Liputan6.com, Jakarta Indonesia dan Jepang terus membangun pemahaman mengenai kebijakan dan implementasi yang dapat mendukung kesejahteraan penyandang disabilitas perkembangan (developmental disorders) di Indonesia.
Apalagi berdasarkan Susenas 2018, tiga dari 10 anak dengan disabilitas di Indonesia, termasuk individu autistik dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), tidak memiliki akses untuk sekolah. Bahkan mereka menghadapi kesulitan mengakses layanan kesehatan dan mengembangkan kemandirian.
Baca Juga
Untuk itu The National Center for Persons with Severe Intellectual Disabilities atau Nozominosono dari Jepang berkolaborasi dengan Institut Bisnis dan Komunikasi LSPR Indonesia menggelar dialog "Japan-Indonesia Roundtable Discussion on Developmental Disorders Learning Session."
Advertisement
Dikutip Antara, dialog tersebut untuk meningkatkan pemahaman tentang isu dan situasi penyandang disabilitas perkembangan di Indonesia dan Jepang serta memperkuat kemitraan dengan membangun basis pertukaran dan dialog perwakilan kedua negara, di bawah proyek riset The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA).
Pada dialog yang dibuka Menteri Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Jepang Shinichi Isa, di Jepang, Maret 2023 yang juga dihadiri Parliamentary Vice-Minister of Education, Culture, Sports, Science and Technology of Japan Takae Ito, Jepang berbagi pengalaman tentang kebijakan dan implementasi terkait isu kesehatan serta pendidikan untuk penyandang disabilitas perkembangan.
Staf Khusus Presiden RI Bidang Sosial dan penyandang disabilitas Angkie Yudistia yang hadir juga memaparkan pentingnya mengembangkan dukungan dalam kerja sama internasional terkait disabilitas perkembangan, khususnya untuk di tahap berikutnya, dapat memberikan kontribusi yang konkrit bagi rekomendasi pembuatan kebijakan di Indonesia.
Perspektif Positif dari Orangtua Penyandang Autisme
Dr Adriana yang juga merupakan orangtua dari individu autistik mengungkapkan perspektif positif holistik dalam strategi untuk memahami dan membantu penyandang disabilitas perkembangan dalam memaksimalkan kualitas hidup mereka.
"Fokus pada aspek positif dan mengembangkan potensi mereka (individu disabilitas) secara maksimal. Artinya, jangan hanya melihat kelemahan mereka serta berusaha mengubah penyandang disabilitas untuk berperilaku seperti orang normal atau nondisabilitas," ujarnya.
Advertisement
Kerja sama Antar Lembaga
Sementara Direktur Departemen Kesejahteraan bagi Anak dengan Disabilitas Perkembangan Jepang Masaaki Kurihara mengungkapkan pentingnya kerja sama antar-lembaga untuk mengembangkan program-program lintas sektoral seperti layanan pendidikan khusus, penyediaan informasi untuk disabilitas, serta dukungan untuk meningkatkan kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas perkembangan.
Hadir pula dalam dialog tersebut, perwakilan dari Indonesia Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah, Komisi I Muhammad Farhan, dan Komisi III Bimantoro Wiyono, serta akademisi dan komunitas autisme dari tiga negara ASEAN antara lain Pendiri dan CEO LSPR Indonesia Prita Kemal Gani, Pakar Universitas Indonesia (UI) Adriana Ginanjar, serta Dang Uy Koe (Autism Society Philippines) dan Tam Pham (Vietnam Autism Network).