Liputan6.com, Chengdu - "Tingkahmu mirip panda," itu yang biasa diucapkan seorang ibu yang kesal pada buah hatinya yang manja.
Sementara, Zou Wenli, seorang pemandu wisata di Kota Chengdu, Tiongkok mengatakan, kehidupan seperti panda adalah ‘impian’ masyarakat di ibukota Provinsi Sichuan itu.
Baca Juga
“Bayangkan, hanya makan, tidur. Kalau kepanasan mereka masuk ke kandang yang dilengkapi penyejuk udara,” canda pemuda yang akrab dipanggil Allan itu.
Advertisement
Lepas dari tingkahnya yang manja, nasib Giant Panda atau Panda Raksasa (Ailuropoda melanoleuca) bisa saja seperti dinosaurus: punah. Hanya berstatus ‘pernah ada’. Melonjaknya populasi manusia dan aktivitas pembangunan membuat habitat hewan asli Tiongkok itu kian menyempit.
Perubahan lingkungan bahkan bisa berakibat fatal. Seperti yang terjadi pada dekade 1970-an dan 1980-an. Akibat menurunnya populasi tumbuhan bambu Bashania fangiana di habitat asli panda di Pegunungan Qionglai dan Minshan, sebanyak 250 panda mati kelaparan pada kurun waktu 1974 hingga 1983.
Kala itu, dipimpin Departemen Kehutanan Provinsi Sichuan, para profesional dari Kebun Binatang Chengdu -- cikal bakal Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding -- melakukan upaya penyelamatan panda yang sakit dan sekarat, mengevakuasi hewan-hewan malang itu ke kebun binatang.
Sejak 1963 sampai 1993, Chengdu menyelamatkan 63 panda liar sakit, 75 persen di antaranya kembali sehat dan dilepaskan ke habitat aslinya. Demikian dikutip dari situs Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding.
Namun tak semua dikembalikan ke alam liar. Enam di antara mereka dipilih untuk ditangkarkan. Tiga adalah betina: "Mei Mei", "Guo Guo", "Su Su". Lainnya jantan: "Qiang Qiang", "Chuan Chuan (Number 9)", "Number 6".
Mei-Mei bahkan berjuluk "Hero Mother". Pada 1980-an ia melahirkan 7 kali, menghasilkan 11 anak yang 8 di antaranya masih hidup hingga kini.
Hingga kini Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding terus berupaya melestarikan Giant Panda yang berstatus terancam punah itu di lahan seluas lebih dari 100 hektar.
Para ilmuwan juga berusaha mempertahankan 'saudara tirinya', Panda Merah dari famili Ailuridae atau sejenis rakun.
“Karena ini bukan habitat asli panda, kami membuatnya semirip mungkin. Termasuk dengan memasang penyejuk udara,” kata Jason Lao, Humas Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding kepada Liputan6.com.
Tantangan Berat
Tak mudah untuk mengembangbiakkan panda. Tingkat kelahiran binatang famili Ursidae itu terbilang rendah. Di alam liar maupun di penangkaran.
"95 persen kelahiran Panda Raksasa adalah hasil dari inseminasi buatan," kata Jason Lao kepada Liputan6.com.
Panda Raksasa (Giant Panda), tambah Jason, pada dasarnya adalah hewan yang soliter, penyendiri. Untuk mendapatkan pasangan saja, para pejantan harus bersaing sengit dengan sesamanya.
"Di alam liar 3 pejantan biasanya saling bertarung untuk memperebutkan seekor betina."
Setelah kawin, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Berbeda dengan ukuran tubuh dewasa, bayi panda sangatlah kecil. Rata-rata berat mereka hanya 100 gram atau 1/900 berat induk mereka. "Bayi panda sangat lemah dan sulit bertahan di alam liar," kata Jason.
"Mereka tak bisa hidup tanpa colostrum induk mereka.” Setelah lahir, di penangkaran, bayi-bayi panda yang sepintas mirip bayi tikus itu ditempatkan di inkubator. Perkembangan mereka terus diamati, bahkan setelah bulu putih yang jarang itu berubah jadi lebat dan berwarna putih dan hitam.
Kini survival rate atau peluang bertahan hidup bayi panda meningkat lebih dari 80 persen di penangkaran, dari sebelumnya yang di bawah 20 persen.
“Saat berusia 3-4 tahun, sudah remaja, mereka disatukan di dalam kandang,” kata Jason. “Lalu setelah dewasa, mencapai usia 5 tahun, mereka akan dipisahkan. Karena panda adalah hewan soliter.”
Pria berkaca mata itu menambahkan, di alam liar usia panda bisa mencapai 30 tahun.
Seperti dikutip dari situs CCTV, pada Maret 2015, populasi Panda di Tiongkok meningkat menjadi 1.864 ekor. Tiga perempatnya berada di barat daya Provinsi Sichuan. Lainnya di provinsi tetangga, Shaanxi dan Gansu. Lebih dari 400 panda tinggal di penangkaran.
Advertisement
Kapan Panda ke Indonesia?
Pada 4 Juli 2015, seekor panda betina berusia 9 tahun, Meng Meng melahirkan panda jantan seberat 179,8 gram di Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding. Bayi panda itu ditempatkan di ruangan khusus bersama panda kembar lainnya.
Meng Meng dijuluki 'panda cantik' dari Beijing. Ia bertemu dengan pasangannya si jantan Meilan dari Chengdu.
Konon, pasangan hewan menggemaskan itu jatuh cinta pada pandangan pertama. Setelah itu, Meng Meng hamil dengan perantaraan inseminasi buatan yang dilakukan oleh para dokter hewan terlatih.
Namun, kisah sukses itu tak terjadi di Kebun Binatang Edinburgh, Inggris. Panda betina bernama Tian Tian kehilangan calon bayinya, hasil inseminasi buatan sperma pejantan bernama Yang Guang.
Kebun binatang itu gagal menyusul keberhasilan di kebun binatang Malaysia dan Washington.
Menurut Jason Lao, Humas Chengdu Research Base of Giant Panda Breeding, sejumlah panda milik lembaganya memang dipinjamkan ke negara lain.
Lantas, kapan panda akan sampai ke Indonesia?
Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor, Jawa Barat sudah bersiap menyambut tamu istimewa yaitu panda dari Tiongkok. Panda bahkan ditargetkan hadir tahun ini.
“Saya tak bisa menjawab kapan. Karena pertukaran itu adalah persoalan antarnegara,” kata dia.
Jason menambahkan, ada banyak hal yang harus dipersiapkan negara peminjam panda. Selain ruangan khusus yang diatur suhunya, juga soal makanan. Panda hanya mau makan bambu muda dari jenis tertentu. Hewan itu sangat pemilih soal makanan.
"Untuk panda yang ada di Kanada, bambunya harus dibeli dari Amerika Serikat. Untuk panda di Spanyol, pakannya dibeli dari Prancis," kata dia. (Ein/Ado)