Liputan6.com, Jakarta Salah satu kiai yang terkenal memiliki banyak karomah dan keistimewaan luar biasa adalah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ia selalu menemukan cara untuk mengatasi setiap masalah yang menghadangnya.
Gus Dur, yang merupakan cucu dari pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari, pernah menjabat sebagai Presiden ke-4 RI dan Ketua Umum PBNU selama tiga periode berturut-turut. Tentunya, banyak keistimewaan yang dimiliki oleh tokoh besar ini.
Baca Juga
Pada masa Orde Baru, Gus Dur memang menjadi target pengawasan, seolah tidak ada yang bisa menghindari perhatian pemerintah saat itu. Gerak-geriknya dianggap membutuhkan pengawasan ketat, termasuk oleh intelijen.
Advertisement
Namun, Gus Dur selalu mampu menyelesaikan segala masalah dengan cara yang elegan, meninggalkan kenangan yang tak terlupakan bagi para pengikutnya.
Gus Dur Menginstruksikan Kiai Gunakan Bahasa Arab Saat Rapat
Mengutip dari Eramuslim.com, cerita ini terjadi ketika para kiai berhadapan dengan intelijen pemerintah Orde Baru, seperti yang ditulis oleh Rijal Mumaziq dalam artikel Strategi Kontra Intelijen Para Kiai.
Pada masa Orde Baru, Gus Dur yang menjabat sebagai Ketua PB NU sering diawasi oleh intel pemerintah karena sikap kritisnya terhadap rezim saat itu. Gus Dur pun berdoa agar dirinya tidak benar-benar dihancurkan oleh pemerintah.
Pada Muktamar NU di Situbondo, di mana NU memutuskan untuk kembali ke khittahnya, para intelijen berkeliaran di sekitar arena muktamar, bahkan agen-agen pemerintah menyusup ke dalam ruang-ruang sidang untuk memata-matai setiap percakapan para kiai.
Saat berlangsung rapat penting yang membahas tentang Pancasila, Gus Dur tiba-tiba meminta KH Prof Tolchah Mansoer dan KH Achmad Siddiq untuk memimpin sidang dan berpidato menggunakan bahasa Arab.
Meskipun Kiai Tolchah dan Kiai Achmad tidak sepenuhnya memahami maksud Gus Dur, mereka pun segera memimpin rapat menggunakan bahasa Arab. Rapat pun berjalan lancar, karena semua kiai yang hadir dapat memahami bahasa Arab dengan baik.
Advertisement
Alasan Gus Dur Meminta Penggunaan Bahasa Arab dalam Rapat
Setelah rapat selesai, Kiai Tolchah Mansoer bertanya kepada Gus Dur tentang permintaannya tersebut. Gus Dur menjelaskan, "Rapat kita tadi diawasi oleh intel pemerintah, makanya saya suruh kalian pakai bahasa Arab. Kenapa? Karena intel pemerintah itu kebanyakan dari kalangan kepet (abangan) yang tidak mengerti bahasa Arab... hehe."
Dalam buku Belajar dari Kiai Sahal, diceritakan bagaimana Kiai Sahal menggunakan cara khasnya untuk menghadapi jaringan intelijen pemerintah.
Suatu ketika, dalam acara besar yang berlangsung selama beberapa hari, Kiai Sahal selalu diantar jemput oleh seorang pria bertubuh tegap yang mengendarai sepeda motor.
“Wah, njenengan enak ya kiai. Ke sana-kemari ada yang ngantar pakai sepeda motor!” kata beberapa sahabat Kiai Sahal yang melihatnya diantar naik motor.
“Lha, enak gimana, wong itu intel-nya Kodim,” jawab Kiai Sahal.
Pada beberapa kesempatan bahtsul masail di MWCNU Margoyoso Pati, Kiai Sahal menyadari ada intel yang menyamar sebagai kiai atau santri untuk mengawasi jalannya acara.
Kiai Sahal membuka acara, memberi kesempatan untuk sambutan beberapa pihak, memulai diskusi fiqh sebagai pengantar, dan menunggu sampai para intel itu pulang.
Setelah intel pulang, barulah bahtsul masail dimulai dengan serius.
