[Cek Fakta] Bagaimana Penanganan Kasus Korupsi Sumber Daya Alam di Pemerintahan Jokowi?

Capres Jokowi menyebut, pemerintah sudah bekerjasama aparat penegak hukum dalam rangka penyelamatan SDA di Indonesia.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 17 Feb 2019, 23:10 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2019, 23:10 WIB
Peluk Hangat Jokowi dan Prabowo Awali Debat Kedua Capres
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto bernyanyi Indonesia Raya saat memulai debat kedua Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Capres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pemerintah sudah bekerjasama aparat penegak hukum dalam rangka penyelamatan sumber daya alam Indonesia, termasuk dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini disampaikan Jokowi dalam debat kedua Pilpres di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Minggu (17/2/2019).

"Jadi sejak 2015, kita pemerintah sudah bekerjasama dengan KPK yaitu dengan gerakan penyelamatan SDA. Oleh karena itu banyak sekali yang sudah dikerjakan KPK. Selain penegakan hukum, kita juga sudah mengerjakan banyak hal," kata Jokowi.

Lantas, berapa kasus berkaitan dengan SDA yang sudah diungkap aparat penegak hukum?

Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) terdapat 115 kasus selama kurun waktu 2010 hingga 2017, yang ditangani KPK, kejaksaan, dan polisi. 

"Dalam kurun 2010-2017 sekurangnya 326 orang menjadi tersangka dalam perkara korupsi SDA mulai dari sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan ini mengerikan," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun seperti yang dikutip dari cnnindonesia.com.

Dari ketiga sektor itu kasus korupsi SDA paling banyak berada di sektor perkebunan dengan 52 kasus, disusul kehutanan 43 kasus dan pertambangan 20 kasus.

Hanya saja, kata Tama, banyaknya kasus korupsi di sektor perkebunan tidak mencerminkan bahwa sektor tersebut paling korup. 

"Angka itu bukan menunjukan itu sektor paling korup, hal itu mungkin karena sektor itu perkaranya lebih mudah ditangani dan penegak hukumnya lebih agresif," kata Tama.

Ia bilang kasus-kasus tersebut ada yang sudah dalam tahapan penetapan tersangka, penyidikan, vonis, hingga kasus yang belum jelas penyelesaiannya.

Sayangnya, Tama mengaku pihaknya belum mendata berapa total kerugian negara akibat 115 kasus korupsi SDA itu. Namun, Tama menyebut, kasus korupsi SDA potensi kerugian negaranya tidak terbatas.

Ia mencontohkan dari total enam kasus saja potensi kerugian negara bisa mencapai Rp7,26 triliun. Hal itu, kata Tama, menunjukan potensi kerugian negara sangatlah besar dari kasus korupsi di sektor SDA dibandingkan dengan yang lain.

"Korupsi SDA ini kerugiannya unlimited, banyak sekali, kalau korupsi pengadaan barang dan jasa, uangnya habis korupsi selesai, tapi kalau SDA dia tidak akan berhenti sampai SDA-nya habis," katanya.

Korupsi Rp 5,8 Triliun

Kasus yang berkaitan dengan sumber daya alam beberapa waktu lalu kembali mencuat. Ketika KPK mengungkap kasus dugaan korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Pemkab Kotawaringin Timur, Kalimantan dengan tersangka Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi (SH).

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke Penyidikan dan menetapkan SH sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/2/2019).

Diduga Supian Hadi selama periode 2010-2015 telah merugikan keuangan negara dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT FMA (PT. Fajar Mentaya Abadi), PT Bl (PT. Billy Indonesia), dan PT AIM (PT. Aries Iron Mining) di Kabupaten Kotawaringin Timur periode 2010 2015.

Syarif menjelaskan, Supian saat diangkat menjadi Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015, langsung mengangkat teman-teman dekatnya yang merupakan tim suksesnya sebagai petinggi di perusahaan-perusahaan tersebut.

Tak tanggung-tanggung, kasus ini duduga merugikan negara sampai Rp 5,8 triliun.

"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 5,8 triliun dan US$ 711 ribu yang dihitung dari hasil produksi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI, dan PT AIM," kata Syarif.

Selain merugikan negara hingga trilinan rupiah, Supian Hadi juga diduga telah menerima sejumlah pemberian dari izin tersebut, yakni mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp 710.000.000, mobil Hummer H3 seharga Rp1.350.000.000, dan uang sebesar Rp 500.000.000 yang diduga diterima meIalui pihak lain.

Atas perbuatannya, Supian Hadi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya