Liputan6.com, Jakarta - Istilah “udan tekek” dipopulerkan oleh masyarakat Jawa, khusunya D.I.Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Udan tekek atau hujan tokek adalah fenomena alam, di mana hujan turun saat matahari bersinar dengan durasi yang sebentar.
Advertisement
Baca Juga
Contohnya ketika sedang berjemur saat olahraga tiba-tiba hujan. Nah hal seperti itu yang disebut udah tekek.
Fenomena udan tekek ini juga sempat ramai diperbincangkan oleh netizen melalui media sosial Twitter.
Melalui akun Twitter @adesa_putraa dirinya memposting video pada 17 Februari 2019 dengan caption 'Kalasan udan tekek lur @IniSleman'.
Sama halnya dengan akun Twitter @swastiacintya warga Godean, Yogyakarta pada 21 Mei 2021 mengunggah foto saat berada di Burjo Andeska.
'suatu kondisi ketika hujan tetapi mataharinya tetap terik, aku le ngarani udan tekek. nggonamu piye?' tulis @swastiacintya.
Dua akun tersebut juga dikuatkan oleh cuitan akun @YogyakartaCity yang sudah terferivikasi atau centang biru.
Akun tersebut mengunggah video pada 31 Maret 2022 yang menunjukkan hujan, di mana, cahaya matahari bersinar terik. Juga ditambahkan dengan caption 'udan tekek :panas tapi hujan'.
Bagaimana bisa saat panas malah hujan? Bukannya hujan itu dari awan gelap ya? Eitss fenomena udan tekek ini dapat dijelaskan secara ilmiah loh. Penasaran seperti apa penjelasannya? Yuk simak informasinya di bawah ini:
1. Menurut America Meteorological Socienty (AMS)
America Meteorological Socienty (AMS) menjelaskan, fenomena ini dinamakan hujan zenithal atau hujan tropis merupakan hujan yang terjadi di daerah tropis sekitar garis khatulistiwa maupun di daerah sub-topis.
Zenithal adalah puncak, artinya hujan akan turun disaat posisi matahari berada tegak lurus di atas kepala kita. Hujan ini dapat terjadi setiap tahunnya dengan durasi yang bisa berulang.
Hujan zenithal tersebut dapat terjadi karena:
1. Tiupan angin kencang
Sederhananya ketika di atap rumah cuaca cerah kemudian di arah yang berbeda (Barat) langit terlihat mendung. Angin yang bertiup kencang yang membawa hujan dari Barat ke arah rumah kita. Maka akan terjadi hujan meskipun cuaca di rumah kita saat itu sedang panas.
2. Awan yang menghilang
Hujan panas juga bisa muncul dari awan yang letaknya sangat tinggi. Semakin ke atas, udara semakin kencang. Maka saat awan yang tinggi menurunkan hujan, kadang awan itu akan menghilang tertiup angin sebelum hujan sampai ke tanah.
3. Udara panas
Cuaca cerah tentunya akan membuat kita merasa panas. Akibat suhu udara yang panas akan membuat air menjadi lebih cepat dan lebih banyak menguap. Dengan dibantu oleh angin, uap air ini didorong ke atas sehingga terbentuk awan yang bisa menurunkan hujan.
Advertisement
2. Menurut ilmuwan di North Carolina State University, Gary Lackmann
Udan tekek atau hujan panas terjadi akibat kondisi awan yang mendung hanya sebagian atau awan pecah. Hal itu disampaikan ilmuwan di North Carolina State University, Gary Lackmann.
Menurutnya, hujan panas ini dapat terjadi diberbagai wilayah di seluruh dunia selama musim semi dan musim panas.
Hujan itu memicu suhu untuk mendorong kolom udara agar bergerak secara vertikal, lalu naik dengan cepat di beberapa tempat dan turun di tempat lainnya.
Kemudian, udara akan mendingin dan membuat uap air di dalamnya mengembun agar memungkinkan awan dan hujan berkembang.
Sebaliknya, udara di kolom yang tenggelam akan menekan awan, menciptakan area langit cerah di antara hujan yang mengakibatkan terjadinya sun shower.
Kendati demikian, Lackmann juga mengatakan kita tidak bisa melihat hujan saat cuaca panas apabila matahari tepat di atas kepala.
3. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
Hujan panas dapat terjadi secara tiba-tiba pada saat pancaroba atau saat cuaca panas (kemarau). Hal itu terjadi karena adanya penguapan yang terbilang tinggi.
Penguapan tersebut biasanya akan menimbulkan awan-awan tidak merata penyebarannya.
Disertai juga dengan angin kencang yang durasinya singkat tetapi tidak merata. Daerah yang biasanya memasuki fase kering dengan curah rendah yaitu wilayah pesisir Timur Aceh, pesisir Timur Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua bagian Selatan.
BMKG juga mengatakan daerah Sumatera Barat hingga Samudra Hindia juga termasuk daerah konvergensi memanjang sehingga berpontesi menimbulkan hujan di sepanjang daerah tersebut.
Advertisement