Menkes Budi Gunadi: Penanganan Stunting Harus Inklusif melalui Intervensi yang Tepat

Stunting tak hanya membuat tubuh anak lebih pendek dari anak pada umumnya, tapi bisa pula memengaruhi kemampuan kognitif di masa depan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 17 Okt 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2022, 21:00 WIB
Pemeriksaan balita secara rutin di posyandu Kota Palu
Pemeriksaan rutin balita di Posyandu Kota Palu. Posyandu dan Puskesmas menjadi tempat kontrol perkembangan balita untuk penanganan stunting di Kota Palu. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Stunting tak hanya membuat tubuh anak lebih pendek dari anak pada umumnya, tapi bisa pula memengaruhi kemampuan kognitif di masa depan.

Untuk itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa penanganan stunting di Indonesia harus dilaksanakan secara inklusif melalui intervensi yang tepat. Apalagi mengingat Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030. Di mana, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) akan sangat menentukan produktivitas dan tingkat ekonomi.

“Sebagian besar stunting terjadi pada saat sebelum lahir. Maka intervensinya harus tepat,” ujar Budi pada Kick Off Aksi Kolaborasi Penurunan Stunting di Banten mengutip keterangan pers Senin (17/10/2022).

Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI 2019), 27.67 persen anak Indonesia mengalami stunting. Artinya, setiap satu dari empat anak mengalami kondisi ini. Meskipun angka ini sudah turun dari 37.2 persen pada tahun 2013, tapi kondisi saat ini masih membutuhkan percepatan penanganan. Terlebih, ada amanah Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 agar stunting bisa diturunkan ke angka 14 persen pada 2024.

Upaya pencegahan dan penurunan angka stunting merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan intervensi dari mulai remaja, usia produktif, ibu hamil, hingga balita. Sehingga dibutuhkan gerakan nasional yang bersifat inklusif, lanjut Budi.

3 Intervensi Stunting

Intervensi yang dapat dilakukan sebelum hamil, saat hamil, dan setelah bayi lahir yakni:

- Intervensi pertama melalui aksi bergizi. Intervensi ini dimulai sejak anak perempuan di usia sekolah SMP dan SMA melalui program pengukuran hemoglobin (HB). Serta, pemberian tablet tambah darah yang bertujuan untuk mencegah kekurangan zat besi.

Dalam intervensi pertama, terdapat 3 paket intervensi yakni pemberian tablet tambah darah mingguan bagi remaja putri, aktivitas fisik, dan konsumsi makanan gizi seimbang.

Intervensi ini dilakukan untuk memastikan remaja putri tidak kekurangan zat besi dan gizi sebelum hamil.

- Intervensi kedua dilakukan melalui pemeriksaan kehamilan kepada ibu hamil. Dalam program ini dilakukan pengukuran pemantauan perkembangan janin melalui USG, pemberian tablet tambah darah, serta pemberian makanan tambahan pada ibu hamil.

“Gizi dan zat besi pada ibu hamil harus tercukupi. Pemantauan perkembangan janin dengan pemeriksaan ibu hamil minimal 6 kali selama 9 bulan,” ujar Budi.

- Intervensi selanjutnya yakni mengaktifkan posyandu untuk pemeriksaan bayi baru lahir hingga balita serta mengaktifkan bulan vaksinasi rutin.

Upaya Melancarkan Intervensi

Untuk melaksanakan intervensi tersebut, hingga tahun depan Kemenkes tengah berproses untuk menyediakan USG Digital bagi seluruh puskesmas di Indonesia.

Kemenkes juga berupaya melakukan pemenuhan alat ukur Haemoglobin untuk sekolah SMP, SMA, serta Madrasah Aliah dan Tsanawiyah. Termasuk mengaktifkan kembali Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan penyediaan tablet tambah darah.

Pada momentum yang sama, Budi berterima kasih atas prakarsa berbagai pihak dalam membantu menurunkan stunting di Indonesia. Termasuk telemonitoring yang digagas oleh jajaran Universitas Indonesia.

Upaya ini, lanjut Menkes, sejalan dengan transformasi kesehatan, khususnya pilar 1 layanan primer, pilar 2 layanan rujukan dan pilar 6 teknologi kesehatan.

Sehingga dimungkinkan untuk dilakukan pemantauan pemeriksaan kesehatan mulai dari tele-obgyn USG, tele-consultation serta tele-antropometri dengan daerah melalui pemanfaatan teknologi komunikasi internet.

Optimalkan Telemonitoring

Hasil pemeriksaan pasien yang ada dapat langsung terbaca oleh sistem informasi teknologi di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dan fasilitas kesehatan lainnya.

Dengan begitu, tindakan penangan dapat segera dilakukan pada pasien meskipun ia berada di wilayah lain. Program ini juga mengedepankan peran tokoh wanita, dokter, bidan desa, kader, dan tenaga kesehatan untuk mendukung implementasi penurunan stunting.

Direktur Utama RS Universitas Indonesia (RSUI) dr. Astuti Giantini, Sp. PK (K), MPH mengatakan layanan telemonitoring akan dilakukan di daerah Baduy Dalam.

“Ini adalah suatu terobosan bagaimana orang-orang atau masyarakat yang di area terpencil itu bisa kita pantau kesehatannya oleh dokter di perkotaan atau di tempat lain,” ujar Astuti.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya