Liputan6.com, Jakarta- Beredar informasi viral yang menyebutkan gelombang varian baru Covid-19 omicron diakibatkan zat PM2,5 yang meracuni udara sehingga akan membuat banyak warga masyarakat di perkotaan mengalami sakit.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menanggapi informasi yang beredar di media sosial tersebut.
Baca Juga
Plt. Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko, menjelaskan bahwa PM2.5 merupakan aerosol dengan ukuran diameter partikel kurang dari 2,5 mikrometer dan tergolong sebagai salah satu pencemar udara. Peningkatan konsentrasi PM2.5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.
Advertisement
“Paparan terhadap konsentrasi PM2.5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama,” kata Urip dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (18/2/2022).
Nilai ambang batas konsentrasi PM2.5 menurut Peraturan BMKG Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebesar 65 µg/m3.
Akibat dampak tersebut, muncul kesalahpahaman informasi (miskonsepsi) yang menyebut bahwa pencemaran udara menjadi penyebab penularan virus Sars-Cov-2 dan peningkatan pasien positif COVID-19.
Urip menambahkan, sebagai lembaga yang melakukan kegiatan monitoring dan analisis PM2.5, BMKG dipandang perlu meluruskan miskonsepsi di atas dengan memberikan penjelasan mengenai kondisi monitoring PM2.5, dampak, dan keterkaitannya dengan COVID-19.
“Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2.5 dan penularan COVID-19,” lanjut Urip, mengutip penelitian Anand et al. (2021) berjudul A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2.
“Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2.5 sebagai penyebab COVID-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,” ujarnya menambahkan.
Dari data konsestrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022 memperlihatkan bahwa peningkatan kasus positif Covid-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2.5.
“Lonjakan konsentrasi PM2.5 yang terjadi misalnya di tanggal 5, 16, dan 30 Januari tidak seiring dengan penambahan kasus positif COVID-19 sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2.5 menyebabkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak sesuai,” kata Urip.
Namun demikian, BMKG mengingatkan masyarakat bahwa paparan konsentrasi PM2.5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien Covid-19 yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas gangguan cardiovascular dan infeksi saluran pernapasan;
“Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM2.5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari Covid-19,” tutup Urip.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement