Liputan6.com, Bangkok Perdana menteri sementara Thailand Niwattumrong Boonsongpaisan menyerukan, pemilihan umum baru menyusul pemberlakuan darurat militer. Atas nama pemerintah, ia mengusulkan agar pemilihan umum diadakan pada 3 Agustus mendatang.
Menurut anggota Komisi Pemilihan Somchai Srisutthiyakorn, pemerintah telah sepakat menyusun dekrit, yang di dalamnya disepakati ada klausal yang menyebutkan bahwa pemilihan umum bisa ditunda, bila terjadi keadaan darurat.
Seruan pemilihan baru dikeluarkan setelah Kepala Angkatan Bersenjata Jenderal Prayuth Chan-ocha menyatakan keadaan darurat militer. Menurutnya, militer mengerahkan tentara ke jalan-jalan untuk memungkinkan faksi-faksi politik yang berseberangan, mengatasi perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Jenderal Prayuth Chan-ocha menegaskan tidak ada perebutan kekuasaan. Militer menggelar pertemuan dengan berbagai pihak Selasa 20 Mei sore.
"Kami terutama berbicara dengan pegawai negeri sipil hari ini, dan kami akan mempertimbangkan bagaimana mengizinkan partai-partai politik duduk dan berdialog dalam situasi stabil," tutur Prayuth seperti dlansir BBC, Selasa 20 Mei 2014.
Menurut Prayuth, semua dialog tidak mempunyai arti bila situasi tidak tenang atau terjadi demonstrasi, atau juga hasutan yang dapat mengarah ke kekerasan.
"Jadi semua partai pertama-tama harus menghentikan aksi mereka," tegas Prayuth.
Namun seorang tokoh oposisi Suthep Thaugsuban berjanji, akan terus berjuang guna menggulingkan pemerintah saat ini. Menurutnya, pemberlakuan darurat militer tidak menjadi rintangan bagi perjuangan kubu oposisi.
Kerusuhan politik terjadi di Thailand sejak November 2013. Kaum oposisi mendesak Yingluck Shinawatra, PM saat itu, mundur karena mencoba meloloskan RUU Amnesti yang berpotensi membebaskan kakaknya, mantan PM Thaksin Shinawatra dari jeratan kasus korupsi.
Thaksin kini disebut-sebut tengah bersembunyi di Dubai.
Gelombang protes coba diredam Yingluck dengan mempercepat Pemilu menjadi Februari 2014. Namun oposisi tak terima dengan pemungutan suara yang dinilai terjadi banyak kecurangan.
Yingluck akhirnya dilengserkan Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand awal Mei ini, karena dinyatakan bersalah atas kasus penyalahgunaan kekuasaan.
Sekitar 28 orang tewas akibat gelombang protes dan bentrokan di Thailand sejak akhir 2014 hingga sekarang. Ribuan orang lainnya terluka.