Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Donald Trump menegaskan pada Senin (10/2/2025) bahwa perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas harus dibatalkan jika Hamas tidak membebaskan semua sandera yang masih mereka tahan di Jalur Gaza pada tengah hari Sabtu — meskipun dia juga mengatakan keputusan itu akan berada di tangan Israel.
Trump memberikan pernyataan ini setelah Hamas mengumumkan akan menunda pembebasan sandera lebih lanjut. Mereka menuduh Israel melanggar gencatan senjata yang telah berlangsung selama tiga minggu.
Advertisement
Baca Juga
"Jika mereka (sandera) tidak dibebaskan, semua akan hancur," kata Trump seperti dikutip AP, Selasa (11/2), seraya menambahkan mengenai gencatan senjata, "Batalkan dan semuanya akan berubah."
Advertisement
Trump menuturkan keputusan akhir tergantung pada Israel, dengan mengatakan, "Saya hanya berbicara sebagai pribadi. Israel bisa memutuskan sebaliknya."
Namun, ketika ditanya apakah Amerika Serikat (AS) akan ikut dalam merespons Hamas jika sandera tidak dibebaskan, Trump menambahkan, "Hamas akan tahu apa yang saya maksud."
Kurang dari seminggu setelah dia mengajukan gagasan AS mengambil kendali atas Jalur Gaza dan mengubahnya menjadi "Riviera Timur Tengah", Trump dalam wawancara dengan Bret Baier dari Fox News yang ditayangkan pada Senin, menjawab "Tidak" saat ditanya apakah rakyat Palestina di Jalur Gaza memiliki hak untuk kembali ke wilayah tersebut.
Di lain sisi, Trump dinilai semakin menekan negara-negara Arab, terutama sekutu AS, Yordania dan Mesir, untuk menampung warga Palestina dari Jalur Gaza, yang mengklaim wilayah kantong itu sebagai bagian dari tanah air masa depan mereka.
"Kami akan membangun komunitas yang aman, sedikit jauh dari tempat mereka (warga Palestina di Gaza) sekarang, di mana semua bahaya itu ada. Sementara itu, saya akan menguasainya. Anggap saja ini sebagai proyek pengembangan properti untuk masa depan. Itu akan menjadi wilayah yang indah. Sama sekali tidak membutuhkan biaya besar," tutur Trump.
Ancaman Trump
Negara-negara Arab dengan tegas mengkritik gagasan Trump. Adapun Trump dijadwalkan menyambut Raja Abdullah II dari Yordania di Gedung Putih pada Selasa.
Selain kekhawatiran tentang membahayakan tujuan jangka panjang solusi dua negara atas konflik Israel-Palestina, Mesir dan Yordania secara pribadi menyuarakan kekhawatiran keamanan tentang menerima jumlah besar pengungsi tambahan ke negara mereka, sekalipun untuk sementara.
Ketika ditanya bagaimana dia akan meyakinkan Raja Abdullah II untuk menerima warga Palestina, Trump mengatakan kepada wartawan, "Saya pikir dia akan menerima dan saya pikir negara-negara lain juga akan menerima. Mereka baik hati."
Namun, Trump mengancam akan menahan bantuan AS yang bernilai miliaran dolar kepada Yordania dan Mesir jika mereka tidak setuju dengan gagasannya.
"Ya, mungkin, kenapa tidak," kata Trump. "Jika mereka tidak setuju, saya bisa saja menahan bantuan, ya."
Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio minggu lalu "meralat" pernyataan Trump soal relokasi warga Palestina di Jalur Gaza. Menurut mereka, maksud Trump hanya ingin warga Palestina dipindahkan sementara dari Jalur Gaza demi memungkinkan pembersihan puing-puing, penanganan bahan peledak yang belum meledak, dan proses rekonstruksi.
Advertisement
Penolakan Mesir
Mesir pada Senin mengulangi penolakannya terhadap relokasi warga Palestina dari wilayah mereka di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki. Kairo memperingatkan bahwa proposal semacam itu mengancam "fondasi rakyat" di Timur Tengah.
Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan pembentukan Negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya adalah dasar untuk "perdamaian yang komprehensif dan adil" di kawasan.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Mesir menyebutkan bahwa pihaknya menolak segala pelanggaran terhadap hak penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan Palestina, serta menegaskan hak untuk kembali bagi pengungsi Palestina yang terpaksa meninggalkan tanah air mereka - merujuk pada ratusan ribu orang yang dipaksa mengungsi dari rumah mereka selama pendirian Israel.
Seorang pejabat senior Hamas mengecam pernyataan terbaru Trump yang menginginkan kepemilikan atas Jalur Gaza sebagai absurd.
Izzat al-Rishq, anggota biro politik Hamas, menuturkan pernyataan tersebut "mencerminkan ketidaktahuan yang mendalam tentang Palestina dan wilayah tersebut".
Dalam komentar yang dirilis oleh Hamas pada Senin pagi, dia mengatakan pendekatan Trump terhadap masalah Palestina akan gagal.
"Menangani masalah Palestina dengan pola pikir seorang pedagang properti adalah resep untuk kegagalan," imbuhnya. "Rakyat Palestina kami akan menggagalkan semua rencana pemindahan dan deportasi."
Â
Â
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)