Liputan6.com, Jakarta - Artificial Intelligence (AI) semakin melebur ke masyarakat modern dari waktu ke waktu. Banyak yang mengaggap AI merupakan teknologi yang mengerikan. Namun, tak semua tentang AI menakutkan.
Bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik, teknologi tertentu dapat membantu hidup menjadi lebih mudah.
Baca Juga
AI merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan komputer untuk melakukan simulasi proses kecerdasan manusia yang diterapkan pada mesin. Aplikasi spesifik AI meliputi sistem pakar, pemrosesan bahasa alami, pengenalan suara, dan visi mesin. AI bekerja dengan mengambil informasi dari lingkungannya dan memberikan hasil berdasarkan apa yang dipelajari atau dirasakannya.
Advertisement
Erya Abraham, CEO dan Founder Lisnen, perusahaan teknologi yang membantu penyandang tunarungu, mengatakan “Keuntungan dari AI adalah AI benar-benar dapat membantu kita apabila kita memiliki kumpulan data yang tepat,” tuturnya.
Lisnen merupakan aplikasi yang dirancang untuk secara otomatis mendengarkan dengan memberi tahu pengguna tentang suara, termasuk alarm kebakaran dan ketukan pintu melalui tablet atau handphone.
“Saya adalah seseorang dengan gangguan pendengaran dan saya melihat celah untuk menggunakan AI untuk penyandang disabilitas. Ini semua adalah tentang memberikan dan berbagi kesempatan [untuk penyandang disabilitas] untuk turut berpartisipasi di masyarakat ” ungkap Abraham kepada Global News pada 29 Januari 2023.
AI Lainnya: Uinclude dan Cognixion
Sama seperti Abraham, beberapa perusahaan termasuk Uinclude yang juga menciptakan teknologi AI untuk membantu para penyandang disabilitas.
Uinclude merupakan AI yang berfungsi menemukan bias dalam deskripsi pekerjaan yang untuk mencari kata, kalimat, dan frasa yang dapat menghentikan penyandang disabilitas untuk melamar, karena ada terminologi yang dapat mendiskriminasi.
Sebagaimana ditulis Global News yang melansir situs web Uinclude, alat tersebut menggunakan algoritma untuk membantu pemberi kerja agar menggunakan bahasa yang inklusif dan mengundang orang dari semua latar belakang –termasuk penyandang disabilitas— dalam perekrutan.
“Bias tersembunyi dalam iklan pekerjaan dapat membuat kandidat yang kompeten dan berbakat menjadi enggan untuk melamar posisi yang sebenarnya sempurna bagi mereka,” tulis Uinclude dalam situs webnya.
Algoritma kamu membantu Anda untuk menyusun materi rekrutmen dengan bahasa yang secara empiris mengundang mereka yang terpinggirkan.
AI lainnya, Cognixion, membantu orang dengan mobilitas dan kemampuan berbicara yang terbatas untuk dapat mengobrol dengan menggunakan headset yang dapat mengerti apa yang ingin mereka sampaikan.
“Dengan menggunakan gelombang otak dan memahami fungsi otak, serta memberikan alat bagi seseorang untuk dapat berkomunikasi, menurut saya itu sungguh luar biasa,” tutur Abraham.
Advertisement
Pendapat Ahli
Bronwyn Hemsley, speech pathologist di University of Technology di Sydney, Australia, juga melihat potensi dalam penggunaan teknologi AI untuk membantu penyandang disabilitas.
“Bagaimana dengan penyandang disabilitas yang kurang beruntung untuk mendapatkan wawancara kerja, kurang beruntung untuk memiliki wadah berkarya karena tulisan, ejaan, atau grammar mereka? Bagaimana jika AI dapat memoles apa yang mereka perlu lakukan,” kata Hemsley.
Hemsley membahas ChatGPT, chat bot AI yang viral, menurutnya teknologi seperti ini dapat membantu orang untuk memperpanjang kalimat yang pendek, membuat draf balasan di email, menyempurnakan tulisan, atau memberikan saran untuk permulaan percakapan.
“Tidak ada keraguan, itu [pasti] akan digunakan,” katanya. “Kita perlu memikirkan klien, speech pathologist (patologi wicara) dan keluarga klien (yang) mendapat manfaat dari AI itu.”
Hemsley tak lupa mengingatkan sisi negatif dari AI dan untuk berhati-hati bahwa teknologi seperti ChatGPT mungkin tidak selalu benar.
Hambatan yang Datang Bersama dengan Kemajuan AI
Meski AI dapat digunakan untuk membantu penyandang disabilitas, hambatan yang menyertai teknologi secara keseluruhan tetap ada.
“Masalah utama terkait penyandang disabilitas adalah untuk memiliki akses data yang mewakili penyandang disabilitas,” tutur Abraham.
Menurut Abraham, saat ini banyak penyandang disabilitas dikucilkan dari masyarakat. “Kami tidak dapat berpartisipasi dan data yang diperlukan untuk kecerdasan buatan memerlukan informasi historis. Jika Anda tidak memiliki akses ke perspektif yang berbeda, itu [membuat pembangunan sistem yang efisien menjadi] sangat menantang,” tambahnya.
Seringkali AI terkait disabilitas memiliki konotasi negatif dan menyeramkan. Menurut Abraham, hal itu berasal dari bias sistem yang mencerminkan masyarakat kita sendiri.
“Kita harus menghadapi hambatan, pola pikir, dan bias masyarakat yang mencegah penyandang disabilitas [ikut] masuk menjadi bagian sejak awal.”
Selain itu, dia ingin melihat peningkatan aksesibilitas ke teknologi bagi mereka yang cacat.
Advertisement