Konsumsi Obat Epilepsi Saat Hamil Menggandakan Risiko Autisme Pada Anak

Obat topiramate, dengan nama dagang Topamax yang digunakan untuk menghentikan kondisi epilepsi dan migrain diklaim memiliki dampak merugikan pada wanita hamil.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 22 Agu 2022, 18:30 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2022, 18:30 WIB
Ilustrasi. obat epilepsi meningkatkan risiko autisme pada ibu hamil.
Ilustrasi. obat epilepsi meningkatkan risiko autisme pada ibu hamil. Photo by Volodymyr Hryshchenko on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta Obat topiramate, dengan nama dagang Topamax yang digunakan untuk menghentikan kondisi epilepsi dan migrain diklaim memiliki dampak merugikan pada wanita hamil.

Para ahli mengingatkan peningkatan risiko autisme pada bayi baru lahir jika ibu meminum obat tersebut saat hamil.

The Medicines and Healthcare merchandise Regulatory Agency (MHRA) telah memulai penilaian keamanan untuk mengevaluasi 'manfaat dan risiko' obat tersebut, yang cenderung meningkatkan persentase gangguan mental yang berbeda, selain disabilitas bawaan sejak lahir.

Ini mengikuti peringatan tentang satu obat epilepsi lain, natrium valproat, dipasarkan sebagai Epilim, yang telah dikaitkan dengan biaya yang lebih tinggi dari biasanya dari situasi yang sama.

Tujuh tahun yang lalu MHRA memerintahkan bahwa anak perempuan usia subur harus diperingatkan tentang bahaya natrium valproat. Namun, wanita hamil masih diberi resep awal tahun ini. Para ahli menganggap 20.000 bayi telah dirugikan karena hal ini.

MHRA pun meluncurkan penyelidikannya akhir bulan lalu, setelah ilmuwan Skandinavia melakukan penelitian observasional terhadap tuduhan autisme dan disabilitas mental pada anak-anak yang ibunya mengonsumsi topiramate saat hamil, dikutip Daynewsonline.

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Hasil penelitian

Mereka menemukan bahwa sekitar tiga persen dari anak-anak tersebut memiliki analisis disfungsi spektrum autisme (ASD), dua kali lipat 1,5 persen di antara mereka yang tidak terpapar obat.

Sekitar 3,5 persen anak-anak yang ibunya meminumnya saat hamil telah diidentifikasi dengan gangguan mental, sekitar empat kali lebih besar dari kecepatan 0,8 persen di antara mereka yang tidak terpapar. Hasil telah diperoleh dari melihat data orang yang terkena dampak dari 4,5 juta anak di 5 lokasi internasional Nordik, di mana hampir 25.000 telah ditemukan untuk topiramate dalam kandungan.

Para ilmuwan juga menekankan dalam Journal Of The American Medical Association Neurology, 'Hasil kami tidak menunjukkan bahwa topiramate adalah alternatif yang aman untuk sodium valproate (Epilim).'

Agen obat Janssen, yang membuat topiramate/Topamax, menyebutkan kemasannya sudah berisi peringatan bahwa 'tidak boleh digunakan selama kehamilan kecuali potensi manfaatnya melebihi potensi risikonya'.

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Penyandang autisme meningkat di AS

Sebuah studi baru mengungkapkan prevalensi ganguan spektrum autisme (ASD) di antara anak-anak dan remaja di AS antara tahun 2017 dan 2020, melonjak hampir mencapai 52%.

Artinya, kini satu dari setiap 30 anak akan didiagnosis dengan gangguan perkembangan yang gejalanya beragam berupa perilaku atau kognitif.

Dilansir dari NYPost, temuan tersebut dari peneliti kesehatan masyarakat di Guangdong Pharmaceutical University di China diterbitkan di JAMA Pediatrics, Senin. Penulis studi tidak membahas penyebab potensial kenaikan tajam, meskipun banyak ahli telah menghubungkan peningkatan kesadaran yang lebih besar dari kondisi di antara orang tua dan dokter.

 

Meningkat sejak 2014

Menggunakan data dari National Health Interview Survey tahunan, yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, para peneliti menunjukkan bahwa angka telah meningkat secara bertahap sejak tahun 2014, dengan penurunan kasus antara tahun 2016 dan 2017, kemudian terus meningkat lagi pada tahun 2020.

Pada tahun 2014, 2,24% anak-anak dan remaja didiagnosis ASD. Pada 2016, mencapai 2,76%, kemudian turun menjadi 2,29% pada 2017. Hingga 2020, statistik terbaru yang tersedia, angka itu adalah 3,49%.

Mereka juga mencatat perbedaan yang signifikan dalam prevalensi antara kelompok-kelompok tertentu. Pada tahun 2020, 4,64% anak laki-laki didiagnosis dengan ASD dibandingkan hanya 1,56% anak perempuan. Pendapatan keluarga juga tampaknya berperan karena mereka yang berstatus ekonomi rendah lebih sering didiagnosis ASD. Namun, penyebab perbedaan tersebut tidak termasuk dalam penelitian ini.

Seperti namanya, gangguan spektrum autisme dapat terlihat pada usia berapa pun dan dalam berbagai tingkat keparahan. ASD berdampak pada bagaimana orang-orang ini berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, dan untuk sebagian spektrum, situasi sosial yang khas bisa sangat sulit untuk dinavigasi. Di sisi lain, gejalanya mungkin tidak begitu nampak dari luar, tetapi lebih terasa secara internal.

Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya