Liputan6.com, Beijing - Pihak keamanan China mendapat sorotan besar. Hal itu terjadi karena laporan Amnesti Internasional (AI) yang mengatakan bahwa mereka masih kerap menggunakan siksaan ala abad pertengahan kepada pihak yang menentang Pemerintah.
Menurut keterangan yang dikeluarkan AI, musuh-musuh pemerintah biasanya disiksa dengan menggunakan batang berduri, kursi siksaan, dan tongkat listrik.
Advertisement
Penulis laporan tersebut, Patrick Poon, mengatakan bahwa meski pemerintah China berjanji melancarkan reformasi besar, siksaan pada musuh-musuh pemerintah terus terjadi di seluruh wilayah Negeri Panda ini.
Advertisement
"Dari Beijing ke Hunan ke Heilongjiang ke Guangdong, terdapat kasus penyiksaan di banyak tempat," ucap Poon seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (13/11/2015).
"Kasus ini terus tersebar di banyak provinsi. Ini tidak cuma terkonsentrasi di satu area di China saja," kata dia.
Poon menambahkan, kebanyakan pihak keamanan China menargetkan aksinya kepada pengacara HAM, pejabat Partai Komunis yang tersandung kasus korupsi, serta pengikut ajaran Falung Gong.
Pengakuan paling mengejutkan terkait siksaan tersebut disampaikan oleh pengacara HAM asal Provinsi Hunan, Cai Ying. Dia menyebut usai ditahan pada 2012, ia dipaksa duduk di sebuah kursi yang digantung dengan posisi tangan dan dada mereka terikat di sebuah papan lalu disiksa.
"Saya dipermalukan dengan sangat buruk. Saya pikir saya ingin mengakhiri hidup saja, tapi saya teringat anak saya. Pengalaman itu membuat hati saya diisi rasa kebencian," ucap Cai.
Keterangan serupa juga disampaikan oleh pengacara HAM lainnya, Yu Wensheng. Dia menyebut saat ditahan Oktober lalu karena menggelar unjuk rasa di luar penjara, dirinya terus mendapat siksaan selama di tahanan.
Yu menceritakan, ia ditahan selama 61 hari. Dia ditempatkan di dalam sel bersama sejumlah narapidana hukuman mati.
Selama ditahan, total ia menerima 200 pertanyaan. Bukan hanya diberondong ratusan pertanyaan, dalam satu titik dirinya pernah diborgol di sebuah kursi besi dan tangannya berada di belakang punggungnya.
"Tangan saya bengkak dan rasanya sangat sakit sepertinya saya tak mau hidup lagi. Dua polisi kerap melakukan itu dan saya berteriak setiap kali mereka melakukannya," jelas dia.
"Saya meresa tak tertolong dan sendiri, ini menyebabkan siksaan fisik dan jiwa. Jika saya dipenjara saya akan mogok makan. Saya lebih baik mati daripada di penjara," terang Yu.
Amenesti Internasional meyakini fenomena ini muncul usai China dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tiga tahun lalu. Kelompok ini bahkan melabeli Xi sebagai pemimpin China paling otoriter setelah Mao Zedong.
Banyaknya kasus penyiksaan membuat Amnesti Internasional mengeluarkan desakan pada pemerintah China untuk menghentikan penyiksaan-penyiksaan tersebut. Dorongan ini dikeluarkan supaya kasus serupa tak terjadi di masa depan dan agar China menjalankan reformasi mereka. (Rie)*