Upacara 17 Agustus di Tengah Hutan Ala SD Kanisius Kenalan

Anak-anak SD ini ingin menghormati air. Mereka upacara di dekat sumber air di tengah hutan

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 21 Agu 2017, 16:52 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2017, 16:52 WIB
SD Kanisius Kenalan
Siswa/i SD Kanisius Kenalan, Borobudur, Magelang mengikuti upacara bendera di Sumber Air Winong, Dusun Durensawit Banjaroya, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. / Istimewa

Liputan6.com, Jakarta Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan mungkin lain dibanding dengan sekolah dasar di mana pun, sekitar 66 siswa-siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 Sekolah Dasar Kanisius (SDK) Kenalan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah didampingi para guru mengikuti upacara bendera di tengah hutan di salah satu sumber air tepatnya di sumber air Winong, Dusun Durensawit Banjaroya, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta, pada Kamis 17 Agustus.

"Dua hari sebelum tanggal 17, ada kepastian SDK Kenalan tidak ikut upacara di Kecamatan. Maka kami upacara sendiri. Saya mengusulkan upacara di luar lokasi sekolah. Dipilihlah belik (sumber air). Hari Rabu kami survei. Setelah ketemu belik yang memungkinkan untuk upacara, lalu anak yang berperan sebagai menteri menyiapkan petugas-petugas upacara,"ujar Kepala Sekolah SDK Kenalan, Yosef Onesimus Maryono, Senin (21/8).

Anak-anak petani ladang ini berpakaian ala pejuang. Seorang guru pendamping berdandan Pangeran Diponegoro. Ia menjadi pemimpin pasukan meski tanpa menunggang kuda. Agar lebih semarak, beberapa anak membawa alat musik barang bekas untuk dibunyikan dalam perjalanan menuju lokasi Belik Winong. Sepanjang 2 km anak-anak menyusurinya dengan gairah. 30 menit lamanya untuk menempuh perjalanan hingga lokasi dengan berjalan kaki.

Tiba di lokasi, mereka menyiapkan perlengkapan upacara ala kadarnya. Sebatang bambu kering di pinggir sungai diambil dan ditancapkan di depan belik sebagai tiang bendera. Sebagian anak membersihkan belik yang tampak berlumut. Setelah itu, anak-anak berdiri rapi siap mengikuti upacara kemerdekaan. Para petugas siap dengan perannya.

"Martina Wening Ratri (11) siswa kelas VI SD Kanisius Kenalan bertindak sebagai inspektur upacara. Dialah Presiden dalam pemerintahan Republik Anak Kenalan (RAK), satu organisasi mirip struktur pemerintahan sesungguhnya yang mereka buat sendiri di sekolah lewat model kampanye dan pemilihan umum,"ujar Onesimus, begitu guru asal Promasan, Kalibawang, Kulonprogo, Yogyakarta ini disapa.

Lagu Indonesia raya dinyanyikan secara komplit tiga stanza. Beberapa lagu khas RAK seperti Semangat Juang, Anak-Anak Kenalan juga dinyanyikan untuk memeriahkan upacara sederhana di alam terbuka.

Siswa/i SD Kanisius Kenalan, Borobudur, Magelang mengikuti upacara bendera di Sumber Air Winong, Dusun Durensawit Banjaroya, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. / Istimewa

Tilik Belik
Belik yang sudah dibuat permanen ini oleh warga setempat dipilih sebagai lokasi upacara karena belum pernah dikunjungi anak-anak RAK sebagai objek atau sumber belajar. "Kami ingin mangajak anak memahami bhwa tanah dan air ini suci. Terlebih air yang menjadi perhatian SDK Kenalan lebih dari 5 tahun ini. Kami mengalami susahnya mendapatkan air. Air sangat berharga bagi kami. Dalam momen kemerdekaan ini, kami merindukan kemerdekaan. Seperti air yang memberikan kehidupan. Kami ingin hidup merdeka. Berkembang secara merdeka. Kami, anak-anak desa ingin berguna bagi sesama, bagi alam. Bersaudara dengan air. Maka. beliklah yang dipilih,"ujar Onesimus.

Sejak lima tahun lalu, anak-anak RAK melakukan kegiatan belajar dengan nama Tilik Belik (Sumber mata air) di lingkungan sekitar sekolah. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan Maret untuk memperingati Hari Air Sedunia. Kadang kala kegiatan ini juga dilakukan di akhir musim kemarau sekitar bulan Oktober. Sudah Sembilan titik sumber mata air dari empat daerah aliran sungai yang dikunjungi. Di setiap titiknya, anak-anak melakukan pengamatan tentang air, tanah, fauna, flora di sekitarnya. Data yang dicatatnya menjadi bahan belajar sekembali ke sekolah.

"Kegiatan pembelajaran kontekstual ini dilatarbelakangi oleh situasi minimnya air untuk kebutuhan hidup sehari-hari bagi masyarakat di perbukitan Menoreh, Yogyakarta. Sumber-sumber mata air di lereng perbukitan adalah satu-satunya sumber air bagi keberlangsungan kehidupan. Ada kalanya sumber air menjadi kering pada saat kemarau panjang,"ujar Onesimus.

Maka, Tilik Belik menjadi kesempatan bagi anak-anak untuk mengenali sumber air dan menumbuhkan rasa kepedulian untuk melestarikan sumber-sumber mata air tersebut. Mulai dari mengukur debit aliran air, memperhatikan kebersihan tempat, tumbuhan penyangga air, hingga mendoakannya. Harapannya, sumber air yang ada tetap abadi mengalir dan menghidupi warga di sekitarnya, dan tetumbuhan yang juga menjadi penghasilan bagi para warga petani.

Siswa/i SD Kanisius Kenalan, Borobudur, Magelang mengikuti upacara bendera di Sumber Air Winong, Dusun Durensawit Banjaroya, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. / Istimewa

Selamatlah tanahnya
Karena itu, bertepatan dengan peringatan kemerdekaan RI yang ke-72 tahun ini, RAK juga berulang tahun ke-10. Momen ini dimanfaatkan untuk memberikan perhatian pada alam Indonesia yang hijau. Khususnya tanah dan air.

Tanah dan air yang suci harus dipelihara dan dirawat keberadaannya bagi kehidupan. Apa lagi, bangsa Indonesia mempunyai tekat untuk berjanji menjaga Indonesia abadi. Dalam upacara ada doa-doa untuk kelestarian belik yang dibuat 10 anak kelas 6. Anak-anak juga menyanyikan lagu tentang air seperti yangg biasa dan sering dinyanyikan ketika tilik belik.

"Selamatlah tanahnya, putranya, pulaunya, lautnya, semuanya seperti yang tertulis dalam bait ke-3 lagu Indonesia Raya,"ujar Onesimus.

Usai upacara di tengah alam perbukitan ini, seorang guru mengajak anak-anak untuk berefleksi khususnya anak kels 4, 5, 6 tentang kemerdekaan menurut mereka. Pemeriksaan batin ini diarahkan pada sikap merdeka dari malas, pantang menyerah. Ana-anak juga diajak untuk melihat kembali mengapa ada RAK 10 tahun lalu?.

"RAK ada untuk memberi riang ekspresi dan kreasi bagi anak dengan berbagai kegiata,"ujar sang guru.

Para peserta akhirnya menyantap bekal makan pangan lokal yang mereka bawa dari rumah setelah semua selesai. Sebelum meninggalkan belik Winong, anak-anak menyempatkan diri untuk membasuh muka dengan air belik itu seraya membangun niat untuk tercapainya cita-cita hidup.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya