Terus Mengabdi Meski Majikan Sudah Meninggal Puluhan Tahun

Pengabdian yang dilakukan seorang asisten rumah tangga, meskipun majikannya telah lama meninggal.

oleh Famega Syavira Putri diperbarui 05 Des 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 05 Des 2017, 17:00 WIB
Terus Mengabdi Meski Majikan Sudah Meninggal Puluhan Tahun
Windi, 73 tahun, di depan rumah yang ditungguinya selama 35 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar orang mungkin bekerja demi uang, tapi bagi beberapa orang, bekerja adalah pengabdian.

Windi Atianingsih, 73 tahun, adalah salah satu contohnya. Dia mengurus dan menjaga rumah majikannya selama 35 tahun terakhir, meskipun majikannya telah lama meninggal. 

Windi awalnya bekerja untuk Ong Kiem Liang, sang pemilik rumah. Setelah Windi bekerja selama lima tahun Ong Kiem Liang meninggal. Tapi Windi tetap tinggal di rumah tersebut. Tidak di rumah utama, tapi di bangunan kecil di samping rumah utama. Di sana Windi tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

Tak cuma menjaga rumah, Windi juga tak pernah berhenti menghidupkan altar keluarga. Menurut kepercayaan Tionghoa, orang yang sudah meninggal harus diberi sesajen tiap awal dan akhir bulan.

“Tapi tidak ada lagi yang kasih mereka sesajen, jadi saya yang menyiapkan, sebulan dua kali. Karena kalau tidak kan kasihan mendiang,” kata dia.

Saat kami berkunjung, di atas meja tersedia dupa dan buah-buahan. “Saya tidak punya banyak uang tapi saya usahakan selalu membeli apel dan jeruk. Karena itu kesukaan mendiang,” kata Windi.

Rumah yang dijaga Windi adalah sebuah rumah kuno berasitektur Indis dan cina yang berusia ratusan tahun di Desa Soditan, Lasem, Jawa Tengah. Tidak ada yang tahu berapa tepatnya umur rumah ini, tapi kemungkinan berasal dari abad ke 19. Rumah ini terkenal sebagai salah satu lokasi tempat Ca Bau Kan difilmkan.

Rumah ini sangat luas, terdiri atas bangunan utama dua lantai dan beberapa bangunan di sekelilingnya. Bangunan utama terbuat dari kayu, yang meskipun tua tapi masih nampak kuat. Loteng yang terbuat dari kayu juga masih kuat meskipun suram dan tertutup sarang laba-laba.

Rumah utama dibiarkan kosong, hanya ada sebuah altar Buddha dan sebuah altar keluarga. Di altar keluarga berjejer foto mendiang pemilik rumah, istri dan anaknya. Ada juga foto seorang perempuan yang disebut Windi sebagai istri kedua. 

 

Dijadikan Wihara

Terus Mengabdi Meski Majikan Sudah Meninggal Puluhan Tahun
Windi menjelaskan silsilah keluarga majikannya.

Windi juga memelihara dan membersihkan rumah yang besar itu. “Perlu berjam-jam hanya untuk menyapu dan mengepel lantai, mungkin itu yang membuat saya sehat, hitung-hitung untuk olahraga,” kata Windi sambil tertawa. Untuk ukuran perempuan 73 tahun memang dia masih nampak bugar.

Tapi tentunya rumah berumur ratusan tahun itu tidak cukup hanya dibersihkan. Beberapa bagian sudah nampak rusak, terutama bangunan-bangunan di luar gedung utama. Halaman belakang pun ditumbuhi tanaman-tanaman liar.

Rumah tersebut saat ini dimiliki oleh Yayasan Tri Ratna. Menurut cerita Windi, pemilik rumah tidak memiliki anak kandung, dan tidak ingin terjadi perebutan harta setelah dia meninggal. Dia juga ingin agar bangunan tua tersebut tidak diubah, sehingga dia menyerahkan rumah tersebut kepada Yayasan.

Rumah lalu dijadikan Wihara Karunia Dharma. “Umat buddha dulu sering memakai rumah ini untuk meditasi, tapi kemudian mereka sudah lama tidak datang,” kata Windi.

Kini hanya Windi dan keluarganya yang menjaga rumah tersebut. “Silakan datang ke sini lagi, silakan melihat-lihat. Mendiang pasti suka kalau rumahnya dikunjungi,” kata Windi. Lasem, yang sering disebut sebagai Little Beijing, adalah kota kecil yang penuh dengan bangunan tua semacam ini, yang perlu dirawat dan dilindungi. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya