Studi: Polusi Udara Bisa Picu Gangguan Mental

Peneliti dari Chicago menemukan hubungan kuat antara polusi dan kesehatan mental.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 31 Agu 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2019, 12:00 WIB
Penampakan Polusi Udara di Langit Jakarta
Penampakan polusi udara di langit Jakarta Utara, Senin (29/7/2019). Buruknya kualitas udara Ibu Kota disebabkan jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, pembangunan konstruksi bangunan, dan Pelabuhan Tanjung Priok. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Polusi menjadi hal yang hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Terlebih lagi setelah Jakarta disebut sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia. Perhatian masyarakat dan pemerintah untuk memerangi polusi pun terus ditingkatkan.

Namun tahukah Anda bahwa sebuah penelitian menyatakan bahwa orang yang tumbuh di daerah dengan kualitas udara yang buruk memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami depresi dan gangguan bipolar seperti dilansir dari Independent.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Penelitian di Amerika dan Denmark

Peneliti Laboratorium
Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di University of Chicago, ditemukan hubungan antara kualitas udara dan kesehatan yang buruk. Data populasi yang diambil adalah dari Amerika Serikat dan Denmark, menggunakan data dari asuransi kesehatan Amerika yang mencapai 151 juta orang.

Hasil Penelitian di Amerika

Ilustrasi Amerika Serikat
Ilustrasi Amerika Serikat (AP)

Para peneliti itu menemukan bahwa negara dengan kualitas udara yang buruk mengalami peningkatan gangguan bipolar hingga 27 persen dan jumlah orang dengan depresi berat lebih tinggi 6 persen. Hal tersebut dibandingan dengan negara-negara yang memiliki kualitas udara lebih baik.

"Ada beberapa pemicu yang diketahui (untuk penyakit mental) tetapi polusi adalah hal baru," ujar Andrey Rzhetsky, Profesor Kedokteran dan Genetika Manusia.

“Penelitian pada anjing dan hewan pengerat menunjukkan polusi udara dapat masuk ke otak dan menyebabkan peradangan yang menghasilkan gejala yang menyerupai depresi. Sangat mungkin hal yang sama terjadi pada manusia," tambahnya.

Penelitian yang sama dilakukan di Denmark

Ilustrasi Denmark
Ilustrasi Denmark (AFP)

Tim peneliti juga menerapkan metodologi yang sama untuk data 1,4 juta pasien Denmark. Bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Aarhus Denmark, mereka memeriksa jumlah penyakit neuropsikiatrik pada orang dewasa di Denmark yang tinggal di daerah dengan kualitas udara buruk hingga usia 10 tahun. Peningkatan gangguan kesehatan mental ditemukan hingga mencapai 29 persen.

"Studi kami di Amerika Serikat dan Denmark menunjukkan bahwa tinggal di daerah yang tercemar, terutama sejak kecil dapat diprediksi mengalami gangguan mental," kata Ahli Biologi Komputer, Atif Khan, rekan penulis dari penelitian tersebut yang diterbitkan dalam PLOS Biology.

Terus dikaji

ilustrasi hasil penelitian
ilustrasi hasil penelitina (sumber: iStockphoto)

Dr Daniel Maughan, rekanan pendaftar di Royal College of Psychiatrists, mengatakan bahwa penelitian ini dibangun atas ‘semakin banyak bukti’ dari hubungan antara polusi udara dan kejadian penyakit mental. Ia menyebut bahwa sementara penelitian belum menunjukkan bahwa polusi udara menyebabkan penyakit mental, namun menunjukkan ‘hubungan yang kuat’ antara paparan awal dan peningkatan risiko kejadian penyakit mental.

Meski begitu, World Health Organisation (WHO) memperkirakan bahwa polusi membunuh 7 juta orang setiap tahun, setara dengan 13 kematian setiap menit. Angka tersebut lebih dari total gabungan kematian karena perang, pembunuhan, TBC, HIV, AIDS, dan malaria. 

 

Penulis:

Timothy Juliano

Universitas Multimedia Nusantara

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya