary diperbarui 29 Sep 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2022, 12:30 WIB
Foto: 5 Penyerang Termahal yang Sudah Dipastikan Mendapatkan Tempat di Piala Dunia 2022 Qatar
Brasil jadi negara keempat yang lolos ke putaran final Piala Dunia 2022 menyusul Denmark, Jerman, dan tuan rumah Qatar. Hal tersebut tak lepas peran Neymar Jr sebagai striker andalan Selecao. Penyerang PSG tersebut diketahui saat ini memiliki nilai pasar sebesar Rp1,4 Triliun. (AFP/Nelson Almeida)

Liputan6.com, Jakarta Timnas Brasil menjadi negara paling dijagokan untuk merebut gelar juara Piala Dunia 2022 akhir tahun mendatang. "Tim Samba" saat ini punya sejumlah pemain-pemain yang tengah dalam performa terbaik bersama klub-klubnya.

Piala Dunia Qatar adalah edisi Piala Dunia ke-22 beruntun bagi Brasil, merupakan satu-satunya negara yang berhasil lolos ke turnamen sepakbola paling bergengsi tersebut.

Tak hanya permainan Jogo Bonito yang mengedepankan keindahan permainan individu bintangnya, Brasil juga sangat terkenal dengan kostum ikoniknya yang berwarna kuning terang.

Tapi tahukah kalian kalau jersey kuning yang disebut "canarinho jersey" bukanlah kostum pertama tim nasional Brasil.

Kostum ikonik Brasil ini mulai didesain sejak 1953, tiga tahun usai kekalahan menyakitkan di tangan Uruguay pada final Piala Dunia di Maracana. Saat itu, Brasil masih menggunakan kostum utama warna putih.

Akhirnya Federasi Sepakbola Brasil (CBF) bersama media massa lokal membuat sayembara desain kostum baru untuk timnas. Syaratnya kostum baru ini harus menautkan warna khas bendera Brasil.

Lebih dari 300 desain masuk. Sebelum akhirnya desain yang terpilih adalah buatan Aldyr Garcia Schlee, seorang warga Brasil yang merasa terbelah dalam kekalahan tahun 1950 karena dia lahir pada perbatasan dengan Uruguay.

Maju beberapa dekade ke depan, kostum warna kuning ini menjadi simbol optimisme, keberuntungan dan persatuan di antara para suporter Brasil.

Nomor punggung 10 milik Pele, lalu nomor 9 yang jadi pilihan Ronaldo, sampai nomor 11 yang dikenakan Romario dalam keberhasilan di Piala Dunia 1994 telah menjadi catatan sejarah emas Timnas Brasil.

Namun, belakangan kostum kuning ini malah dijauhkan oleh para pecinta sepakbola di Brasil.

Dicinta dan Dibenci Akibat Politik

Ribuan Orang Berunjuk Rasa di Hari Kemerdekaan Brasil
Pendukung Presiden Brasil Jair Bolsonaro membawa bendera nasional di sepanjang Pantai Copacabana pada Hari Kemerdekaan di Rio de Janeiro, Selasa (7/9/2021). Ribuan orang tersebut terbagi dalam dua kubu yaitu pendudukung serta penentang Presiden Brasil Jair Bolsonaro. (AP Photo/Bruna Prado)

Jersey canarinho dijauhi bukan tanpa alasan. Pasalnya, warna dan kostum ikonik ini mulai digunakan sebagai motif kampanye politik para pejabat.

Paling terakhir adalah Presiden Jair Bolsonaro dengan pendukung sayap kanannya saat memenangkan pemilihan umum 2018, yang membuat suporter banyak yang menanggalkan jersey Brasil.

Menurut pengamat politik, hal itu membuat maruah sepakbola sebagai pemersatu masyarakat Brasil menghilang.

"Saat mereka mengambil sesuatu yang sangat berarti untuk negara untuk niat politik, rasanya seperti mereka mengambil sesuatu dari kami," ujar pengamat politik muda, Isabela Guedes.

"Saya tidak merasa nyaman menggantung bendera di jendela saya selama Piala Dunia karena takut orang salah melihat pandangan politik saya. Mereka telah mengambil bendera dan jersey kuning dan mengubahnya jadi simbol politik."

Kecintaan masyarakat Brasil pada jersey kuning ini sudah berlangsung lama, tepatnya pada 1970 saat Brasil dipimpin oleh militer yang bersikap diktator.

Jenderal Medici, pemimpin militer saat itu, berperan besar dalam pencopotan pelatih kepala jelang Piala Dunia 1970 di Meksiko.

Saat itulah, hubungan antara masyarakat Brasil dengan jersey timnas mereka semakin kuat.

"Jersey kuning itu telah menjadi simbol. Masyarakat melihat jersey itu dan mengenakannya sebagai kebanggaan dalam melawan pemerintah yang tidak adil," ujar peneliti Universitas Rio de Janiero, Carolina Fontenelle.

Luntur Jelang Piala Dunia 2022

Momen Brasil Dibuat Luluh Lantak Oleh Jerman di Piala Dunia 2014
Suporter Brasil tampak lesu usai ditaklukkan Jerman pada laga semifinal Piala Dunia 2014 di Stadion The Mineirao (8/7/2014). Jerman menang 7-1 atas Brasil. (AFP/Adrian Dennnis)

Tapi beberapa bulan jelang Piala Dunia di Qatar, kecintaan itu malah luntur. Setelah ribuan suporter Bolsonaro berkumpul di pantai Copacabana, Rio de Janeiro, dalam kampanye jelang pemilihan umum bulan Oktober.

Tidak sedikit pendukung Bolsonaro yang menggunakan kostum Timnas Brasil berwarna kuning.

Hal ini pun membuat banyak pecinta Timnas Brasil merasa frustrasi melihat jersey kuning itu menjadi simbol politik pemerintah saat ini.

"Sekarang, mustahil tidak terkait dengan presiden saat ini dan pendukungnya. Itu otomatis dan membuat frustrasi. Saya tidak mendukung pemerintah saat ini dan saya tidak ingin disalah artikan sebagai salah satu pendukungnya," ujar salah satu suporter Brasil, Marina Moreno.

"Jadi saya memutuskan untuk tidak menggunakan kostum itu lagi," tegasnya.

Tak hanya Marina, tetapi salah satu suporter garis keras bernama Higor Ramalho mengatakan kostum Brasil miliknya tidak pernah keluar dari lemarinya sejak 2018.

Higor mengatakan dulu kostum itu digunakan tidak hanya saat nonton pertandingan tetapi juga dalam kehidupan sehari-harinya.

"Sekarang, saya berhenti menggunakannya karena alasan politik. Saya tak mendukung ide politiknya, saya menolak untuk dicap sebagai salah satu dari kelompok mereka," tutur pria 33 tahun itu.

Tetap Favorit Juara

Bintang Sepak Bola Dunia Pensiun, Ricardo Kaka
Bintang asal Brasil, Ricardo Kaka (kiri) memutuskan pensiun dari sepak bola pada 15 Oktober 2017 saat berusia 35 tahun. Klub terakhir Kaka sebelum pensiun adalah Orlando City SC. (AFP/Nelson Almeida)

Meski saat ini kecintaan masyarakatnya terhadap kostum canarinho tengah luntur, namun publik Brasil jelas masih sangat berharap tim nasional mereka menjadi kampiun.

Apalagi saat ini "Selecao" diperkuat oleh pemain-pemain top seperti Neymar, Vinicius Junior, Antony, Fred, Fabinho, Rodrygo, Casemiro, Thiago Silva, Marquinhos hingga Alisson.

20 tahun berlalu setelah gelar juara Piala Dunia kelima dan terakhir mereka, Brasil pun diharapkan oleh salah satu legenda mereka, Kaka, bisa menggondol gelar juara di Qatar.

Kaka berharap Brasil bisa mengalahkan dominasi negara Eropa. Apalagi saat ini, klub Amerika Selatan sulit melakukan uji coba melawan negara Eropa sejak adanya UEFA Nations League.

"Itu membuat timnas kawasan Amerika Selatan berkembang, meski kami punya pemain luar biasa dan bisa bermain bagus di Piala Dunia," ujar Kaka.

"Saya juga suka tim Argentina, mereka sangat matang dan punya pelatih luar biasa. Intinya, Brasil dan Argentina punya kesempatan bagus menjuarai Piala Dunia ini," lanjutnya.

Menurut pemain yang bersinar dengan AC Milan dan Real Madrid itu, ada beberapa negara yang bisa menjegal ambisi Brasil merebut bintang keenam untuk disematkan pada jerseynya.

"Paling utama adalah Prancis karena punya pemain fantastis, meski Spanyol dan Jerman juga merupakan rival berat. Portugal dan Belgia juga wajib diwaspadai," tambah Kaka.

Tak Boleh Anggap Enteng Fase Grup

Brasil, Serbia, Piala Dunia 2018
Pemain Brasil, Gabriel Jesus (kiri) berebut bola dengan pemain Serbia, Nemanja Matic pada laga grup E Piala Dunia 2018 di Spartak Stadium, Moskow, Rusia, (27/6/2018). Brasil menang 2-0. (AP/Matthias Schrader)

Pada Piala Dunia 2022 mendatang, Brasil akan masuk di Grup G bergabung dengan Serbia, Swiss dan Kamerun. Melihat prestasi tiga negara lawan, tim asuhan Tite ini dijagokan untuk lolos tanpa masalah.

Brasil memulai perjuangan di Qatar pada 24 November 2022 melawan Serbia, sebelum menghadapi Swiss (28 November) dan terakhir Kamerun (2 Desember).

Namun, Brasil tidak boleh menganggap enteng karena rekor pertemuan melawan negara-negara di atas sebenarnya tidak terlalu dominan.

Brasil berhasil menang 2-0 lawan Serbia pada fase grup Piala Dunia 2018. Namun, Selecao sempat kesulitan saat sang lawan masih bernama Yugoslavia hanya bisa menang sekali dalam empat pertemuan di ajang Piala Dunia 1930, 1950, 1954 dan 1974.

Apalagi Serbia memiliki pemain seperti Dusan Vlahovic, Luka Jovic, Aleksandar Mitrovic hingga Dusan Tadic yang bisa merepotkan lini pertahanan Brasil.

Rapor pertemuan Brasil kontra Swiss di Piala Dunia juga tidak menawan, gagal menang dalam dua pertemuan. Imbang 2-2 di tahun 1950 dan imbang 1-1 pada Piala Dunia 2018 lalu.

Namun, sejarah mendukung Brasil saat bertemu dengan Kamerun di akhir fase grup. Mereka berhasil menang dua kali dalam dua pertemuan di Piala Dunia, 3-0 pada tahun 1994 dan 4-1 saat menjadi tuan rumah di Piala Dunia 2014.

Infografis Grup G Piala Dunia 2022
Infografis Grup G Piala Dunia 2022. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya