Liputan6.com, Jakarta Penyandang tunadaksa bernama Sriyono Abdul Qohar merasa dunia pendidikan adalah panggilan hidupnya. Padahal pria asal Blora, Jawa Tengah ini berkali-kali ditolak ketika melamar menjadi guru.
Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidayah, Madrasah Tsanawiyah, dari yang swasta hingga yang negeri tak ada satu pun berhasil ia lamar. Empat tahun berlalu dan tak satu pun sekolah mempekerjakannya.
Baca Juga
Lulusan D2 STAIM ini tak patah arang, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu S1 di STAIM. Pada akhirnya ia mampu mendirikan PAUD di kampung halamannya yaitu Desa Sendangmulyo, Ngawen, Blora, Jawa Tengah.
Advertisement
Sekolah ini dibangun dengan uang sendiri. Ia pun bekerja sama dengan orangtua di sekitar untuk menyekolahkan anaknya di PAUD tersebut.
Simak Video Berikut:
Apresiasi dari Kemendikbud
PAUD Gembira Ria yang dibangun pria berusia 35 tahun ini mengajarkan anak-anak tanpa dipungut biaya. Bangunan yang digunakan pun menumpang dari sebuah madrasah.
Kini, bangunan PAUD sudah difasilitasi oleh pihak desa. Muridnya pun sebanyak 35 anak.
“Gurunya ada tiga dan kepala sekolahnya saya sendiri,” ujar Sriyono dalam unggahan Facebook pribadinya (Sriyono Abdul Qohar).
Semangatnya di dunia pendidikan tak pernah padam. Baginya, guru adalah panutan murid dan manfaatnya tak akan pernah hilang bagi anak yang telah dididik.
Usahanya ini membuahkan hasil, ia bahkan mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pegiat PAUD 2019.
Disabilitas bukan alasan pria lulusan pendidikan agama islam ini untuk berhenti. Ia meyakini bahwa kekurangan adalah kelebihan untuk membangun Indonesia lebih maju.
Advertisement