Liputan6.com, Boston - Pada tahun 1958, para arkeolog melakukan ekskavasi di reruntuhan benteng Zaman Besi yang disebut Hasanlu, di barat laut Iran. Dari balik lapisan puing yang hancur bercampur tanah, mereka menemukan mangkuk emas kuno yang sangat menarik, meski dalam kondisi hancur.
Mangkuk berusia 3.000 tahun itu menyedot perhatian media kala itu. Tahun berikutnya, majalah Life memuat gambar artefak itu, di halaman penuh warna, lengkap dengan ulasan khusus mengenai penemuannya di Hasanlu.
Namun, kisah sejati di balik penemuan artefak itu tak segemerlap kilau emasnya. Mangkuk itu ditemukan di ujung jari seorang tentara yang mati bersama 2 rekannya -- yang remuk tertimbun tembok bata yang runtuh serta material bangunan yang terbakar pada tahun 800 Sebelum Masehi. Para ilmuwan berdebat hebat, soal apakah 3 pria itu adalah penjaga benteng atau musuh yang berusaha lari setelah mendapat barang jarahan. Dan interpretasi terbaru condong ke pendapat kedua. Mereka bukan pahlawan...
Hasanlu kerap dideskripsikan sebagai Pompeii dari era kuno kawasan Timur Dekat --Â istilah yang sering digunakan oleh arkeolog dan sejarawan untuk merujuk kepada kawasan Levant atau Sham. Gara-gara, ditemukan 'lapisan bekas terbakar' yang didalamnya ada sekitar 200 jasad yang diawetkan secara alami oleh abu dan puing-puing. Demikian menurut Michael Danti, seorang arkeolog di Boston University, seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience, Selasa (9/9/2014).
Terletak di tepi Danau Urmia, Hasanlu diyakini pertama kali dihuni sekitar 8.000 tahun lalu. Di Abad ke-9 atau ke-10 SM penduduk ramai menghuni kota yang dinaungi tembok benteng.
Di balik dinding kota ada rumah-rumah penduduk, ruang-ruang penyimpanan harta, kandang kuda, gudang persenjataan militer dan kuil-kuil -- sebagian dilengkapi menara dan ada yang dibuat bertingkat. Meski arsitektur di sana sudah menggunakan batu bata, bagian atap, lantai dan struktur lainnya terdiri dari kayu dan anyaman alang-alang yang menjadi rabuk saat terbakar.
Informasi detil lain soal kehidupan Hasanlu tak jelas. Para arkeolog tak tahu etnis penghuninya, juga bahasa apa yang mereka gunakan.
"Selain data material yang kaya, mereka sama sekali tak meninggalkan tulisan asli," kata Danti.
Lapisan yang terbakar di Hasanlu menunjukkan serangan mendadak yang menghancurkan benteng. Arkeolog yang menggali situs tersebut pada 1950-an, 60-an dan 70-an menemukan mayat yang dipenggal. Ada lagi yang tangannya terpotong. Danti bahkan mengaku melihat jenazah yang dibelah jadi dua.
"Mahasiswa yang bekerja di sini pasti akan mimpi buruk, karena mereka menghabiskan waktu berjam-jam mengekskavasi korban pembunuhan," kata Danti pada LiveScience. Kebanyakan korban adalah perempuan dan anak-anak.
Di kuburan massal di atas lapisan terbakar, dijumpai jasad-jasad orang yang masih terlalu muda atau terlampau tua yang tampaknya tewas akibat trauma kepala fatal. Korban diduga selamat usai serangan awal. Namun, mereka kemudian dihabisi karena para penyerang menganggap mereka tak berguna untuk dijadikan budak.
"Itu adalah perang yang dimaksudkan untuk menghapus identas dan menakut-nakuti orang agar tunduk," kata Danti.
Danti, yang telah merangkai sejarah situs dari arsip penggalian, mempublikasikan studi tentang Hasanlu dalam jurnal Antiquity edisi September 2014. Salah satu yang dibahas adalah soal mangkuk emas.
Advertisement
Dia menyebut, 3 tentara yang membawanya diduga memanjat tangga kayu di dalam rumah ketika bangunan runtuh. Mereka lalu jatuh ke pembuangan sampah dan terkubur puing-puing. Selain mangkuk emas, ada harta lain yang tersebar di seluruh tubuh mereka yang membatu, termasuk tekstil, sabuk baja mewah, miniatur kapal logam, dan segel silinder yang diukir dengan cermat.
Pakaian dan senjata para prajurit terlihat seperti perlengkapan militer standar. Para pria itu mengenakan helm jambul dengan penutup telinga, dan mereka membawa maces berduri -- senjata. Tampilan siap tempur.
"Aku meragukan anggapan bahwa mereka sedang menyelamatkan mangkuk berharga dan benda-benda lainnya saat benteng dibakar dan penghuninya yang tersisa dibantai atau ditangkap," tulis Danti dalam kesimpulannya.
Interprestasi Danti mendukung hipotesis bahwa 3 prajurit tersebut berasal dari kerajaan Urartu, yang tumbuh di wilayah yang kini jadi Turki modern. Teks sejarah menunjukkan kerajaan kuno Urartu melakukan ekspansi ke wilayah di sekitar Hasanlu selama Zaman Besi melalui aksi militer yang brutal.
Beberapa saat setelah benteng itu ditinggalkan, dinding benteng Urartu dibangun di atas reruntuhan Hasanlu.
Namun, Danti mengatakan ia berharap peneliti lain akan menguji hipotesisnya dan melakukan analisis bio-arkeologi pada kerangka kedua prajurit dan orang-orang yang terbunuh di Hasanlu.
Pola makan dan air minum di zaman kuno meninggalkan jejak biologis di kerangka seseorang, dan analisis tulang bisa membantu mengkonfirmasi dari mana para prajurit itu berasal, dan apakah mereka meninggal saat mencoba untuk melindungi atau menjarah kekayaan kota. (Tnt)