Waspada Hoaks Saat Kampanye Pemilu 2024, Simak Tiga Cara Menangkalnya

Hoaks diprediksi akan muncul saat memasuki masa kampanye Pemilu 2024, simak cara mengenali hoaks politik agar tak tertipu kebohongan dunia maya.

oleh Julia Rizky Khoirunisa diperbarui 05 Des 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 05 Des 2023, 19:00 WIB
KPU Gelar Simulasi Pemilu 2024
Penyandang disabilitas menunjukkan surat suara saat simulasi Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Simulasi digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara pemilu serentak tahun 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Informasi palsu atau hoaks diprediksi tetap akan mewarnai pelaksanaan Pemilu 2024. Sejumlah cara terus dilakukan seluruh pihak untuk mencegah penyebaran hoaks bertema politik saat Pemilu. 

Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing membagikan, kiat-kiat bagi publik untuk mengenali hoaks saat masa kampanye Pemilu 2024, salah satunya adalah dengan melakukan verifikasi kabar dengan mengecek ke media arus utama.

Dia menjelaskan, hal tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan kata kunci yang terdapat pada pesan atau kabar tersebut ke media-media arus utama, dan melihat hasil-hasil yang ditampilkan. Apabila tidak dimuat media arus utama, publik perlu meragukan kebenaran pesan atau informasi tersebut.

"Paling tidak, meragukan informasi itu kalau tidak dimuat di media mainstream, gitu ya," ujar Emrus dilansir dari Antara, Selasa (5/12/2023).

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa publik perlu bersikap kritis pada kabar yang tidak jelas asalnya.

"Ketika dikatakan misalnya, 'katanya', kan begitu, pake 'katanya'. Kan enggak jelas, enggak kredibel," Emrus mencontohkan.

Dia menilai, publik juga perlu berhati-hati terhadap pesan atau kabar yang hanya sepenggal-sepenggal, meskipun bersumber dari fakta. Menurutnya, apabila terjadi pemenggalan-pemenggalan semacam itu, makna yang ditunjukkan dapat berubah dari makna aslinya.  Konteks sebuah pesan, ujarnya, harus dipahami secara utuh dan menyeluruh.

"Ketika dipenggal-penggal, ketika dikombinasikan lagi dengan penggalan lain, nah itu suatu ciri yang perlu kita ragukan," tuturnya.

Menurut Emrus, hoaks, ujaran kebencian, merupakan sebuah sikap tidak terpuji, karena hal itu dapat merusak berbagai tatanan, seperti nilai, norma, dan moral, bahkan berpotensi merusak persatuan bangsa.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Heri Wiranto mengingatkan masyarakat terkait potensi penyebaran hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024 yang akan segera berlangsung.

Dia menjelaskan, pada pengalaman Pemilu 2019 yang lalu, mayoritas konten hoaks pada pemilihan presiden bersifat provokatif. Adapun konten hoaks Pemilu 2019 terdiri dari 45 persen provokasi, 40 persen propaganda, dan sisanya berupa kritik.

"Diprediksi pada pemilu kali ini juga akan semakin meningkat yang dapat menimbulkan kebingungan masyarakat dan dapat memengaruhi jalannya pemilu serta pemilihan yang demokratis, karena bisa berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Heri di Jakarta pada Selasa 21 November 2023.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya