Bung Karno: Peci Bukanlah Simbol Agama Tertentu

Peci menjadi salah satu ciri khas Indonesia pada khususnya dan Melayu pada umumnya, apakah dia simbol keagamaan?

oleh Rina Nurjanah diperbarui 18 Jun 2015, 03:29 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2015, 03:29 WIB
[Bintang] Soekarno
Soekarno (via en.wikipedia.org)

Citizen6, Jakarta Peci, penutup kepala kaum Adam ini, biasanya terbuat dari beludru berwarna hitam. Namun sekarang bahan untuk membuat peci sudah beragam. Mulai dari kain tenun ikat, akar pohon atau kain lainnya.

Dalam sejarahnya, penutup kepala ini pertama kali pernah digunakan pada 1913 oleh Tjipto Mangunkusumo pada saat menghadiri rapat SPAD (Sociaal Democratische Arbeiders Partij). Douwes Dekker, Samanhudi, Ki Hajar Dewantara dan Tjokroaminoto pun pernah menggunakan peci ini. Namun kemudian, Bung Karno lah yang mempopulerkan peci atau kopiah ini.

Pada Juni 1920 di Surabaya, Bung Karno hendak menghadiri rapat Jong Java. Usianya baru 20 tahun kala itu, dia masih merupakan salah satu anak kosan Tjokroaminoto yang menjadi mertuanya kelak. Degup gugup menghampiri Bung Karno sebelum dirinya memasuki ruang rapat. Pada saat beliau memasuki ruangan, hadirin seketika hening.

Bung Karno pun mengatakan, "Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia".

Sejak itulah peci hitam menjadi ciri khasnya yang ia gunakan kemanapun. Seiring beranjaknya waktu, kini peci semakin beragam dengan hiasan bordir khas nusantara. Adapun peci menjadi simbol yang lekat dengan Islam karena fungsinya untuk menutup rambut kepala ketika sholat. Namun sejatinya peci bukanlah simbol agama, peci adalah simbol kepribadian bangsa. (rn/kw)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya