Kisah 2 Bayi 'Ajaib' Bertahan Hidup di Pengungsian Suriah

Luas kamp yang kurang cukup dan jumlah pengungsi membludak membuat pengungsian ini disebut "Lingkaran Terdalam dari Neraka".

oleh Maria Flora diperbarui 14 Apr 2015, 21:44 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2015, 21:44 WIB
Perang Masuk Tahun ke-5, AS Minta Assad Hengkang dari Suriah
Jumlah korban di Suriah terus bertambah. Hingga kini, tercatat setidaknya ada 210 ribu orang yang tewas.

Liputan6.com, Damaskus - Perang Suriah yang berlarut-larut telah membuat penderitaan warganya semakin panjang. Korban jiwa terus bertambah dan banyak warga yang mengungsi dan terpaksa meninggalkan kampung halaman.

Dalam situasi tersebut, siapa pun pengungsinya, termasuk bayi harus bertahan hidup di pengungsian dengan kondisi yang kurang layak. Dan merupakan suatu keajaiban bagi para pengungsi ketika ada bayi yang bisa tetap hidup meski persediaan susu dan makanan begitu terbatas.

Seperti bayi bernama Jihad Yaqoub yang lahir pada 30 Maret 2015 dan Mohammad yang lahir pada Januari 2015 lalu. Keduanya tinggal di kamp Yarmouk, Damaskus bersama pengungsi Suriah dan juga yang berasal dari Palestina.

Meski dibantu relawan PBB (UNRWA/United Nations Relief and Works Agency), situasi pengungsian Yarmouk begitu memprihatinkan. Luas kamp yang kurang cukup dan jumlah pengungsi membludak membuat pengungsian ini disebut "Lingkaran Terdalam dari Neraka" oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon.

Fatima, ibu dari Jihad Yaqoub tak pernah terpikir harus berada di tempat ini bersama bayinya. Dia mengaku kesulitan mendapat penganan yang layak di pengungsian.

"Saya berharap untuk minum susu dan makan telur selama kehamilan saya, tapi situasi keuangan kami tidak memungkinkan kita untuk membeli barang-barang makanan mahal," kata Fatima yang tinggal di sebuah komunitas di mana rata-rata orang yang selamat hanya dari mengonsumsi 400 kalori per hari, seperti dimuat CNN, Selasa (14/4/2015).

Lain lagi dengan Mohammad. Bayi laki-laki ini lahir ketika kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memasuki kamp dan ketegangan pun meningkat. Nadia sang ibu pun melarikan diri untuk mencari keselamatan. Dalam pikirannya, saat itu hanya menyelamatkan anaknya yang baru lahir.

Nadia pun tak kehilangan harapan akan masa depannya. Ia berharap jika ia bisa tetap hidup dan merasakan situasi normal. Ia ingin sekali bisa hidup dengan suami dan anaknya di rumah keluarga mereka di Yarmouk. (Riz/Ans)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya